
Liputan Khusus
Ikhtiar Indonesia Mencegah Perang Irak
Pada awal 2003, marak aksi menentang serangan AS ke Irak.
Dengan menggendong bocah lelakinya, pria bersorban itu menyerahkan sepucuk surat berlumur "darah" kepada staf Kedubes AS di Jakarta. Surat itu ditujukan kepada "Mr George W Bush, The President of United State of America".
"Tolong cegah, jangan sampai bencana kemanusiaan itu terjadi," kata pria yang tak lain adalah KH Abdullah Gymnastiar di halaman kedubes itu kepada staf politik John Rath dan konsuler Greta N Morris, saat itu.
Hanya itu yang dikatakannya. Setelah itu, dia pun berlalu untuk kembali kepada jamaah yang ditinggalkannya di pelataran Monumen Nasional (Monas).
Sebagian besar jamaahnya tetap dalam posisi terkapar "tertembak" peluru dan mortir peperangan. Massa ini sebelumnya adalah jamaah Silaturahmi Hijriyah yang digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta.
Setelah acara usai sekitar pukul 16.00 WIB, Aa Gym memimpin ribuan orang itu "hijrah" ke Monas. Kala itu mereka “bersilaturahmi” untuk menentang rencana invasi Amerika ke Irak.
Di tempat ini Aa Gym memberi komando dengan sirine. Sayup-sayup terdengar bunyi dentuman mortir dan tembakan, dari sebuah rekaman kaset. Belasan ribu orang, pria, wanita, tua, muda, serentak terkapar bergelimpangan.
"Mayat-mayat seperti inilah yang bakal terjadi, jika sekiranya bom itu benar-benar dihujamkan ke Irak kelak. Karena itu, harus ada upaya dari berbagai pihak agar perang tidak terjadi," tegas Aa Gym melalui pengeras suara.
Lalu suasana menjadi senyap. Sesaat kemudian, dia membaca doa untuk keselamatan umat manusia terutama yang kini berada di Irak dari ancaman bencana peperangan. "Ya Allah, jauhkan kami dari malapetaka yang bisa menghancurkan peradaban umat manusia ini. Lindungilah kami dari rencana jahat yang bisa merampas hak hidup kami di muka bumi yang kami cintai ini," ratapnya berdoa.
Suasana sempat hening. Pada saat itulah Aa Gym meninggalkan mereka. Tiba-tiba saja, jas putih yang sebelumnya bersih berlumur cairan warna darah.
Bocah yang tak lain anaknya, Muhammad Ghazi Al Ghozali (3 tahun), pun terciprat darah itu. Namun tak semua jamaahnya mengerti rencana Aa Gym tersebut.
Puluhan orang sempat mengejarnya ke arah kedubes. Pimpinan Ponpes Daarut Tauhid ini melarang mereka mengikuti dan meminta mereka membiarkannya pergi sendiri.
"Mereka berjanji akan menyampaikan surat tersebut kepada Bush," tutur Aa Gym. Setelah itu, aksi damai ini pun bubar.
Aksi yang dilakukan pada Maret 2003 tersebut hanya satu contoh dari aksi-aksi serupa di seantero negeri. Pemerintah Indonesia dan warganya paham kala itu soal bencana kemanusiaan yang bakal mendera Irak bila agresi militer AS dan sekutunya dijalankan.
Sejak Januari 2003, Menlu RI Hassan Wirajuda sudah mendesak penjelasan dari Kedubes AS dan Inggris di Indonesia untuk menjelaskan "apa rencana Inggris dan Amerika Serikat (AS) saat ini dan apa yang akan dilakukan AS pada Irak".
"Kami juga akan menanyakan apa bukti yang mereka pakai sebagai dasar tuduhan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal," lanjutnya.

Indonesia, kata Wirajuda, mendukung kehadiran tim inspeksi senjata PBB di Irak namun ia menekankan bahwa aksi sepihak itu sama sekali tak bisa diterima. "Segala keputusan harus dibuat oleh Dewan Keamanan PBB dan isu ini tak disalahartikan dengan penyingkiran satu rezim karena ini adalah sesuatu yang tak bisa diterima," tambahnya.
Menlu Hassan kala itu juga berkeliling regional menyamakan sikap. Tempat pertama yang disinggahinya adalah Singapura. Tak lama, ia terbang ke Malaysia bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad dan Menteri Luar Negeri Syed Hamid Albar di Kuala Lumpur.
Sebelum aksi Menlu RI tersebut, para tokoh agama di Indonesia telah dengan tegas menolak serangan Amerika ke Irak. Mereka juga berharap pemerintah bersikap sama. "Pemerintah hendaknya tegas menolak serangan Amerika Serikat ke Irak," kata Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, pada 5 Januari 2003.
Hasyim mengatakan sebagai aksi konkret penggalangan sikap penolakan agresi militer, maka para tokoh agama Indonesia pada beberapa pekan ke depan akan mencari dukungan internasional. Rencananya mereka segera pergi berkunjung ke Eropa dan Australia.
Dalam pernyataannya, mereka menegaskan bahwa bagaimanapun serangan ke Irak akan berdampak pada kehidupan sosial di berbagai tempat. Selain itu, Indonesia juga akan terkena imbasnya. "Termasuk di Indonesia. Serangan AS ke Irak juga bukan merupakan jalan keluar dari persoalan yang ada. Kalau hal itu tetap dilakukan akan terjadi kehancuran bagi banyak bangsa," kata Hasyim Muzadi.
Menurut Hasyim, pihaknya akan memimpin delegasi tokoh agama Indonesia. Delegasi pertama akan berkunjung ke Australia.
Delegasi kedua, dipimpin oleh Kardinal Julius Darmoatmojo. Tujuan kunjungan adalah ke Vatikan. "Sementara delegasi lainnya, yang dipimpin oleh Cak Nur (Nurcholish Madjid). Mereka berangkat ke Brussel," kata Hasyim.
Direncanakan delegasi pertama tokoh agama Indonesia itu memulai perjalanannya pada 9 hingga 17 Februari 2003. Kemudian disusul oleh delegasi selanjutnya.
Dalam lawatannya, para delegasi mengampanyekan antiperang AS-Irak. "Di Vatikan kita akan ajak kaum agamawan juga untuk menentang perang tersebut. Kabarnya, seluruh Keuskupan di Kanada, Jerman, dan AS menolak rencana penyerangan tersebut," kata Hasyim Muzadi.
Bulan Januari 2003 itu, puluhan organisasi masyarakat (ormas) dan lembaga Islam mengutuk sekeras-kerasnya bila Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya menyerang Irak. Mereka menilai serangan itu bertentangan dengan nilai-nilai keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia.

"Bila Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya menyerang Irak, maka itu adalah bukti nyata dari standar ganda Amerika Serikat yang pada sisi lain mendukung Israel dan terorisme negara atas negara lain (state terrorism)," kata Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Din Syamsuddin, kepada pers di Jakarta, Kamis (23/1/2003).
Memasuki Februari 2003, tuntutan agar Amerika Serikat menghentikan rencananya menyerang Irak semakin luas. KH Hasyim Muzadi, dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafi'i Ma'arif saat itu, menolak undangan Kongres AS untuk menghadiri acara "National Prayer Breakfast" yang akan diselenggarakan pada 4-7 Februari.
Di berbagai daerah, aksi-aksi yang diikuti ribuan orang digelar. Seperti di Solo, tempat di mana sekitar seribu umat Islam yang tergabung dalam Umat Islam Surakarta (UIS) melakukan aksi unjuk rasa menentang rencana agresi AS ke Irak. UIS merupakan gabungan dari puluhan elemen Islam yang ada di Kota Solo.
Ikatan Remaja dan Mahasiswa Masjid (Imajid) Jawa Barat juga mengirim surat pernyataan sikap ke Kedubes AS di Indonesia. Isi surat itu menolak rencana agresi atau serangan AS terhadap Irak. "Imajid menolak rencana operasi militer AS terhadap Irak. Oleh karena itu, surat kecaman ditujukan ke Kedubes AS di Jakarta," kata Sekretaris II Imajid Jabar, Andri Hermawan, di Bandung, Senin.

Penolakan itu juga dengan berbagai macam cara. Selain dengan aksi-aksi unjuk rasa, ada juga dengan penggalangan dana, ajakan menjadi sukarelawan, boikot barang-barang AS, serta seruan-seruan. Menurut Ketua PBNU KH Sholahuddin Wahid saat itu, semua aksi menentang agresi AS ke Irak itu memang diperlukan karena tindakan itu melanggar nurani dan kemanusiaan universal.
Alasan Presiden George W Bush bahwa tindakannya adalah untuk melucuti Irak dari senjata pemusnah massal, Sholahuddin menegaskan sebagai motif yang dibuat-buat. Sebab, lanjutnya, sampai kini Irak belum terbukti menyimpan persenjataan semacam itu.
"Alasan senjata pemusnah massal, itu bisa-bisanya Amerika saja agar ada dalih menyingkirkan Saddam, lalu dengan leluasa menguasai minyak Irak. Itu alasan utama AS menyerang Irak," ujar Wakil Ketua Komnas HAM ini.
Pimpinan Muslimat NU juga melakukan aksi pengumpulan sebanyak 500 ribu tanda tangan dari seluruh Indonesia untuk menolak serangan Amerika Serikat ke Irak. Saat target itu terpenuhi, tanda tangan akan dikirimkan ke Kantor Dewan Keamanan PBB Kofi Annan di Amerika.
"Aksi pengumpulan tanda tangan ini sebagai bukti kita sungguh-sungguh menolak agresi Amerika ke Irak. Karena penyerangan itu menimbulkan suasana meresahkan masyarakat di belahan dunia manapun," kata Ketua Umum Pucuk Pimpinan Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, di Jakarta kala itu.
Presiden tolak perang
Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pidato di Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (KTT GNB) juga menegaskan sikap Indonesia menolak invasi ke Irak. Indonesia mengajak GNB memaksimalkan upaya untuk mencapai penyelesaian masalah Irak secara damai.
"Dalam hal ini perlu saya kemukakan bahwa Indonesia dengan tegas menolak perang sebagai cara penyelesaian," kata Megawati yang berbicara pada urutan ke-17, setelah Pakistan, di Kuala Lumpur, Senin (24/2).

Rancangan resolusi KTT GNB Kuala Lumpur saat itu antara lain berisi penolakan tiga negara, yaitu Iran, Irak, dan Korea Utara, atas sebutan sebagai "poros kejahatan" oleh Washington. AS juga dikecam menggunakan alasan peperangan terhadap terorisme sebagai alasan untuk serangan militer terhadap Irak sekarang ini.
Dalam pidatonya, Megawati juga mengimbau Irak secara bersama, sebagai sahabat dan sesama anggota GNB, untuk mematuhi kewajibannya sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Semakin dekat ke tenggat penyerangan, umat beragama di Indonesia akan menggelar doa bagi Irak, dengan cara masing-masing. Nahdlatul Ulama (NU) mengadakan doa bersama pada 9 Maret 2003 di lapangan Kodam Brawijaya, Surabaya. Langkah serupa akan diikuti Muhammadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dan juga Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dengan cara masing-masing.
Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua PP Muhammadiyah Syafi'i Maarif, Pdt Nathan Setyabudi (PGI), Kardinal Julius Darmaatmadja (KWI), Biksu Supeno dari Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi), I Nyoman Suwandha (Persatuan Hindu Dharma), dan cendekiawan Muslim Nurcholis Madjid, seusai bertemu Menlu Hassan Wirajuda di Jakarta.
Hasyim Muzadi mengatakan satu juta anggota NU akan berkumpul di Lapangan Kodam Surabaya pada 9 Maret pukul 08.00 hingga 12.00 WIB dipimpin langsung Rais Aam NU KH Sahal Mahfudz. "Tujuannya untuk memohon doa bersama bagi perdamaian dunia, khususnya dari kemungkinan perang, sekaligus untuk menyelamatkan Indonesia dari kehancuran," katanya.

Sedangkan Buya Syafiii Ma'arif mengatakan PP Muhammadiyah juga mengadakan diskusi dan doa bagi perdamaian dunia dan keselamatan bangsa dari keretakan akibat perang pada 7-9 Maret 2003. "Kita sudah berusaha maksimal, kalau terjadi perang juga kita serahkan semuanya kepada Yang di Atas," katanya.
Pendeta Nathan Setyabudi mengatakan umat Kristen akan mengarahkan doa yang dilakukan di 420 kota di Indonesia. Sedangkan umat Katolik, kata Kardinal Julius Darmaatmadja, akan melakukan tirakatan bagi penyelesaian krisis tersebut.
Aksi unjuk rasa menentang serangan AS juga makin intens berlangsung di berbagai daerah menjelang pertengahan Maret 2003. Di Denpasar, Forum Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (FPMII) ramai-ramai membakar bendera AS dan Inggris. Pembakaran bendera kedua negara tersebut dilakukan para demonstran setelah gagal bertemu dengan pimpinan Konsulat AS di Denpasar.
Di Bandung, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam pusat komunikasi daerah lembaga dakwah kampus se-Bandung Raya dan Priangan Timur menggelar aksi turun ke jalan.
Di Solo, sekitar 20 ribu umat Islam dari berbagai elemen bersatu dalam sebuah barisan dan menggelar aksi damai. Aksi yang dikemas dalam bentuk pawai damai itu diikuti oleh seluruh elemen umat Islam dari mulai kanak-kanak, remaja, ibu-ibu, sampai lansia.
Dalam aksi kali ini, massa tidak meneriakkan yel-yel, bernyanyi, atau meneriakkan takbir. Pawai damai ini diformat dalam bentuk aksi diam. Seluruh peserta aksi tidak menyanyikan lagu-lagu, meneriakkan yel-yel atau bertakbir. "Sengaja kami men-setting aksi ini sebagai aksi diam agar pemerintah tahu bahwa kami sudah tidak punya kata-kata lagi," kata panitia aksi.

Sementara di PBB, Pemerintah Indonesia menentang rancangan resolusi pelucutan senjata kedua usulan AS yang akan diserahkan kepada Dewan Keamanan PBB. Alasannya, kata Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda, dasar rancangan resolusi itu karena Irak tidak mau memanfaatkan waktu yang diberikan untuk memusnahkan senjata-senjata kimia dan biologinya.
"Kita menolak, apalagi elemen rancangan resolusi kedua itu adalah menyimpulkan Irak telah diberikan waktu dan tidak melucuti diri sendiri," tandas Wirajuda kepada wartawan sebelum menemui Presiden Megawati Soekarnoputri, di Istana Negara, Jumat (7/3/2003).
Wirajuda mengingatkan AS bahwa sebagian besar anggota Dewan Keamanan telah menolak dengan tegas rencana serangan Amerika yang didukung beberapa sekutunya.
Meski pada akhirnya, penolakan yang ramai menguar di Tanah Air dan berbagai belahan dunia itu tak cukup membuat Presiden George W Bush menghentikan rencananya.
Pada 19 Maret 2003, pasukan AS masuk ke Irak melalui Kuwait. Serangan dilancarkan. 20 tahun setelah perang, setelah ratusan ribu nyawa hilang sia-sia, tak sekalipun terbukti bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal.
Yang terbukti tanpa bisa terbantahkan adalah yang disuarakan jutaan warga Indonesia sepanjang awal 2003 silam bahwa perang yang didasari dusta itu memicu tragedi tak terperi.
Siapkan Diri Berburu Maghfirah Ramadhan
Salah satu nama lain bulan Ramadhan adalah Syahrul Maghfirah atau bulan ampunannya Allah SWT.
SELENGKAPNYAMeninggal di Hari Jumat Terlindung dari Azab Kubur?
Permasalahan soal keutamaan orang yang wafat pada hari Jumat berkutat pada takhrij hadis dari Imam Tirmidzi
SELENGKAPNYAShuhaib bin Sinan, Sahabat Nabi yang Tegar
Shuhaib bin Sinan adalah seorang sahabat Nabi SAW yang berdialek Romawi.
SELENGKAPNYA