
Mujadid
Prawoto Mangkusasmito, Politikus Teladan dari Masyumi
Prawoto Mangkusasmito adalah ketua umum terakhir Masyumi.
Bila kita becermin pada sejarah Indonesia, cukup banyak sosok yang patut menjadi teladan. Dari ranah politik pergerakan, misalnya, terdapat satu nama, yakni Prawoto Mangkusasmito. Ia tercatat sebagai ketua umum partai Masyumi terakhir, sebelum kendaraan politik itu dibubarkan rezim presiden Sukarno pada 1960.
Prawoto dikenal sebagai seorang pejuang, bahkan sejak belum bergabung dengan Masyumi. Ia pernah menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada masa-masa awal kemerdekaan RI. Kemudian, peran-peran yang sempat diisinya adalah wakil perdana menteri RI, wakil ketua I Konstituante, dan akhirnya ketua umum Masyumi.
Prawoto tampil sebagai politikus yang bermental pemimpin.
Prawoto tampil sebagai politikus yang bermental pemimpin. Ia dikenal pula sebagai sosok pemikir. Karakteristiknya ramah dalam pergaulan, sabar, serta berprinsip teguh. Kehidupannya sangat sedehana, jauh dari kesan berfoya-foya yang kerap kita jumpai pada laku para politikus hari-hari ini.
Kesederhanaannya bukan lantaran penampilannya yang selalu mengenakan sarung atau peci, melainkan memang demikianlah wataknya. Ketegasannya begitu konsisten, terutama dalam membela dan mengawal hak-hak rakyat di parlemen dan pemerintahan.
Pengalamannya dalam berorganisasi dimulai semenjak dari masa sekolah. Pada masa remajanya, Prawoto telah aktif dalam berbagai pergerakan pemuda. Ketika Agresi Militer Belanda II terjadi, lelaki itu ikut berjuang dan bergerilya di Yogyakarta.
Dalam buku 50 Pendakwah Pengubah Sejarah, M. Anwar Djaelani menuturkan, pada masa kemerdakaan Prawoto telah menduduki berbagai jabatan penting, termasuk anggota Komisariat Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Jawa.
Pada 1950, Prawoto menjadi penasihat delegasi Indonesia pertama di PBB. Hingga pengujung era Orde Lama, aktivitasnya cenderung lebih tampak di dunia politik. Di bawah Masyumi, dirinya turut menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi umat Islam Indonesia.
Pada 1950, Prawoto menjadi penasihat delegasi Indonesia pertama di PBB.
Profil biografis
Prawoto Mangkusasmito lahir di Desa Tirto Gtabak, Magelang, Jawa Tengah pada 4 Januari 1910 M. Ia adalah putra sulung dari Suparjo Mangkusasmito, seorang lurah desa dari keluarga santri yang taat beragama. Sedangka ibunya bernama Suendah.
Pada masa kanak-kanak, Prawoto sudah hobi membaca buku. Selain itu, ia juga telah mahir membaca Alquran, berkat pendidikan yang ditempuhnya di pesantren dan surau.
Prawoto muda masuk sekolah HIS di Temanggung pada 1917. Setelah tamat di sekolah dasar itu, ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah MULO di Magelang dan lulus pada 1928. Beranjak dewasa, ia lalu bersekolah di Algemenee Middelbare Schoolafdeling B (AMS-B) di Yogyakarta dan tamat belajar di sana pada 1931.
Sejak di masa ini, Prawoto lalu aktif di dunia pergerakan. Ia menjadi anggota organisasi kepemudaan Jong Java, yang dikemudian hari berubah nama menjadi Indonesia Muda. Selain itu, Prawoto juga aktif dalam Jong Islamieten Bond (JIB), organisasi pemuda Islam yang mendapatkan pengaruh intelektual dari tokoh-tokoh Sarekat Islam (SI), semisal Haji Agus Salim.
Sejak di masa ini, Prawoto lalu aktif di dunia pergerakan. Ia menjadi anggota organisasi kepemudaan Jong Java, yang dikemudian hari berubah nama menjadi Indonesia Muda.
Pada 20 Oktober 1932 M, Prawoto pun menikah dengan seorang gadis asal Yogyakarta bernama Rabingah. Pasangan ini hidup bahagia dan dikaruniai anak. Semangatnya dalam menuntut ilmu terus menggelora. Ia pun kembali melanjutkan pendidikannya ke Rechtshoogeschool (RHS), perguruan tinggi hukum pertama di Jakarta.
Saat itu, Prawoto juga sambil mengajar di salah satu sekolah yang dikembangkan Muhammadiyah. Saat kuliah, ia pun aktif di kelompok belajat Studenten Islam Studie Club (SIS) dan menjadi ketuanya yang terakhir. Di samping itu, dirinya juga sempat menjadi redaktur majalah Muslemsche Reveille, yang diterbitkan oleh SIS.
Terjun ke politik
Pada 1940 M, mulailah Prawoto bergabung dengan Partai Islam Indonesia. Di sinilah awal mula dirinya terjun ke dunia politik. Ketika Jepang menginvasi Indonesia pada 1942, Prawoto yang saat itu masih menjadi mahasiswa, menghabiskan sebagian besar kesibukannya dalam dunia pergerakan dan organisasi.
Di zaman pendudukan Jepang, Prawoto dan beberapa tokoh lainnya ikut membentuk barisan Hizbullah di Jakarta. Laskar ini adalah suatu organisasi perlawanan kaum Muslimin Indonesia.
Walaupun mendapat sokongan Nippon pada mulanya, tujuan para pejuang Hizbullah ialah menempa diri agar kelak siap membela Tanah Air dari penjajah mana pun, menyongsong kemerdekaan Indonesia.
Prawoto juga aktif di dunia pendidikan. Ia pernah menjadi sekretaris II di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Ia juga sempat duduk sebagai jajaran Dewan Kurator di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTKIN). Bahkan, dirinya pernah mendirikan Yayasan Pendidikan dan Pengetahuan Islam.
Peran di Masyumi
Memasuki tahun 1960-an, rezim Sukarno kian “keras” terhadap lawan-lawan politik, termasuk Masyumi. Bahkan, tokoh-tokoh parpol ini sempat mendapatkan tekanan.
Prawoto termasuk tokoh yang teguh dalam memegang prinsip. Karena itu, dia juga kerap menjadi tahanan politik dari penguasa yang tidak menyukainya. Risiko perjuangan itu memang telah dipahami dengan baik oleh Prawoto.
"Tiap-tiap pembawa cita-cita yang besar tentu akan menghadapi perlawanan. Tidak bisa lain dari begitu. Dan perlawanan itulah yang menjadi pupuk untuk kesuburan cita-cita," kata Prawoto dalam suratnya yang ditulis dari penjara di Madiun pada 15 Oktober 1962.
Tiap-tiap pembawa cita-cita yang besar tentu akan menghadapi perlawanan.
Hidup Prawoto bisa dikatakan identik dengan riwayat Masyumi. Sebab, ia termasuk tokoh pertama yang aktif dalam partai Islam tersebut.
Di Masyumi, ia pernah menjadi menjadi sekretaris umum hasil Muktamar VII di Surabaya pada 1954. Lalu, wakil ketua I hasil Muktamar VIII di Bandung pada 1956. Baru kemudian dirinya menjadi ketua umum Masyumi hasil Muktamar IX di Yogyakarta pada 1959.
Baru sekitar satu tahun memimpin Masyumi, partai itu dipaksa oleh pemerintah untuk bubar. Sebab, adanya tekanan dari rezim Orde Lama yaitu pada 17 Agustus 1960. Sebagai ketua umum, Prawoto telah berusaha keras untuk merehabilitasi partai yang memperjuangkan tegaknya Islam itu.
Namun, sebelum berhasil mewujudkan ikhtiar itu, ia terlebih dahulu dipanggil oleh Allah SWT. Tokoh ini wafat pada 12 Juli 1970.
Menjelang akhir hidupnya, Prawoto Mangkusasmito tetap berupaya untuk menemui rakyat yang dicintainya di Banyuwangi, meskipun keadaannya sedang tidak sehat.
Menjelang akhir hidupnya, Prawoto Mangkusasmito tetap berupaya untuk menemui rakyat yang dicintainya di Banyuwangi, meskipun keadaannya sedang tidak sehat. Padahal, dokter pun telah menyarankan untuk membatalkan rencana perjalanannya.
Namun, Prawoto tetap ingin memenuhi janjinya untuk bertemu dengan rakyat yang menjadi petani di Desa Temuguruh, Banyuwangi, Jawa Timur. Jika ia diminta memilih memenuhi janjinya kepada rakyat atau mendahulukan kepentingannya sendiri, sudah jelas dia akan memilih kepentingan rakyat.
Untuk menerapkan prinsipnya tersebut, ia pun rela terjun langsung ke tengah-tengah umat yang dipimpinnya, sehingga tidak terlihat adanya jarak dan derajat di antara keduanya. Akhirnya, dengan berbakal obat dari dokter akhirnya Prawoto tetap berangkat ke Banguwangi sebagai penasihat Serikat Tani Islam Indonesia (STII).
Kemudian, dia meninggal dini hari sekitar pukul 01.00 di tempat tujuannya tersebut.
Setelah berbagai usaha merehabilitasi partai Masyumi menemui jalan buntu, Prawoto memang kembali ke masyarakat. Bahkan, bersama para sahabat seperjuangannya di Masyumi Prawoto sempat ikut mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII).
Prawoto kini telah tiada, namun semangatnya terus mengalir. Ini tampak antara lain pada karya-karya tulisnya, semisal Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi. Buku ini ditulisnya pada 1970.
Tradisi Malam Nisfu Sya'ban Boleh Asal tak Langgar Syariat
Di Indonesia, banyak tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat ketika memperingati malam Nisfu Sya'ban.
SELENGKAPNYAChildfree, Stunting, dan Keberlangsungan Hidup
Calon orang tua mesti waspada jangan sampai anaknya stunting..
SELENGKAPNYABabak Baru Haris Azhar Vs Luhut Pandjaitan
Kejari Jakarta Timur tidak melakukan penahanan terhadap Haris dan Fatia.
SELENGKAPNYA