ILUSTRASI Para sahabat Rasulullah SAW menunjukkan keteladanan dalam melakukan wakaf. | DOK WIKIPEDIA

Dunia Islam

Teladan Berlomba-lomba Mengamalkan Wakaf

Wakaf turut menjadi penyangga tumbuhnya peradaban Islam.

Agama Islam mengajarkan amalan wakaf. Secara definisi, pengertian ibadah ini adalah menyedekahkan harta untuk kepentingan umat Islam.

Harta wakaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual, dan tidak boleh pula diwariskan. Sebab, wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta seorang Mukmin menjadi milik Allah SWT atas nama kaum Muslimin.

Nabi Muhammad SAW menjelaskan perihal ibadah ini sebagai berpahala tak putus-putus. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak saleh yang mendoakannya.”

Keberadaan wakaf menjadi satu penyangga keberlangsungan sosial dalam peradaban Islam. Dalam sejarahnya, Rasulullah SAW mensyariatkan wakaf setelah peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah. Para sejarawan cenderung berbeda pendapat mengenai siapa yang pertama kali berwakaf.

Satu argumen menyebut bahwa Nabi SAW merupakan pewakaf yang mula-mula. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Umar bin Syabah dari Amr bin Sa’ad bin Mu’ad yang berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam. Kaum Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan kaum Anshar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.”

Sejarah mencatat, Rasulullah SAW pernah mewakafkan sebidang tanah miliknya untuk dibangun masjid. Pada tahun ketiga hijriah, Rasulullah SAW juga pernah mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah.

 
Sejarah mencatat, Rasulullah SAW pernah mewakafkan sebidang tanah miliknya untuk dibangun masjid.
 
 

Sementara itu, argumen yang lain menyatakan, Umar bin Khaththab sebagai pewakaf pertama. Ini bersandar pada hadis riwayat Ibnu Umar. Hadis yang cukup panjang itu memaparkan, Umar mewakafkan tanah miliknya di Khaibar setelah meminta saran dari Rasulullah SAW.

Para sahabat Nabi SAW gemar membudayakan wakaf. Abu Thalhah mewakafkan kebun kurmanya. Abu Bakar ash-Shiddiq juga mewakafkan tanah miliknya yang di atasnya berdiri rumah penginapan bagi keluarganya bila berkunjung ke Mekkah.

Seperti Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan juga mewakafkan tanahnya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib memilih mewakafkan tanahnya daripada menyimpannya sebagai aset yang stagnan.

Mu’adz bin Jabal mewakafkan rumah kesayangannya, Darul Anshar, untuk kepentingan sosial umat Islam. Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam, dan istri Rasulullah SAW ‘Aisyah juga berturut-turut mewakafkan hartanya. Wakaf masih menjadi tren sosial di masa setelah Khulafaur Rasyidin.

Dalam era Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, banyak orang berwakaf bukan hanya untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan juga memberdayakan modal-modal sosial untuk pendidikan.

“Antusiasme masyarakat (zaman dua dinasti itu) kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial,” demikian petikan buku Panduan Wakaf terbitan Kemenag RI.

Seorang hakim asal Mesir, Taubah bin Ghar al-Hadhramiy, tercatat sejarah karena mengusulkan pertama kali pendirian lembaga pengelola wakaf di zaman Dinasti Umayyah. Lembaga ini berada di bawah pengawasan dewan kehakiman negara.

Sejak saat itu, administrasi wakaf tercatat secara resmi. Al-Hadhramiy kemudian mendirikan lembaga amil wakaf di Basrah, Irak.

Berikutnya, pada zaman Dinasti Abbasiyah, ada lembaga pengelola wakaf bernama Shadr al-Wuquuf. Apa-apa kekurangan kelembagaan di zaman Umayyah mendapatkan penyempurnaannya pada era tersebut. Di antaranya adalah sistem penggajian para staf pengelola wakaf.

 
Zaman keemasan Islam menyuburkan praktik-praktik wakaf.
 
 

Zaman keemasan Islam menyuburkan praktik-praktik wakaf. Pada masa Dinasti al-Ayyubiyah, Mesir, hampir semua tanah pertanian merupakan tanah wakaf yang dikelola negara. Sultan Shalahuddin al-Ayyubi pernah memerintahkan wakaf sejumlah kawasan tanah negara kepada inisiatif-inisiatif masyarakat.

Selain itu, al-Ayyubi juga mewakafkan lahan milik negara untuk pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Misalnya, madrasah di samping kompleks makam Imam Syafii yang berdiri di atas lahan bekas kebun. Melalui wakaf, penguasa memberdayakan harta negara untuk menjadi modal pengembangan masyarakat.

Pada masa Kesultanan Mamluk, ada pula wakaf budak belian untuk merawat lembaga-lembaga agama, semisal masjid atau madrasah. Sultan Sulaiman Basya merupakan yang pertama kali mempraktikkannya setelah penaklukan Mesir.

Jalannya praktik wakaf juga berkaitan dengan politik kenegaraan. Misalnya, ketika Raja Shalih bin al-Nasir mewakafkan hartanya untuk sarana di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Termasuk di antaranya biaya pergantian kain kiswah yang menyelimuti Ka’bah dan kain penutup kuburan Nabi Muhammad SAW serta mimbar Masjid Nabawi setiap tahun.

Di masa Mamluk pula undang-undang wakaf mulai disahkan. Dengan begitu, wakaf telah menjadi penyangga ekonomi nasional yang cukup penting.

Syekh Matwali asy-Sya'rawi, Pemimpin Para Dai

Guru Syekh Yusuf al-Qaradhawi ini masyhur akan keilmuan dan kedermawanannya.

SELENGKAPNYA

Pesantren Tahfidz Tuna Netra di Bandung

27 santri tuna netra mengikuti pesantren tahfidz Alquran.

SELENGKAPNYA

Sang Pahlawan Muslim Aljazair

Abdul Qadir bin Muhyiddin al-Hasani adalah pahlawan Aljazair yang disegani kawan maupun lawan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya