
Fatwa
Meninggal di Hari Jumat Terlindung dari Azab Kubur?
Permasalahan soal keutamaan orang yang wafat pada hari Jumat berkutat pada takhrij hadis dari Imam Tirmidzi
Kematian adalah rahasia. Tidak ada satu pun makhluk yang tahu kapan dan di mana dia akan mati. Yang pasti kita semua ingin wafat dalam keadaan khusnul khatimah. Ada anggapan di dalam masyarakat kita jika seseorang wafat pada hari Jumat meninggalnya dalam keadaan khusnul khatimah. Benarkah pemahaman demikian?
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah pernah ditanyakan hal tersebut. Majelis Tarjih mengawali penjelasan tentang hakikat hal-hal ghaib, termasuk keutamaan orang yang meninggal. Menanggapi permasalahan ghaib, argumentasi yang dipakai harus bersandarkan pada dalil-dalil yang datang dari Alquran dan sunah.
Demikian halnya dengan apakah seseorang yang wafat pada hari Jumat apakah termasuk wafat khusnul khatimah atau tidak.

Soal tersebut muncul dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam kitab sunannya. Diriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah seorang Muslim meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat kecuali Allah akan melindunginya dari azab kubur'."
Permasalahan soal keutamaan orang yang wafat pada hari Jumat memang banyak berkutat pada takhrij hadis dari Imam Tirmidzi di atas. Tidak ada dalil yang jelas soal ini yang berasal dari Alquran.
Tidaklah seorang Muslim meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat kecuali Allah akan melindunginya dari azab kubur.
Majelis Tarjih membedah bagaimana kandungan hadis yang menjadi sandaran keutamaan orang yang wafat pada hari Jumat tersebut. Para ulama disebut berbeda pendapat tentang status hadis tersebut.
Imam Tirmidzi sendiri yang meriwayatkan hadis ini dalam kitab Sunan at-Tirmidzi menilainya sebagai hadis gharib karena diriwayatkan oleh satu orang saja dan munqathi' karena sanadnya tidak bersambung.
Menurut Imam Tirmidzi, tokoh yang bernama Rabiah bin Saif dari generasi tabiut tabiin yang meriwayatkan hadis ini tidak pernah bertemu dengan sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin Ash sehingga ada satu perawi dari tingkatan tabiin yang hilang.

Status gharib yang diberikan oleh at-Tirmidzi ini kemudian diteruskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul-Bari.
Majelis Tarjih menambahkan, soal status munqathi (terputus perawinya) pada hadis ini, berdasarkan penelitian Majelis Tarjih ditemukan sesungguhnya Imam Tirmidzi dalam kitabnya yang lain, Nawadir al-Ushul, meriwayatkan hadis ini secara muttashil (bersambung).
Nama tokoh dari generasi tabiin yang bertemu dengan Rabiah bin Saif dan meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash yang sebelumnya hilang dalam Sunan at-Timidzi adalah Iyadh bin Aqabah al-Fihri dan Ali bin Ma'badh. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam al-Qurthubi dalam at-Tadzkirah dan Ibnul Qayyim dalam ar-Ruh. Keduanya membantah status munqathi untuk hadis ini.
Majelis Tarjih berpendapat, meski misal hadis ini selamat dari kategori dhaif karena terjawab soal ketersambungan perawi, masih ada masalah lain. Yakni pada kredibilitas perawinya.
Menurut Majelis Tarjih dalam rangkaian para perawi tersebut, Saif bin Rabi'ah adalah sosok yang bermasalah di kalangan ulama hadis. Imam Bukhari memberikan komentar bahwa padanya ada kemungkaran. Ibnu Hibban menyebutnya banyak berbuat salah dalam meriwayatkan hadis.
Terdapat hadis lain yang memiliki sedikit perbedaan redaksi. Hadis tersebut diriwayatkah oleh Imam Ahmad dalam Musnad.
Terdapat hadis lain yang memiliki sedikit perbedaan redaksi. Hadis tersebut diriwayatkah oleh Imam Ahmad dalam Musnad. Dalam riwayat tersebut dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat maka ia akan dilindungi dari fitnah kubur'."
Dalam riwayat lain dari periwayatan Abu Ya'la. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa meninggal pada hari Jumat maka ia akan dilindungi dari siksa kubur."
Kedua hadis pendukung tersebut menurut Majelis Tarjih juga berstatus dhaif. Dalam periwayatan Imam Ahmad ada nama Baqiyah bin Walid yang yang dikomentari oleh Ibnu Hajar bahwa hadis-hadisnya mungkar.
Sementara, dalam jalur Abu Ya'la ada sosok Yazid ar-Raqasyi yang disifati para ahli hadis sebagai orang yang selalu terobsesi dengan kalimat-kalimat yang baik, tapi sayang sekali tidak memiliki kemampuan membedakan mana yang hadis dan mana yang bukan hadis. Karena derajat keduanya dhaif, menurut Majelis Tarjih tidak bisa menaikkan derajat hadis dari Imam Tirmidzi.

Selain dari sanad, hadis soal keutamaan wafat pada hari Jumat juga dinilai ada kejanggalan dari sisi matan (isi). Kejanggalan tersebut karena ia bertentangan dengan sifat Allah yang Maha Adil. Masalah keterbebasan dari azab kubur bergantung dengan amal ibadah seorang hamba selama hidup di dunia, bukan pada waktu kapan ia meninggal.
Dalam Alquran banyak sekali ditekankan perintah agar memperbanyak amal saleh di dunia karena akan dipetik hasilnya di akhirat kelak. Jika ada orang yang semasa hidupnya adalah pelaku maksiat, lalu karena semata-mata ia meninggal pada hari Jumat dan berhak menerima pembebasan dari azab kubur, ia berarti telah menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan amalannya di dunia.
Sebaliknya, seorang hamba Allah yang saleh karena ia tidak meninggal pada hari Jumat ia tidak akan mendapatkan pengampunan dari azab kubur. Majelis Tarjih menarik kesimpulan karena dasar hukum dalam perkara ini lemah maka hadis tersebut tidak bisa menjadi hujjah.
Kedua hadis pendukung tersebut menurut Majelis Tarjih juga berstatus dhaif.MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH
Pendapat berbeda diungkapkan oleh ulama hadis Syekh Nasiruddin al-Albani. Menurut dia, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dan Imam Ahmad berstatus hasan.
Al-Mubarokfury dalam Syarh Sunan Turmudzi menerangkan maksud dari kandungan hadis di atas adalah Allah akan memberikan perlindungan baginya dari fintah kubur. Allah akan menjaga dia dari fitnah kubur, yang berupa pertanyaan dan azab kubur. Hadis ini bisa dimaknai mutlak tanpa batas atau terbatas. Namun, makna pertama yakni mutlak lebih tepat, mengingat karunia Allah yang sangat luas.
Terlepas dari perbedaan pendapat soal kedudukan hadis tersebut, hendaknya orang beriman lebih fokus pada memperbanyak ibadah sebagai bekal di akhirat kelak. Karena yang pasti kita tidak pernah tahu akan meninggal kapan dan pada hari apa. Allahu a'lam.
Bung Karno Kontra Amerika
Presiden Sukarno kala itu sering dikecam sebagai trouble maker.
SELENGKAPNYAKala Paman Nabi Meminta Hujan
Paman Nabi Muhammad SAW, Abbas, berdoa meminta hujan kala paceklik melanda era Khalifah Umar.
SELENGKAPNYAWawan dan Gereja Diminta Berdamai
Wawan jadi tersangka setelah membubarkan peribadatan jemaat gereja.
SELENGKAPNYA