Masjid Nabawi di Kota Madinah al-Munawarah dipadati jamaah. | Syahruddin El-Fikri/Republika

Dunia Islam

Masjid Nabawi di Madinah: Contoh Paripurna Keberkahan Wakaf

Berdirinya Masjid Nabawi tak terlepas dari amalan dan keberkahan wakaf.

Masjid Nabawi di Madinah al-Munawwarah memiliki sejarah yang panjang. Inilah "saksi bisu" perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan risalah Islam. Dari tempat ini, sinar dakwah yang amat pesat bermula; dan tidak henti-hentinya memancar hingga detik ini dan akhir zaman.

Masjid Nabawi memiliki tempat yang sangat istimewa di hati kaum muslimin. Hal ini karena masjid Nabawi dibangun di atas dasar takwa, sebagaiman firman-Allah SWT.

"... Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak jari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya..." (QS at-Taubah ayat 108).

Abu Said al-Khudri Radhiyallahu Anhu berkata, "Aku pernah menemui Rasulullah SAW di rumah salah satu istrinya dan bertanya, 'Ya Rasulullah, manakah di antara dua masjid (Masjid Nabawi atau Masjid Quba) yang dibangun di atas dasar takwa?' Beliau lalu mengambil segenggam pasir, dibuangnya pasir itu kembali ke tanah, dan kemudian beliau bersabda, 'Masjid kamu ini.' Maksudnya ialah Masjid Nabawi." (HR Muslim).

Tujuan beliau mengambil pasir dan menghempaskannya kembali ke tanah adalah untuk mempertegas kedudukan Masjid Nabawi. Yakni, kemuliaan tempat ini dan kecintaan beliau padanya.

"Lahir" dari wakaf

Masjid Nabawi merupakan satu contoh tentang berdayanya wakaf. Amalan ini terbukti mampu menghidupkan masjid yang tak sekadar tempat ibadah, melainkan juga pusat kegiatan dan peradaban masyarakat madani. Bahkan, kebermanfaatannya langeng ribuan tahun lamanya sampai kini.

Pembangunan Masjid Nabawi dimulai pada bulan Rabiul Awal tahun pertama hijriah atau September 622 Masehi. Keberadaan Masjid Nabawi merupakan tonggak awal peneguhan negara Islam pertama. Rasulullah SAW bermaksud menjadikan masjid ini sebagai pusat peradaban baru yang didasarkan pada Wahyu Illahi.

 
Keberadaan Masjid Nabawi merupakan tonggak awal peneguhan negara Islam pertama.
 
 

Untuk itu, semangat gotong royong menjadi tenaga pendorong. Kisahnya bermula sejak Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar ash-Shidiq tiba dari Mekkah di Madinah. Betapa lega dan gembiranya masyarakat Muslim kota ini menyambut pemimpin mereka itu. Betapa leganya mereka bahwa beliau dan sahabatnya selamat usai melakukan perjalanan yang sangat berbahaya karena sembari diburu musuh-musuh Allah.

Begitu sampai, berbondong-bondong warga Madinah menawarkan rumahnya untuk menjadi tempat tinggal Rasulullah SAW. Demi memberi keputusan yang adil. Rasulullah SAW membiarkan untanya berjalan tanpa tuntunan.

Hewan itu berhenti di sebidang lahan. Di sanalah Rasulullah SAW memutuskan lokasi pendirian masjid dan tempat tinggalnya sendiri selama di Madinah.

Lahan itu ternyata milik dua orang anak yatim yang diasuh Asas bin Zararah, yakni Suhail dan Sahl. Rasulullah SAW meminta kerelaan keduanya agar mau menjual tanah tersebut. Adapun mereka lebih suka mewakafkannya kepada Rasulullah SAW.

 
Hewan itu berhenti di sebidang lahan. Di sanalah Rasulullah SAW memutuskan lokasi pendirian masjid dan tempat tinggalnya sendiri selama di Madinah.
 
 

Namun, Rasulullah SAW merasa enggan dan lebih memilih untuk membelinya dari mereka. Keduanya pun setuju. Lahan itu terjual kepada Rasulullah SAW dengan harga 10 dinar.

Dalam proses pembangunannya mula-mula, sejumlah makam dan kebun kurma yang berada di lahan ini dipindahkan ke lokasi yang berbeda. Dengan begitu, lahan wakaf Rasulullah SAW ini benar-benar siap sebagai lokasi pendirian masjid.

Tangan Rasulullah SAW sendiri yang meletakkan batu pertama fondasi Masjid Nabawi. Beliau mendekapkan batu besar itu di dadanya untuk kemudian meletakkannya di atas lahan tersebut.

Sejumlah sahabat hendak mencegah agar Rasulullah SAW tidak perlu berlelah-lelah. Namun, beliau dengan sopan mencegah mereka. Inilah teladan kepemimpinan gotong royong, bukan bermental penguasa yang tahu serba beres.

 
Tangan Rasulullah SAW sendiri yang meletakkan batu pertama fondasi Masjid Nabawi. Beliau mendekapkan batu besar itu di dadanya untuk kemudian meletakkannya di atas lahan tersebut.
 
 

Perlu waktu sekitar 12 hari untuk membangun Masjid Nabawi. Bentuknya amat sederhana, tidak semegah kini. Kala itu, luas bangunan masjid ini sekira 35x30 meter persegi, dengan tinggi sekira 17 hasta.

Atapnya terbuat dari pelepah daun kurma yang telah dijemur. Dindingnya merupakan lempung tanah dan batu-batu yang disusun rata. Ada tiga pintu masuk untuk para jamaah masuk ke masjid yang bersisian dengan kediaman Rasulullah SAW ini.

Pintu pertama bernama Bab ar-Rahmah yang terletak di sisi timur dan menghubungkan bagian dalam masjid dengan kediaman Rasulullah SAW. Pintu kedua, Bab Jibril, terletak di sisi barat. Dinamakan demikian untuk menghormati malaikat Jibril, meskipun pintu ini kerap disebut Bab as-Salam juga.

Pintu ketiga mengarah ke kiblat (pertama), yakni Masjid al-Aqsha. Pintu tersebut kemudian ditutup seiring dengan perintah Allah mengenai pergantian kiblat shalat kaum Muslim ke Ka’bah, Masjidil Haram, Makkah.

Di sebelah satu dinding luar Masjid Nabawi juga menjadi ruangan bagi orang-orang Muhajirin yang tidak memiliki tempat tinggal. Masjid Nabawi mengalami perluasan pada tahun ketujuh sesudah hijrah.

Rasulullah SAW memerintahkan renovasi masjid tersebut pada sisi timur, barat, dan utaranya. Setelah itu, luas Masjid Nabawi mencapai 2.475 meter persegi.

Dalam catatan buku Ensiklopedi Islam, luas tersebut masih bertahan hingga masa kekhilafahan Abu Bakar ash-Shidiq. Perubahan terjadi pada tahun ke-17 hijriyah, ketika Khalifah Umar bin Khaththab memerintah.

Masjid Nabawi lalu diperlebar pada sisi selatan, barat, dan utara. Luasnya menjadi 140x120 hasta persegi. Ada penambahan pintu-pintu antara lain Bab an-Nisa’ yang diperuntukkan bagi jamaah perempuan.

Perluasan dan perbaikan Masjid Nabawi sejak masa kehidupan Rasulullah SAW sampai periode-periode berikutnya berlangsung dalam semangat wakaf, baik itu soal penyediaan bahan bangunannya maupun tenaga pembangunnya.

Teladan Berlomba-lomba Mengamalkan Wakaf

Wakaf turut menjadi penyangga tumbuhnya peradaban Islam.

SELENGKAPNYA

Syekh Matwali asy-Sya'rawi, Pemimpin Para Dai

Guru Syekh Yusuf al-Qaradhawi ini masyhur akan keilmuan dan kedermawanannya.

SELENGKAPNYA

Sang Pahlawan Muslim Aljazair

Abdul Qadir bin Muhyiddin al-Hasani adalah pahlawan Aljazair yang disegani kawan maupun lawan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya