
Kisah Dalam Negeri
Semangat Bertahan Perajin Cibaduyut
Para perajin di Cibaduyut putar otak mengakali sepi order.
Oleh DEA ALVI SORAYA
Pandemi menghantam bisnis Rudiana dan ratusan perajin kulit Cibaduyut. Perajin kulit yang telah menjalankan bisnis sejak 1990-an ini menuturkan hampir gulung tikar akibat pandemi yang berlangsung lebih dari dua tahun.
Dia mengatakan, jika sebelumnya dalam sehari dia mampu mengantongi omzet sekitar Rp 3 juta, maka saat pandemi pemasukannya merosot hingga 70 persen, bahkan nol pemasukan.
“Kalau pandemi, saya sering tidak dapat uang, paling bagus Rp 500 ribu,” aku Rudiana saat ditemui Republika di Sentra Sepatu Kulit Cibaduyut, Kota Bandung, Senin (13/3).
Untuk dapat bertahan di tengah krisis ekonomi selama pandemi, dia mengaku telah memutar otak dengan memproduksi produk-produk dengan harga yang lebih terjangkau. Bahkan, dia juga mengandalkan limbah kulit untuk dapat memproduksi pernak-pernik dari kulit agar kegiatan produksi dapat terus berjalan.
“Karena kulit mahal, ada versi kedua dari bahan imitasi, lebih murah harganya, kita produksi juga, kita juga buat pernak-pernik dari kulit, mulai dari dompet, tempat korek, dan suvenir dari limbah produksi kulit yang banyak terbuang disini (Cibaduyut, Red), itu kita manfaatkan,” papar Rudiana.

“(Pemasukan) memang merosot tajam, tapi kita tidak berhenti oper alih, kita ambil dari kulit limbah, kita manfaatkan. Jangan sampai para pekerja tidak bekerja, jadi perputaran ekonomi harus ada walaupun sedikit,” sambungnya.
Selain pandemi, kendala lain yang membuat makin banyaknya perajin kulit Cibaduyut yang banting setir adalah kesulitan untuk mempromosikan produk. Menurut dia, banyak perajin yang sudah membuat produk berkualitas tinggi, tapi terkendala dalam hal pemasaran.
Dia berharap penetapan Sentra Sepatu Kulit Cibaduyut sebagai Kampung Wisata Kreatif (KWK) Kota Bandung dapat membantu memasifkan promosi. “Sekarang wisata sudah berangsur ada lagi, Cibaduyut juga sudah perlahan kembali lagi macet karena kalau tidak macet berarti tidak ada pengunjung,” ujarnya.
Dia juga mengaku telah bekerja sama dengan sejumlah agen perjalanan untuk menarik wisatawan menikmati program edukasi dan budaya di Cibaduyut. Rudiana menganggap program edukasi pembuatan produk kulit cukup efektif untuk menarik minat para pengunjung berbelanja di Cibaduyut.

“Kita ada kerja sama dengan travel lewat wisata edukasi, kemarin ada (pengunjung) dari Singapore memang niatnya mau belanja, tapi mereka ingin tahu cara membuatnya sampai di video, foto. Setelah itu, mereka bisa tahu kenapa produk kulit itu mahal, karena cara pembuatan dan prosesnya agak lama dan cukup sulit,” ujarnya.
Saat ditanya tentang jumlah perajin kulit yang saat ini masih eksis, pria yang aktif dalam komunitas perajin kulit Cibaduyut ini mengatakan, saat ini hanya 50 persen saja perajin yang masih bertahan. Dia memperkirakan, dari sekitar 2.000 perajin kulit di Kota Bandung, hanya sekitar ratusan saja yang eksis.
“Perajin kulit di Cibaduyut yang awalnya ada ratusan saja, sekarang tersisa sekitar 70-80 perajin saja karena banyak yang berhenti produksi, bahkan ada yang sampai jadi jualan kopi, mi,” ujarnya.
Dia berharap pemerintah dapat memasifkan program-program untuk membantu agar perajin kulit Cibaduyut dapat terus eksis dan tidak punah. Dia juga berharap Sentra Sepatu Kulit Cibaduyut dapat segera kembali mencapai masa kejayaannya.

“Saya minta Pemerintah dapat lebih memasifkan program untuk membantu UMKM supaya Cibaduyut bisa maju lagi kayak dulu,” harapnya.
Pemodalan
Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) Kota Bandung Atet Dedi Handiman mengatakan, Pemkot Bandung tengah mengupayakan kemudahan akses pemodalan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Dia menjelaskan, selain merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 (tujuh) tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Pemkot Bandung juga tengah menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang permodalan UMKM.
“Kami sedang susun perda-nya untuk mengoptimalkan akses keuangan atau permodalan yang bisa digunakan oleh para pelaku usaha,” ujar Atet saat menghadiri peresmian Kampung Wisata Kreatif (KWK) Sentra Sepatu Cibaduyut, Senin (13/3).
Dia menambahkan, pihaknya telah menemui Bank Bandung sebagai mitra untuk menyediakan program khusus pemodalan UMKM. Anggaran pemodalan itu, sambung dia, memang bukan berasal dari dana belanja tak terduga (BTT) dalam APBD, melainkan dari anggaran khusus yang ditujukan untuk pemodalan bisnis, bukan bantuan usaha.

“Program kredit usaha ini sudah masuk ke DPRD dan, insya Allah, tinggal satu kali lagi konsultasi ke Kemendagri dan finalisasi dengan jajaran Pansus 7 DPRD yang ditargetkan dapat ditetapkan di Maret ini,” papar Atet.
Dia berharap perda pemodalan UMKM ini dapat disahkan tahun ini. Meski begitu, dia mengaku belum dapat memberikan detail pagu anggaran karena perlu adanya kajian lanjutan mengenai kesanggupan mitra dalam penyaluran dana, jumlah UMKM yang akan disasar, dan sejumlah pertimbangan lainnya. “Harapan kami bisa disahkan tahun ini,” harapnya.
Selain itu, dia juga mengaku telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan, seperti Pegadaian, untuk memudahkan akses pemodalan bagi pelaku usaha kecil. Pembentukan koperasi, sambung Atet, juga dapat menjadi nilai lebih bagi para pelaku usaha untuk memudahkan akses pemodalan.
“Biasanya untuk mikro kecil, itu ada KUR, ada juga program bantuan keuangan dari Pegadaian melalui PNM, atau kami juga dorong pembentukan koperasi bagi para pelaku usaha sehingga kekuatan permodalan mereka bisa lebih kuat,” ujarnya.

Selain itu, Diskop UKM juga telah bekerja sama dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) untuk memasifkan program promosi produk UMKM. Tujuan utama dari sinergi ini, kata Atet, adalah untuk membina produksi dan pemasaran produk agar dapat memaksimalkan daya saing di pasar domestik maupun mancanegara.
“Tugas kami bagaimana mereka (UMKM) bisa dihubungkan dengan ekosistem keuangan, tidak menutup kemungkinan para pelaku usaha ini bisa kekurangan modal, ya, dan bagaimana mereka ini bisa difasilitasi permodalannya,” papar Atet.
“Kami juga akan melakukan event pemasaran yang tentunya berdasarkan hasil kurasi, dan kami sudah siapkan galeri pameran, di bawah koordinasi Deskranasda, di Galeri Salapa Dago, MPP, dan Patra Komala. Jadi, produk UMKM tidak hanya diminati masyarakat Bandung saja,” pungkasnya.
Fitnah Teknologi
Manusia di zaman ini seakan dipermudah dan dimanjakan dengan hadirnya teknologi.
SELENGKAPNYAGuru Honorer: Kami Dibawa ke Puncak, Lalu Diempaskan
Pembatalan pengangkatan PPPK dinilai tak profesional.
SELENGKAPNYAMerealisasikan Bank Syariah Sebagai Nazir Wakaf Uang
Wakaf akan berkembang menjadi salah satu penopang utama perekonomian nasional.
SELENGKAPNYA