
Nusantara
Pencabulan dari Rental PS Sampai Masjid
Kabar soal pelecehan seksual terus bermunculan.
JAMBI -- Berita soal berbagai tindakan pelecehan seksual terus bermunculan belakangan. Pelaku dan lokasi kejadiannya juga beragam.
Di Jambi, kepolisian setempat mengungkapkan modus NT (perempuan, 25 tahun) tersangka pencabulan anak-anak di bawah umur di Rawa Sari, Alam Barajo, Kota Jambi. Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jambi Komisaris Besar (Kombes) Andri Ananta Yudistira mengatakan, dari penyidikan, gelar perkara, serta pengakuan para korban, NT terungkap mengiming-imingi belasan korbannya dengan menggratiskan sewa bermain Playstation (PS) di usaha rentalnya.
“Tersangka NT bersama-sama suaminya memiliki usaha rental PS. Dan dari perbuatannya, (NT) memberikan gratis bermain PS untuk anak-anak yang menjadi korbannya,” kata Kombes Andri, saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Senin (6/2).
Kombes Andri mengatakan, suami NT, yang nama maupun inisialnya masih dirahasiakan, disebut tak terlibat dalam aksi pencabulan. Justru dari penyidikan, kata Kombes Andri, suami tersangka NT menjadi salah satu "korban" dari perbuatan istrinya itu.
Tersangka NT bersama-sama suaminya memiliki usaha rental PS.
Kombes Andri menerangkan beragam aksi pencabulan yang dilakukan tersangka NT terhadap korbannya, termasuk adanya dugaan pemaksaan. Namun, ia menyebut belum ada temuan tindak pidana kekerasan. “Pemaksaannya ada, tetapi kekerasannya tidak,” begitu kata Kombes Andri.
Kata Kombes Andri, menurut pengakuan salah satu korban, tersangka melakukan perbuatan bejatnya dengan menyuruh anak-anak para korbannya itu mengintip aktivitas berhubungan badan NT bersama suaminya di rumah. Setelah itu, bocah-bocah korbannya itu ia minta untuk menonton film porno. Dari pengakuan salah satu korban, NT disebut meminta bocah-bocah para korbannya memegang-megang bagian tubuh tersangka.
“Semua perbuatan tersangka dilakukan di rental PS miliknya. Korbannya diiming-imingi dari dia (NT) dengan bermain PS. Korban rental (sewa) PS, 5.000 satu jam, tetapi ditambah bermain gratis,” ungkap Kombes Andri.
Penyidik mendapatkan pengakuan bahwa tindakan pencabulan oleh NT dilakukan berkali-kali. Kombes Andri menambahkan, penyidikan pada akhir pekan lalu sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di sejumlah ruang di rumah tersangka.
Dalam penyidikan terungkap bahwa jumlah korban sementara ini ada 11 anak di bawah umur. Ada enam saksi tambahan yang kini juga turut diperiksa. NT saat ini masih berstatus tersangka tunggal. “Sejauh ini suaminya kita periksa sebagai saksi,” ujar Kombes Andri.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) berjanji akan mengawal kasus kekerasan seksual yang terjadi pada 100 anak di Jambi tersebut. “Kami mendapatkan informasi dari UPTD PPA Provinsi Jambi terkait kasus tersebut bahwa 11 anak yang menjadi korban kekerasan seksual itu di antaranya sembilan anak laki-laki dan dua anak perempuan dengan rentang usia sekitar delapan hingga 15 tahun," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, dalam keterangannya, Ahad (5/2).
Menurut Nahar, UPTD PPA Provinsi Jambi telah bergerak mendampingi korban serta orang tua korban untuk melaporkan tindakan itu ke Polda Jambi. "Adapun didapati beberapa korban yang terlihat mengalami trauma dan membutuhkan layanan psikologis dari pertemuan awal tersebut," ucapnya.
Di Yogyakarta, polisi menangkap AS (28), ketua remaja masjid Baitul Faizin, Gamping Lor, Sleman, pelaku pencabulan sesama jenis. Polisi menduga korbannya sebanyak 20 orang.
Terungkapnya kejadian tersebut berawal ketika para remaja tengah merencanakan kegiatan persiapan menjelang Ramadhan pada 14 Januari 2023 lalu. Dua remaja di antaranya menginap di masjid.

"Pada keesokan harinya atau pada jam dua dini hari itu tersangka menanyakan pada saksi, siapa yang tidur di lantai dua. Kemudian tersangka menyusul ke lantai dua dan melakukan perbuatan tersebut. Untuk diketahui bahwa saat itu di lantai dua ada dua orang anak yang tidur di masjid. Satu korban, satu lagi saksi," kata KBO Satreskrim Polres Sleman Iptu M Saifudin.
Pada saat pelaku melakukan perbuatannya, saksi terbangun dan melihat perbuatan tersangka. Setelah mengetahui hal itu, saksi membangunkan korban, kemudian korban pulang dan menceritakan kejadian itu kepada teman-teman dan orang tuanya.
Saifudin mengatakan, setelah korban menceritakan ke teman-temannya, muncul pengakuan korban-korban lain yang mengaku pernah diperlakukan serupa oleh tersangka. Kepolisian kini tengah meminta keterangan dari lima korban.
"Pengakuan dari tersangka, kurang lebih sembilan orang korban. Namun, berdasarkan informasi yang kami hitung, kurang lebih 20 korban yang saat ini beberapa korban sudah menginjak dewasa," ungkapnya.

Saifudin mengatakan, seluruh korban merupakan laki-laki yang tinggal satu kampung dengan pelaku. Pelaku melakukan aksinya sejak 2019. "Pelaku melakukan perbuatannya ini semenjak tahun 2013, namun sering melakukan perbuatannya itu sejak tahun 2019, jadi empat tahun kurang lebih sering melakukan itu," ujarnya.
Pelaku kerap melangsungkan aksinya di masjid. Kadang pelaku juga melakukan pencabulan di sebuah kamar kos. "Sebagian di masjid, sebagian di sebuah kos. Jadi, dia punya kolam ikan yang di situ juga ada kamarnya. Di situlah dia melakukan perbuatannya," tuturnya.
Saifudin mengatakan, tidak ada korban yang diancam. Korban merasa malu menceritakan hal yang mereka alami sehingga enggan menceritakan peristiwa tersebut.
"Korban tidak mendapatkan ancaman. Namun, karena hal tersebut dirasa sebagai aib, korban tidak berani bercerita kepada siapa-siapa. Setelah korban AN ini, karena ada saksi ada yang mengetahui, maka dia menceritakan kepada yang lain, baru korban yang lain mengatakan pernah jadi korban dari perbuatan tersangka AS," kata dia.

Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Anak (YLPA) DIY Sari Murti Widyastuti menekankan, pendampingan psikologis secara tuntas perlu segera dilakukan terhadap korban pencabulan tersebut. "Yang harus ditindaklanjuti segera adalah pendampingan psikologisnya sesuai dengan hasil asesmen yang dilakukan oleh para psikolog klinis nanti," kata Sari kepada wartawan, Senin (6/2).
Selain pendampingan psikologis, Sari Murti mengatakan, perlu ada pemeriksaan secara medis. Pemeriksaan dilakukan untuk mencegah adanya penyakit menular. "Lalu, juga perlu ada pertanggungjawaban hukum juga bagi pelaku," ujarnya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta (FH UAJY) itu mengatakan, peran orang tua penting di tengah maraknya pelecehan seksual belakangan. Ia mengimbau agar para orang tua cerdas baik secara intelektual dan emosional.
Jangan lalu nanti orang tua di luar yang jadi korban itu malah ikut mem-bully.
"Secara intelektual, orang tua harus mau belajarlah banyak hal, jangan hanya berpikir satu arah, pokoknya kalau urusan agama pasti beres, tapi harus membuka cakrawala yang lebih luas. Secara emosional juga orang tua harus mau mendengar kalau anaknya punya keluhan. Dengar dulu, jangan marah-marah dulu, supaya anak tidak takut untuk mengungkap apa yang sebetulnya sedang mereka alami," ujarnya.
Selain itu, lingkungan masyarakat juga harus peduli terhadap para korban. Jangan sampai masyarakat justru merundung para korban. "Jangan lalu nanti orang tua di luar yang jadi korban itu malah ikut mem-bully. Mereka harus dibantu, enggak usah diusik dengan orang tuanya enggak urusi anaknya. Mereka itu korban kok," tuturnya.
Peneguhan Kesadaran HAM di Indonesia (Bagian III/Habis)
Banyak pelanggaran HAM di Indonesia dianggap biasa saja.
SELENGKAPNYAGereja Melunak Terkait LGBT, Muslim Protes
Umat Islam Inggris khawatir soal materi pelajaran LGBT.
SELENGKAPNYAKPU Janjikan Pemilu Sesuai Jadwal
Hasyim enggan menanggapi isu penundaan pemilu diperlukan karena alasan pemulihan ekonomi.
SELENGKAPNYA