Asma Nadia | Republika

Resonansi

Jejak Iman dalam Reruntuhan

Jejak iman dan keajaiban yang bercahaya dari tengah wilayah musibah gempa.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Bumi berguncang hebat! Lebih dari 3.000 bangunan, termasuk sekolah, rumah sakit, apartemen, dan lainnya roboh. Gempa Kahramanmaras menjadi bencana paling mematikan setelah satu dekade ini.

Kekuatannya terasa hingga Palestina, Lebanon, Yunani, dan Yordania. Sampai tulisan ini ditulis, 23 ribu nyawa melayang. Sebanyak 19 ribu korban berada di Turki, sisanya di Suriah. Ada lebih dari 63 ribu korban terluka.

Jumlah ini akan terus bertambah, mengingat banyaknya korban terjebak reruntuhan. Sementara semakin banyak hari berlalu, makin tipis harapan bahwa mereka yang tertimbun akan selamat.

Ya, Allah ampunilah dosa para korban. Maafkan kesalahan mereka dan berilah kesabaran pada keluarga yang ditinggalkan. Mohon Engkau berikan kekuatan pada semua yang terdampak gempa. Bantulah mereka untuk bangkit kelak. Aamiin ya Rabb.

 
Mohon Engkau berikan kekuatan pada semua yang terdampak gempa. Bantulah mereka untuk bangkit kelak.
 
 

Denyut kepiluan masih kuat. Kesedihan dan kehilangan menguar. Maka itu, saya tak berharap akan menemukan kisah kepahlawanan, harapan, serta indahnya kemanusiaan. Atau jejak iman dan keajaiban yang bercahaya dari tengah wilayah musibah yang seharusnya berserak potret keputusasaan.

Seperti tampak pada seorang ayah yang meyakini anak-anaknya masih hidup walau berhari-hari telah berlalu. “Katakan sesuatu, Nak. Bersuaralah,” ujar sang ayah yang penuh debu, sambil berjalan, terus mengais reruntuhan.

Seorang pria dengan wajah dan rambut berdebu, memasuki tenda. Bibirnya bergerak- mengucap syukur. Lelaki itu baru mendapatkan hadiah teramat besar: menemukan anak balitanya dalam keadaan hidup!

Bahkan, saat matanya baru terpaut kepada buah hati, belum lagi meraihnya dalam dekapan, lisannya sudah mengulang alhamdulillah, terus berkali-kali.

 
Lelaki itu baru mendapatkan hadiah teramat besar: menemukan anak balitanya dalam keadaan hidup!
 
 

Seorang remaja yang terjebak di tengah puing bangunan, meski dalam keterbatasan ruang gerak, berusaha merekam dirinya. Jika video tersebut sampai tersebar berarti kelak dia selamat.

Harapan tak pupus walau debu tebal menutupi wajah, walau napas tersengal sebab udara terbatas. Masih di hadapan kamera ponsel, kalimat awal yang muncul di lisannya adalah hamdalah, lalu syahadat, baru kabar tentang dirinya.

Jejak iman melalui rekaman video itu kemudian tersebar setelah empat hari kemudian remaja ini bisa diselamatkan, walau keluarganya semua meninggal.

Kisah mengharukan tak berhenti di sini. Seorang kakek terjebak di bawah reruntuhan. Ia terjepit dua dinding yang seolah mengimpitnya, saat ditemukan tak langsung mengulurkan tangan atau merengek minta dikeluarkan. Dengan tenang ia minta diberikan air bukan untuk minum melainkan agar dia bisa berwudhu sempurna. Masya Allah.

 
Dengan tenang ia minta diberikan air bukan untuk minum melainkan agar dia bisa berwudhu sempurna. Masya Allah.
 
 

Video viral lain memperlihatkan seorang bapak yang sedang shalat di antara impitan ruang terbatas, ceruk yang bahkan tak cukup bagi tubuhnya berdiri tegak. Juga seorang Muslimah yang ketika ditemukan, tak lantas mengulurkan tangan minta ditarik keluar melainkan meminta dibawakan jilbab untuk menutup auratnya.

Percik iman pada kisah mereka menggugah rasa iri. Ya Allah, mereka baru saja melalui bencana hebat, pikiran mereka seharusnya tertumpu pada keluarga yang hilang atau belum ditemukan atau mungkin mereka saksikan meninggal.

Namun, mengapa mereka begitu lapang dada? Mengapa atmosfer kesabaran dan keikhlasan terasa begitu kuat? Musibah sedemikian dahsyat, tetapi mereka tetap mengingat Allah, tetap tak beranjak dari sabar dan syukur.

 
Percik iman pada kisah mereka menggugah rasa iri. 
 
 

Sikap mereka mengantar ingatan saya pada sebuah hadis.

Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar maka itu adalah kebaikan baginya.”

Hati saya, seperti juga rakyat di Tanah Air, dipenuhi syukur saat mengetahui negara-negara sahabat berlomba memberi bantuan.

Albania, Aljazair, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Armenia, Belgia, Kanada, Cina, Kroasia, Siprus, Yunani, Hungaria, India, Indonesia, Iran, Irak, Belanda, Lebanon, Kirgizstan, Malaysia, Makedonia, Pakistan, Filipina, Polandia, Rumania, Arab Saudi, Rusia, Korea, Singapura, Swiss, Thailand, Taiwan, Inggris, Amerika, Vietnam, dan negara lainnya, langsung, sigap membantu dengan mengirimkan tenaga medis, tenaga SAR, mobil khusus, perlengkapan medis, makanan, juga uang.

Alhamdulillah, dunia bergerak. Tak hanya menonton peristiwa tragis yang terjadi, melalui televisi. Sayang, jumlah korban jatuh yang luar biasa, masih tidak cukup menggerakkan sebagian pihak untuk berhenti mengabaikan nilai kemanusiaan.

Berbeda dengan Turki, tempat para tentara dan petugas bencana tampak siap dengan peralatan dan alat bantu yang memadai, hal berkebalikan terjadi di Suriah. Mereka harus menggali dengan tangan kosong sebab tidak terkendala alat.

 
Mereka harus menggali dengan tangan kosong sebab tidak terkendala alat.
 
 

Sulit memberi bantuan kepada para korban karena adanya perang saudara dan sanksi dari AS. Padahal, situasi sehari-hari tanpa gempa di Suriah sudah mengenaskan. Rakyat hidup jauh di bawah garis kemiskinan, anak-anak kecil mengalami kurang gizi.

Bahkan, kebutuhan mendasar yang seharusnya dimiliki setiap keluarga, tidak ada. Bayangkan separah apa situasinya setelah gempa, 23 ribu harusnya cukup menjadi alasan menghentikan peperangan sementara waktu. Juga mengangkat sanksi yang dilakukan AS.

Agar akses bantuan dari negara-negara lain bisa sampai dengan lancar ke Suriah. Salah satu musibah terparah abad ini terpampang di depan mata. Larikan langkah untuk mengisi rumah-ruang donasi. Berdoa agar tak terjadi gempa susulan.

Juga bencana hati, yaitu hilangnya rasa kemanusiaan di antara politisi pemegang kekuasaan, penentu nasib negeri. 

Amnesty: Pelarangan Jilbab Pramugari Diskriminatif

KNKT berpandangan menggunakan jilbab tidak mengganggu pramugari dalam menjalankan tugas.

SELENGKAPNYA

Balon Terus Bikin Panas AS-Cina

Kemenhan Cina tolak angkat telepon Kemenhan AS.

SELENGKAPNYA

Pilihan Childfree dari Berbagai Belahan Dunia

Tekanan keuangan dan peran gender tradisional menjadi latar belakang terkuat alasan enggan memiliki anak.

SELENGKAPNYA