Aplikasi Ayo Poligami (Ilustrasi) | Reuters

Fikih Muslimah

Lelaki dengan Syahwat Tinggi, Sunahkah untuk Poligami?

Sebelum Islam hadir poligami kerap dilakukan dengan kuantitas yang tak terbatas.

Oleh IMAS DAMAYANTI

Pengertian menikah secara bahasa memang bermakna berkumpul menjadi satu. Menurut syariat, jalinan pernikahan adalah suatu akad yang berisi dibolehkannya melakukan persetubuhan dengan ketentuan agama.

Namun, bagaimana hukumnya bagi laki-laki yang telah menikah, tapi masih belum tersalurkan hasrat syahwatnya dengan satu wanita? Apakah yang demikian dapat disimpulkan sunah untuk berpoligami?

Sebelum membahasnya lebih jauh, ada baiknya terlebih dahulu memahami apa itu poligami dan mengapa Islam menyebutkannya sebagai salah satu syariat. Sebelum kedatangan Islam, sebagaimana yang didakwahkan Nabi Muhammad SAW, bangsa Arab kala itu dipenuhi tradisi jahiliyah yang mengakar. Begitu Islam disebarluaskan Nabi, teladannya menjadi contoh yang patut untuk ditiru hingga kini.

Di dalam kitab Muhammad Sang Teladan karya Abdurrahman As-Syarqawi dijelaskan, tradisi jahiliyah yang mengakar di Makkah memang sangat kuat. Misalnya, status perempuan yang tidak pernah dianggap sebagai manusia seutuhnya kerap dijadikan sebuah komoditas seksual semata.

Tidak ada hukum yang mengatur laki-laki untuk membatasi kuantitas istri yang dimiliki. Tidak sedikit pula yang tidak membutuhkan istri karena dapat memenuhi nafsu birahinya kepada wanita-wanita yang ada kala itu.

 
Sebelum bertemu Sayyidah Khadijah, tidak pernah sekali pun Nabi melampiaskan syahwatnya kepada perempuan-perempuan Makkah lain.
 
 

Suramnya tradisi jahiliyah ini pun lambat laun dihapuskan oleh Nabi. Dalam buku Sunah Monogami karya Ustaz Faqihuddin Abdul Kodir dijelaskan, Nabi Muhammad yang lahir dan tumbuh besar di kalangan tradisi jahiliyah mampu mengubah dan mengarahkan tradisi ke arah yang lebih baik.

Salah satu contohnya melalui teladan pernikahan. Nabi memulai pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah, wanita Quraisy yang terpandang dan memiliki akhlak terpuji. Sebelum bertemu Sayyidah Khadijah, tidak pernah sekali pun Nabi melampiaskan syahwatnya kepada perempuan-perempuan Makkah lain sebagaimana yang lumrah terjadi pada pria dari kalangan bangsa Arab Makkah kala itu.

Setelah menikahi Sayyidah Khadijah, Nabi bahkan memberikan teladan bagaimana seharusnya seorang suami memperlakukan istri. Tak pernah sekali pun Nabi menyakiti perasaan Sayidah Khadijah, apalagi memukulnya. Hingga akhir hayat Sayidah Khadijah, Nabi tak melakukan poligami sama sekali apalagi melakukan perzinaan dengan wanita-wanita malam Makkah.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by konsultasi poligami indonesia (@poligamiindonesia)

Dalam buku The Islamic Law karya Usman Efendi dijelaskan, sebelum Islam hadir poligami kerap dilakukan dengan kuantitas yang tak terbatas. Praktik poligami bagi laki-laki bisa dilakukan sebanyak-banyaknya dengan wanita-wanita yang mereka senangi.

Melalui teladan pernikahan Nabi dengan Sayidah Khadijah yang mulia itu, Nabi perlahan-lahan mendakwahkan bagaimana agama mengatur perihal pernikahan. Lantas bagaimana jika laki-laki bersyahwat tinggi (taiq) ingin poligami? Apakah itu disebut sunah?

Dalam kitab Fathul Muin dijelaskan, yang disebut sunah bernikah bagi lelaki taiq, yakni membutuhkan persyaratan tertentu. Jika ia masih single atau belum pernah menikah, disunahkan baginya menikah asalkan memenuhi ketentuan syariat.

 
Poligami bukanlah ibadah yang mudah.
 
 

Sebagai contoh, dia harus memiliki kemampuan pemikiran tentang pernikahan secara agama dan sosial, memiliki kemampuan finansial, dan memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap istri yang akan dinikahinya.

Namun, untuk lelaki taiq yang telah beristri, syarat berpoligami tentunya tidak sederhana. Poligami bukanlah ibadah yang mudah yang mana konsekuensi hukumnya bisa jadi tidak mengarah kepada sunah, tapi makruh, bahkan boleh jadi haram.

Adapun bagi laki-laki taiq yang tidak mempunyai kemampuan finansial, kemampuan berkeadilan, kemampuan pemahaman tentang tanggung jawab berpoliggami, yang lebih utama menurut para ulama adalah tidak menikah terlebih dahulu. Lantas, bagaimana dengan gejolak syahwatnya? Baginya dianjurkan untuk berpuasa, bukan menggunakan obat-obatan.

Hal yang perlu diingat, nikah adalah ibadah yang panjang, baik itu pernikahan monogami maupun pernikahan poligami. Karena durasinya yang berlangsung lama, sudah sepatutnya bagi orang yang beriman untuk mempertimbangkan mana ibadah yang sesuai dengan kapasitas dirinya apabila kadar hukum ibadah itu bukanlah ibadah wajib. Wallahu a'lam.

Bom Waktu Hedonisme Kaum Muda

Tujuan dari jenama-jenama mahal memang mendorong sifat hedonisme.

SELENGKAPNYA

Cerita Henna, Ritual Kecantikan Ratusan Tahun

Henna digunakan untuk mengecat tangan dan kaki mereka pada acara-acara perayaan,

SELENGKAPNYA

Hikmah Memuliakan Orang Lanjut Usia

Ada berbagai kisah yang mengajarkan hikmah pentingnya memuliakan orang lansia.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya