Ketua Komite TPPU Mahfud MD bersiap mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). | Republika/Prayogi.

Kabar Utama

Mahfud: 491 ASN Kemenkeu Terlibat Transaksi Mencurigakan

Mahfud memaparkan data yang menyangkal keterangan Sri Mulyani.

JAKARTA -- Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD akhirnya memenuhi janjinya menyampaikan secara terperinci transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR yang semarak, Mahfud yang juga menjabat menko polhukam itu menyampaikan data yang berbeda dari Menkeu Sri Mulyani.

Di hadapan anggota dewan, Mahfud membagi tiga kelompok terhadap laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun. Pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu.

Nilai transaksi di kategori pertama itu adalah sebesar Rp 35.548.999.231.280. Transaksi tersebut melibatkan 461 entitas dari aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu, 11 entitas dari ASN kementerian/lembaga lain, dan 294 entitas berasal dari non-ASN.

photo
Ketua Komite TPPU Mahfud MD bersiap mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). - (Republika/Prayogi.)

"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI hanya Rp 3 triliun, yang benar Rp 35 triliun," ujar Mahfud dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), Rabu (29/3).

Kategori kedua adalah transaksi keuangan yang mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pegawai lain. Nilai transaksi di kategori tersebut sebesar Rp 53.821.874.839.402 triliun. Nilai transaksi tersebut melibatkan 30 entitas dari ASN Kemenkeu. Selanjutnya dua ASN dari kementerian/lembaga lain dan 54 non-ASN.

Kategori terakhir adalah transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu. Nilai transaksinya sebesar Rp 260.503.313.306. Nilai tersebut hanya melibatkan 222 entitas dari non-ASN. "Sehingga jumlahnya sebesar 349 triliun, fix," ujar Mahfud.

Dari data yang disampaikan Mahfud itu, total melibatkan 1.074 entitas. Dari 1.074 entitas tersebut, 491 di antaranya merupakan ASN Kemenkeu. Ia melanjutkan, data tersebut merupakan agregat dugaan TPPU dari 2009 sampai 2023.

Mahfud MD juga mengungkapkan adanya kekeliruan dari penjelasan Sri Mulyani. Kekeliruannya tersebut terjadi karena tak diberikannya laporan dugaan TPPU dari PPATK pada 2017.

"Laporan itu diberikan tahun 2017, oleh PPATK, bukan tahun 2020. Tahun 2017 diberikan tidak pakai surat, tapi diserahkan oleh Ketua PPATK langsung kepada Kementerian Keuangan yang diwakili dirjen bea cukai, irjen Kementerian Keuangan, dan dua orang lainnya," ujar Mahfud.

photo
Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). - (Republika/Prayogi.)

Pada 2017, PPATK sengaja tak memberikan laporannya memakai surat karena sensitifnya data tersebut. Namun, laporan dugaan tindak pidana pencucian uang itu tak sampai ke tangan Sri Mulyani. "Dua tahun ndak muncul, tahun 2020 dikirim lagi, ndak sampai ke Bu Sri Mulyani, sehingga bertanya ketika kami kasih itu dan yang dijelaskan yang salah," ujar Mahfud.

Salah satu kesalahan Sri adalah saat menyampaikan kepada Komisi XI DPR mengenai nilai transaksi Rp 3,3 triliun yang merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu. Sri menjelaskan, nilai itu termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 2009-2023 yang telah ditindaklanjuti.

"Kesimpulan saya, Bu Sri Mulyani tidak punya akses terhadap laporan-laporan ini sehingga keterangan yang terakhir pun di Komisi XI itu jauh dari fakta, karena bukan dia nipu. Dia diberi data itu, data pajak, data bea cukai, tadi penyelundupan emas itu," ujar Mahfud. "Ya tidak tahu siapa yang bohong, tapi itu faktanya."

photo
Beda Data Mahfud dan Sri Mulyani - (Republika)

Sri Mulyani sedianya juga diundang untuk menghadiri rapat kemarin. Kendati demikian, ia diketahui sedang berada di Bali mewakili negara dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Asia Tenggara. Hal itu membuat sidang riuh oleh interupsi yang dilayangkan anggota Komisi III yang menuntut kehadiran Menkeu.

Wakil Ketua DPR Komisi Hukum Adies Kadir menjelaskan, Komisi III bakal meninjau kemungkinan untuk kembali memanggil Menkeu pada masa datang. “Manakala dibutuhkan kehadiran Ibu Sri Mulyani, kita bisa laksanakan rapat lengkap kembali. Ini yang penting hasil hari ini, apakah bisa terungkap semua atau belum. Kalau sudah, kita tidak perlu ulangi lagi,” kata dia.

Sedangkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang juga sekretaris Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Ivan Yustiavandana mengungkapkan, pihaknya menemukan indikasi transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 189 triliun pada periode 2014-2016 di lingkungan Kemenkeu.

Setelah itu, PPATK kembali menemukan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 180 triliun pada periode 2017-2019. Dari situ, PPATK melakukan analisis dan menemukan pola transaksi lewat perubahan identitas.

photo
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Sekaligus menko polhukam Mahfud MD saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). - (Republika/Prayogi.)

"Subjek terlapor tadi melakukan pola transaksi dengan pengubahan entitas, tadinya dia aktif di satu daerah, kemudian dia pindah ke tempat lain. Tadinya menggunakan nama tertentu kemudian menggunakan nama lain," ujar Ivan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3).

Dari perubahan identitas tersebut, PPATK menyadari bahwa oknum tersebut sadar adanya pemeriksaan yang dilakukan pihaknya.

Selain itu, ia juga mengungkapkan adanya perusahaan cangkang dalam dugaan tindak pidana pencucian uang di Kemenkeu. Menurutnya, terdapat satu oknum yang diduga memiliki lima hingga delapan perusahaan cangkang yang dijadikan sebagai alat pencucian uang.

"Dalam daftar listnya itu selain oknum, kami sampaikan juga banyak perusahaan. Misalnya oknumnya satu, tapi perusahaannya lima, tujuh, delapan, dan seterusnya " ujar Ivan.

Laporan terkait dugaan perusahaan cangkang itu merupakan salah satu data terkait transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kementerian Keuangan. Di mana nilai transaksinya sebesar Rp 35.548.999.231.280.

Transaksi tersebut melibatkan 461 entitas dari aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu, 11 entitas dari ASN kementerian/lembaga lain, dan 294 entitas berasal dari non-ASN.

"Karena modus pelaku TPPU itu kan selalu kita bicara, TPPU kan bicara proxy crime, orang yang melakukan tindak pidana selalu melakukan tangan orang lain, bukan diri dia sendiri," ujar Ivan.

Sri Mulyani sebelumnya  memberikan klarifikasi kepada Komisi XI DPR terkait adanya dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun. Ia mengatakan, pada kenyataannya sebanyak 300 surat senilai Rp 349 triliun merupakan surat pertama yang dirinya terima karena berisi kompilasi transaksi sejak 2009-2022.

photo
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023). - (Republika/Prayogi.)

“Terkait tupoksi pegawai Kemenkeu, ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun, bahkan Rp 22 triliun ini sebanyak Rp 18,7 triliun menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungan dengan Kemenkeu,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (27/3).

Menurut dia, laporan senilai Rp 18,7 triliun menyangkut korporasi yang diduga menyangkut pegawai Kementerian Keuangan, setelah diselidiki, sama sekali tidak terafiliasi dengan pegawai Kementerian Keuangan. Sri Mulyani menyebut salah satu contoh dari transaksi Rp 18,7 triliun, itu pada dasarnya berasal dari audit investigasi yang Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan lakukan terhadap pegawai Kementerian Keuangan.

“Irjen meminta informasi transaksi dari PPATK menyangkut transaksi perusahaan dengan nilai debit kredit perusahaan, katakanlah PT A, jumlahnya Rp 11,38 triliun,” ucapnya.

Hasilnya, ternyata tidak ada aliran dana dari Rp 11,38 triliun ke pegawai yang sedang diinvestigasi, maupun ke keluarganya. Sri Mulyani pun menegaskan transaksi ini merupakan permintaan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, bukan transaksi mencurigakan.

“Rp 11,38 triliun dibayangkan ada aliran dana mencurigakan padahal ini adalah permintaan dari Itjen, dan ternyata tidak ada afiliasi dengan pegawai Kemenkeu,” ucapnya.

Dalam penjelasannya, ternyata dari 300 surat juga sebanyak 100 surat yang merujuk ke aparat penegak hukum (APH) lain senilai Rp 74 triliun, bukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ataupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

“Rp 253 triliun yang ditulis dalam 65 surat adalah data dari transaksi debit kredit operasional perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, ada hubungannya dengan fungsi pajak dan bea cukai,” ucapnya.

photo
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023). - (Republika/Prayogi.)

Kompilasi surat selama 15 tahun tersebut artinya hanya Rp 3,3 triliun yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan. Sri Mulyani menyebut surat-surat tersebut pun merupakan permintaan dari pihak Kementerian Keuangan kepada PPATK yang keperluan profiling risk pegawai.

“Yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu Rp 3,3 triliun, ini 2009-2023. Lima belas tahun seluruh transaksi dari debit kredit yang inquiry, termasuk penghasilan resmi, transaksi keluarga, jual beli aset, itu Rp 3,3 triliun,” ucapnya.

Menurut dia, transaksi tersebut pula dalam rangka Kementerian Keuangan melakukan fit and proper pegawai sehingga membutuhkan analisis dari PPATK. “Kami sedang melakukan fit and proper, tolong minta data X, maka kami dapat transaksi pegawai itu, jadi tidak ada hubungannya dalam rangka pidana atau apa, profiling risk pegawai,” ucapnya.

Sri Mulyani mengaku awalnya kaget mendengar kabar tersebut. Sebab, ia belum menerima laporan langsung dari PPATK tentang transaksi mencurigakan tersebut.

photo
Menkeu Sri Mulyani dan Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). - (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Kala itu, informasi transaksi mencurigakan ramai di media massa karena Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Indonesia Mahfud MD menyampaikan melalui media sosial bahwa ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun.

“Tanggal 8 Maret, Pak Mahfud menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan Rp 300 triliun. Kami kaget karena mendengarnya dalam bentuk berita di media. Kami cek kepada Pak Ivan (Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Rde), tidak ada surat tanggal 8 Maret ke Kemenkeu,” ucapnya.

Menurut dia, pihaknya baru menerima surat dari PPATK keesokan harinya, yakni pada 9 Maret 2023 dengan nomor surat SR/2748/AT.01.01/III 2023 tertanggal 7 Maret. “Surat baru kami terima by hand tanggal 9 Maret. Tanggal 8 sehari sebelumnya sudah disampaikan ke publik yang kami belum terima,” ucapnya.

Selain itu, Sri Mulyani mengakui, saat menerima surat dari PPATK, tidak ada nominal angka di dalamnya. Dia juga menyebut baru pertama kali menerima sebanyak 196 surat dengan 36 halaman lampiran sehingga karena tidak ada pernyataan angka di dalam surat tersebut, pihaknya juga merasa kesulitan untuk berkomentar atau melakukan klarifikasi.

Ramadhan dan Alquran

Ramadhan dideklarasikan oleh Allah SWT sebagai bulan Alquran.

SELENGKAPNYA

FIFA Batalkan Piala Dunia di Indonesia, Sanksi Menanti?

Pembatalan menimbulkan kekecewaan mendalam para pemain Timnas U-20.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya