
Mujadid
Syekh Matwali asy-Sya'rawi, Pemimpin Para Dai
Guru Syekh Yusuf al-Qaradhawi ini masyhur akan keilmuan dan kedermawanannya.
Mesir terus mencetak alim ulama dengan reputasi dunia. Dalam sejarah Negeri Piramida, sejumlah nama besar terus dikenang hingga kini. Salah seorang di antaranya adalah Syekh Muhammad Matwali asy-Sya'rawi.
Pengaruhnya cukup terasa, khususnya pada paruh kedua abad ke-20 Masehi. Jangkauan dakwah dai kelahiran Provinsi ad-Daqahliyah, Mesir, ini melintas banyak kalangan. Karena itu, dirinya diterima banyak pihak.
Sejak berusia 11 tahun, Syekh Muhammad Matwali asy-Sya'rawi telah lancar menghafalkan Alquran.
Sejak berusia 11 tahun, Syekh Muhammad Matwali asy-Sya'rawi telah lancar menghafalkan Alquran. Perjalanan hayatnya sebagai seorang mubaligh pun berlangsung mulus. Pada masa dewasanya, orang-orang menggelarinya sebagai Imam ad-Du’at atau “pemimpin para dai.”
Keturunan Ali bin Abi Thalib ini pun sempat berkiprah di pemerintahan. Dalam satu periode sejak November 1976, ia menerima amanah sebagai menteri wakaf. Kepergiannya ke rahmatullah pada 1998 menyisakan duka di tengah publik umumnya.
Profil tokoh
Syekh Muhammad Matwali asy-Sya'rawi mula-mula menempuh pendidikan dasar di Madrasah al-Azhar, Kota Zaqaziq, hingga lulus pada 1923. Asy-Sya'rawi muda lalu melanjutkan rihlahnya ke SMP di tempat yang sama.
Mata pelajaran kegemarannya adalah bahasa dan sastra Arab. Bahkan, ia sempat terpilih menjadi ketua perhimpunan sastrawan di kota tempatnya belajar. Agaknya, ketertarikannya pada dunia literasi membuatnya piawai dalam menyampaikan dakwah dengan pena.
Begitu lulus dari pendidikan menengah, asy-Sya'rawi awalnya ingin menekuni dunia pertanian, alih-alih akademis. Keinginannya ini rupanya dipengaruhi oleh pelbagai fenomena yang dilihatnya selama di Zaqaziq.
Asy-Sya'rawi tidak sendirian menempuh SD hingga SMA di kota tersebut. Ia cukup sering berinteraksi dengan beberapa saudaranya yang berprofesi petani, sebagaimana orang tuanya sendiri.
Bagaimanapun, ayah dan bunda asy-Sya'rawi kurang berkenan. Atas dorongan keduanya, pemuda yang saleh itu pun mendaftarkan diri ke Departemen Bahasa Arab, Universitas al-Azhar, Kairo, pada 1937.
Ternyata, ia berhasil menembus kampus tersebut dengan nilai yang memuaskan. Tiga tahun lamanya asy-Sya'rawi menimba ilmu di institusi yang terhormat itu. Selama menjalani status sebagai mahasiswa, ia juga ikut dalam pergerakan antikolonial dan diskusi-diskusi politik yang diadakan koleganya.
Selama menjalani status sebagai mahasiswa Universitas al-Azhar, asy-Sya'rawi juga ikut dalam pergerakan antikolonial dan diskusi-diskusi politik yang diadakan koleganya.
Konteks Mesir pada dasawarsa 1930-an cukup hangat soal kedaulatan nasional. Khususnya dalam merespons kepentingan-kepentingan Barat—yang direpresentasikan Britania Raya. Hingga tahun 1952, negeri berpenduduk mayoritas Muslim itu termasuk wilayah protektorat Inggris.
Asy-Sya'rawi mendapatkan gelar sarjana dari Universitas al-Azhar pada 1941. Setelah itu, dia menempuh pendidikan master tiga tahun lamanya. Akhirnya, dia berhak memeroleh sertifikat izin mengajar.
Sebagai guru, asy-Sya'rawi mengamalkan ilmunya di tiga kota, Thanta, Zaqaziq, dan Iskandariah. Pada 1950, dia berkesempatan hijrah ke Universitas Ummul Quraa, Makkah, Arab Saudi. Sepuluh tahun lamanya dia mengajar di sana.
Pada 1960, Institut Tanta Azhary mendaulatnya sebagai direktur. Baru satu tahun bekerja, pemerintah Mesir memanggilnya untuk menjalani tugas sebagai inspektur bidang peningkatan pengetahuan pada Kementerian Wakaf. Waktu itu, hubungan bilateral Mesir dengan Arab Saudi sedang memburuk.
Pada 1963, asy-Sya'rawi kembali ke dunia kampus dengan menduduki jabatan direktur pada kantor Rektor Universitas al-Azhar, Syekh Husain Ma’mun. Namanya mulai dikenal sebagai salah satu akademisi andal.
Dalam kapasitas demikian, pihak kampus tersebut mengutusnya sebagai duta ke Aljazair. Tujuh tahun lamanya asy-Sya'rawi tinggal di negara tersebut. Saat menetap di Aljazair, Perang Enam Hari pecah antara negara-negara Arab dan Israel.
Asy-Sya'rawi mengkritik tajam kekalahan aliansi Arab dalam Perang Enam Hari antara negara-negara Arab dan Israel.
Asy-Sya'rawi mengkritik tajam kekalahan aliansi Arab dalam palagan itu. Menurutnya, Mesir harus terlebih dahulu membersihkan negerinya dari anasir-anasir komunisme serta, pada saat yang sama, menjalankan praktik-praktik islami di pemerintahan.
Sementara itu, hubungan bilateral antara Mesir dan Saudi pasca-Perang Enam Hari kian membaik. Asy-Sya'rawi pun diperkenankan kembali mengajar di negeri kelahiran Rasulullah SAW itu. Kali ini, Universitas King Abdul Aziz menjadi tempatnya berkiprah.
Saat pemerintahan Mesir dipimpin perdana menteri Mamduh Salim, asy-Sya’rawi diminta untuk menjabat menteri negara urusan wakaf. Kementerian ini juga berfungsi memelihara kelangsungan al-Azhar. Ia menjadi menteri hingga Oktober 1978.
Salah satu 'warisan' kiprahnya di pemerintahan adalah cikal bakal berdirinya bank syariah pertama di Mesir pada 1979, Faisal Islamic Bank. Pasca-menjadi menteri, asy-Sya'rawi melanjutkan pekerjaannya sebagai profesor pada Universitas King Abdul Aziz hingga 1981.
Salah satu 'warisan' kiprahnya di pemerintahan adalah cikal bakal berdirinya bank syariah pertama di Mesir pada 1979, Faisal Islamic Bank.
Karya-karya
Syekh Muhammad Matwali asy-Sya'rawi sangat produktif menulis. Karya-karyanya mengenai tafsir Alquran antara lain, Isra dan Mi'raj, Rahasia di Balik Asma ul-Husna, Islam dan Pemikiran Modern, Islam dan Perempuan, Shalat dan Rukun Islam, Jalan Ketakwaan, dan Keajaiban Alquran.
Selain itu, ada puluhan buah penanya yang membahas seputar fiqih, etika kehidupan sosial, serta sejarah Nabi Muhammad SAW. Gaya kepenulisan guru Syekh Yusuf al-Qaradhawi ini begitu sastrawi. Penuturannya lugas, tetapi mendalam untuk membahas persoalan-persoalan aktual kaum Muslimin.
Ia menunjukkan teladan kesederhanaan selama di lingkungan pemerintahan maupun kampus-kampus. Jarang sekali sang syekh mengenakan pakaian resmi. Dirinya cenderung bersahaja dalam berbusana, dengan baju gamis dan peci putih, alih-alih jubah.
Kedermawanannya pun sangat harum. Ia sering memberikan uangnya dalam jumlah besar untuk para murid atau penghafal Alquran yang sedang menempuh studi di kampus-kampus.
Kedermawanannya pun sangat harum. Ia sering memberikan uangnya dalam jumlah besar untuk para murid atau penghafal Alquran yang sedang menempuh studi di kampus-kampus. Sang syekh pun gemar mewakafkan royalti atas karya-karyanya demi kepentingan umat.
Sang pejuang wafat pada 17 Juni 1998. Lautan manusia mengiringi pemakamannya. Sebuah media menyebut, satu juta orang memenuhi jalan-jalan di Kota Kairo pada hari duka itu demi menshalati dan mengantarkan jenazahnya ke tempat peristirahatan terakhir.
Sang Pahlawan Muslim Aljazair
Abdul Qadir bin Muhyiddin al-Hasani adalah pahlawan Aljazair yang disegani kawan maupun lawan.
SELENGKAPNYAPahlawan Muslim di Pembebasan Kota Tutsar
Majzaah dikenang sebagai salah seorang pahlawan Muslim dalam penaklukan Persia.
SELENGKAPNYA