ILUSTRASI Shuhaib bin Sinan merupakan seorang sahabat Nabi SAW yang dari wilayah Romawi. | DOK REP Putra M Akbar

Kisah

Shuhaib bin Sinan, Sahabat Nabi yang Tegar

Shuhaib bin Sinan adalah seorang sahabat Nabi SAW yang berdialek Romawi.

Sahabat Nabi Muhammad SAW ini berasal dari keluarga yang terhormat dan makmur. Ayahandanya adalah seorang hakim dan pernah pula menjadi wali kota ketika Irak masih dikuasai Imperium Sasaniyah.

Walaupun menjadi warga Persia, keluarganya secara nasab adalah orang Arab. Mereka termasuk imigran yang tiba di sana jauh sebelum datangnya agama Islam.

Pada suatu ketika, wilayah tempat tinggal keluarga Arab ini menjadi sasaran penyerbuan pasukan Romawi. Balatentara dari barat itu pun berhasil menawan sejumlah penduduk, termasuk Shuhaib bin Sinan. Lelaki muda ini lantas dijadikan budak dan diperjualbelikan dari satu tangan ke tangan lain.

 
Pasukan Romawi berhasil menawan sejumlah penduduk, termasuk Shuhaib bin Sinan. Lelaki muda ini lantas dijadikan budak dan diperjualbelikan dari satu tangan ke tangan lain.
 
 

Perkelanaannya yang panjang berakhir di Kota Makkah. Karena lama bertempat kerja di Syam—yang ketika itu termasuk jajahan Romawi—maka bahasa Arab yang dilafalkannya cenderung berdialek Romawi.

Majikannya di Makkah tertarik akan kecerdasan, kerajinan, dan kejujuran Shuhaib. Pemuda itu pun dimerdekakan dari status budak. Selanjutnya, remaja ini diberi kesempatan untuk dapat berniaga bersamanya.

Menurut riwayat Ammar bin Yasir, Shuhaib pun tertarik pada ajaran Islam. Waktu itu, sosok Rasulullah SAW sudah terkenal di seantero Makkah sebagai seorang paling tepercaya (al-Amin) dan sedang menyerukan ajaran tauhid.

Nabi SAW sering mengadakan majelis di rumah Arqam. Pada suatu hari, Shuhaib hendak menyambangi tempat itu. Ia pun berpapasan dengan Ammar bin Yasir.

“Hendak ke mana?” tanya Shuhaib.

“Aku hendak menjumpai Nabi Muhammad SAW untuk mendengarkan ucapannya,” jawab Yasir.

“Aku juga begitu,” timpalnya.

Demikianlah Yasir dan Shuhaib masuk ke dalam rumah Arqam. Pada saat itu, Rasulullah SAW sedang menjelaskan akidah agama Islam kepada hadirin. Setelah meresapi apa-apa yang beliau kemukakan, banyak yang kemudian menyatakan syahadat. Seorang di antaranya adalah Shuhaib.

 
Demikianlah Yasir dan Shuhaib masuk ke dalam rumah Arqam. Pada saat itu, Rasulullah SAW sedang menjelaskan akidah agama Islam kepada hadirin.
 
 

Yasir bercerita, "Kami berdua tinggal di sana sampai petang hari. Lalu dengan sembunyi-sembunyi kami keluar meninggalkan rumah Arqam.”

Shuhaib sudah hafal jalan ke rumah Arqam. Artinya, ia telah mengetahui jalan menuju petunjuk dan cahaya, juga ke arah pengorbanan berat dan tebusan besar.

Maka, melewati pintu kayu yang memisahkan bagian dalam rumah Arqam dari bagian luarnya, tidak hanya berarti melangkahi bandul pintu semata, tetapi hakikatnya adalah memulai hidup baru sebagai seorang Mukmin dan Muslim.

Ikut berhijrah

Kehidupan Shuhaib bin Sinan mulai kembali normal semasa di Makkah. Ia bahkan berhasil mendapatkan kedudukan yang terhormat di antara warga Makkah. Sebagai seorang saudagar sukses, Shuhaib pernah tinggal lama di Romawi.

Bahkan, ia sampai digelari ar-Rumi, lantaran kepiawaiannya mengenal negeri tersebut. Salah seorang sahabat terdekatnya adalah Umar bin Khattab. Umar cukup berpengaruh dalam masa sebelum Islam maupun sesudahnya. Shuhaib dianugerahi delapan anak laki-laki.

Kharisma Shuhaib juga terpancar dari fisiknya. Kulitnya putih kemerahan. Badannya tidak terlalu tinggi, tetapi tegap. Rambutnya tebal. Paras wajahnya menandakan sosok yang tenang, tapi juga memiliki selera humor yang baik.

 
Di antara para tokoh Makkah, Shuhaib termasuk kalangan yang mapan. Namun, hal itu tidak menghalangi hatinya dari hidayah Allah SWT.
 
 

Di antara para tokoh Makkah, Shuhaib termasuk kalangan yang mapan. Namun, hal itu tidak menghalangi hatinya dari hidayah Allah SWT.

Sejak menjadi Muslim, tentunya Shuhaib tidak luput dari sasaran persekusi kaum musyrikin. Buku Para Sahabat Nabi SAW karya Dr Abdul Hamid as-Suhaibani menjelaskan bagaimana Shuhaib harus menanggung siksaan tak terperi.

Mujahid bin Jabr meriwayatkan, sekelompok musyrikin Quraisy memakaikan baju besi kepada sejumlah Muslim, termasuk Shuhaib bin Sinan. Kemudian, mereka memanggang Shuaib dan rekan-rekan Muslimnya di bawah sengat terik matahari gurun pasir.

Namun, Shuhaib dan para pemeluk Islam itu tetap bersabar. Allah SWT menganugerahi mereka dengan kekuatan dan ketabahan, sehingga berhasil melewati penyiksaan itu.

Akhirnya, Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar berhijrah dari Makkah. Sejumlah kaum Muslim telah lebih dahulu pergi ke Yatsrib (Madinah) atas arahan Rasulullah.

Di sinilah timbul keinginan Shuhaib bin Sinan untuk menyertai Nabi Muhammad SAW. Shuhaib bertekad ikut hijrah ke Madinah bagaimanapun caranya. Namun, orang-orang Quraisy tidak membiarkan Shuhaib lolos.

Beberapa pemuda Quraisy dengan menenteng senjata tajam berusaha menghalangi Shuhaib bin Sinan. Shuhaib terpaksa menunggu hingga malam tiba.

 
Namun, mendekati perbatasan Makkah, para pemuda Quraisy mulai dapat mengejar dan menangkap Shuhaib.
 
 

Saat pengawasan mulai melonggar, dia berusaha meloloskan diri dengan berjalan cepat tetapi penuh kewaspadaan. Namun, mendekati perbatasan Makkah, para pemuda Quraisy mulai dapat mengejar dan menangkap Shuhaib.

“Dahulu, engkau datang ke Makkah dalam keadaan miskin dan hina. Lalu, setelah itu engkau berubah (menjadi terhormat),” kata salah seorang pemuda yang membekap Shuhaib bin Sinan. Nada bicaranya merendahkan Shuhaib.

“Bagaimana menurut kalian bila saya menyerahkan seluruh harta milik saya kepada kalian?” tanya Shuhaib bin Sinan dengan tenang.

Ia tahu, tawaran negosiasi ini amat menggiurkan bagi mereka yang tanpa cahaya iman dalam dadanya.

“Apakah dengan demikian kalian mau membiarkan saya pergi?” tanya Shuhaib lagi.

“Ya!” jawab para pemuda Quraisy itu hampir serempak.

Maka pergilah Shuhaib bin Sinan mengikuti Rasulullah dan umat Islam lainnya hijrah ke Madinah.

Alih-alih berat, Shuhaib justru bergembira meskipun telah kehilangan semua harta yang diperolehnya dari hasil niaga di Makkah. Baginya, perjuangan di sisi Rasulullah dan hidup dalam jalan-Nya lebih utama.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kala Paman Nabi Meminta Hujan

Paman Nabi Muhammad SAW, Abbas, berdoa meminta hujan kala paceklik melanda era Khalifah Umar.

SELENGKAPNYA

Ingin Berzina, Lelaki Ini 'Melapor' kepada Rasulullah

Rasulullah SAW didatangi seorang pemuda yang menyatakan ingin melakukan zina.

SELENGKAPNYA

Menolong dengan Cara Membeli

Nabi Muhammad SAW menolong sahabatnya dengan cara membeli, lalu menghibahkan kembali.

SELENGKAPNYA