Petugas keamanan mendorong meja jenazah (Ilustrasi). | ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Fatwa

Hukum Penggunaan Jenazah untuk Penelitian

Perbedaan itu berpangkal pada cara memahami hadis Nabi kepada penggali kubur.

Ziarah Sachiko Mawaddah Lestari ke makam almarhum ayahnya bukan seperti ziarah kubur warga kebanyakan. Bukannya ke tempat permakaman umum (TPU), putri tunggal almarhum Fitri Mardjono, dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), itu mengunjungi jenazah almarhum di Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran UGM.

Sesuai wasiat ayahnya sebelum meninggal dunia pada Juli 2011 lalu, jasadnya dijadikan sebagai kadaver. Karena itu, mayatnya diawetkan dan digunakan sebagai objek penelitian FK UGM untuk dimanfaatkan dalam pengembangan ilmu anatomi, bahan pendidikan, atau ilmu pengetahuan.

"Enggak apa-apa sih. Kan nyekar (ziarah, Red) juga enggak bisa lihat jasadnya. Berdoa bisa di mana saja dan kapan saja. Karena itu juga sudah amanat Bapak dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Suatu hari nanti jika sudah selesai tugasnya sebagai kadaver, tentunya akan dimakamkan juga," ujar Sachiko, seperti dilansir laman Kemendikbud.

Saat berziarah ke Laboratorium Anatomi FK UGM, Chiko tidak masuk ke dalam laboratorium. Dia hanya berhenti di depan laboratorium tempat jasad ayahnya disemayamkan itu. Chiko mengaku tidak ingin melihat kondisi jasad sang ayah. Dia berusaha untuk menyamakan kondisi almarhum seperti lazimnya jenazah yang dimakamkan.

photo
Jenazah (Ilustrasi). EPA-EFE/FRANCIS R. MALASIG - (EPA/FRANCIS R. MALASIG)

Penggunaan kadaver (cadaver) sudah lazim sebagai objek belajar mahasiswa fakultas kedokteran. Mereka biasanya akan mendapatkan kadaver pada semester kedua untuk mengenal anatomi manusia dan cara mengobati manusia hidup. Kadaver biasa digunakan hingga lima kali praktikum. Selain relawan yang memang berwasiat untuk menjadi kadaver setelah wafat, kadaver juga menggunakan jasad orang tanpa identitas.

Sebenarnya, bagaimana Islam mengatur penggunaan jenazah untuk keperluan penelitian? Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum penggunaan jenazah untuk penelitian. Untuk ulama yang melarang, mereka menggunakan dalil bahwa Allah SWT memuliakan manusia daripada makhluk lainnya.

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan" (QS al-Isra: 70).

Dosen Institut Ilmu Quran (IIQ), Dr KH Ahmad Munif Suratmaputra, menjelaskan, mufti Mesir Muhammad Bukhet al-Mith-'i adalah salah satu ulama yang berpendapat bahwa jenazah hanya boleh untuk dua keperluan.

Pertama, mengambil harta orang, seperti mengambil permata yang tersimpan di dalam perut jenazah. Berikutnya, untuk menyelamatkan janin di perut ibunya yang meninggal. Jika untuk penelitian, itu tidak dibolehkan (la yazuuz).

Sementara itu, mufti Mesir lainnya, Syekh Yusuf ad-Dawi, menyatakan, hukum menjadikan jenazah sebagai objek penelitian bagi para mahasiswa di fakultas kedokteran adalah mubah dengan dalil qiyas aulawi dan kaidah darurat.

Penggunaan mayat dianalogikan dengan kebolehan melakukan pembedahan terhadap perut jenazah perempuan hamil untuk menyelamatkan janin yang masih hidup dan berada di dalam kandungannya.

Ahmad Munif mengungkapkan, perbedaan itu berpangkal pada cara memahami hadis Nabi kepada penggali kubur agar tidak merusak tulang-belulang yang didapatkan dari kuburan.

"Engkau jangan merusak tulang itu karena merusak tulang seseorang yang telah meninggal sama dengan merusak tulang seseorang yang masih hidup," sabda Nabi, diriwayatkan oleh Imam Malik, Ibn Majah, dan Abu Daud.

 
Engkau jangan merusak tulang itu karena merusak tulang seseorang yang telah meninggal sama dengan merusak tulang seseorang yang masih hidup.
HR ABU DAUD
 

Pendapat yang melarang operasi perut jenazah berasal dari pemahaman hadis itu secara mutlak dalam kondisi apa pun. Sedangkan, alasan pendapat yang membolehkan adalah darurat, seperti operasi menyelamatkan janin dan mengambil harta dari dalam tubuh mayat.

Operasi bedah mayat dengan operasi pembedahan perut wanita hamil yang sudah meninggal untuk menyelamatkan janin sama-sama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa orang. Meski di satu sisi hal tersebut merusak kemuliaan mayat, manfaat praktik itu bagi orang yang hidup menjadi lebih utama.

Syekh Abdul Majid Sulem, mufti Mesir yang lain, dalam al-Fatawa al-Islamiyah, berkomentar terhadap hadis tadi. Menurut Syekh Abdul Majid, hadis itu berlaku bila tidak ada kemaslahatan lebih krusial (maslahah rajihah). Bila ada kemaslahatan lebih krusial yang ingin diraih, seperti menyelamatkan janin, itu termasuk pengecualian.

 
Meski di satu sisi hal tersebut merusak kemuliaan mayat, manfaat praktik itu bagi orang yang hidup menjadi lebih utama.
 
 

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 12 Tahun 2007 tentang Penggunaan Jenazah untuk Kepentingan Penelitian melansir kaidah fiqhiyyah yang harus diperhatikan dalam masalah ini. Pertama, mencegah kemafsadatan (keburukan) lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.

Penelitian jenazah dimaksudkan untuk mengasah keterampilan para calon dokter agar mengenali anatomi tubuh. Ilmu yang didapatkan para dokter itu pun akan mencegah mereka melakukan kekeliruan manakala sudah mendapatkan lisensi praktik. Tak hanya itu, kehormatan seseorang yang hidup lebih agung daripada kehormatan seseorang yang mati.

MUI pun mempertimbangkan fatwa Syekh Yusuf ad-Dawi dalam memutuskan masalah ini. Karena itu, MUI lantas memutuskan penggunaan jenazah untuk kepentingan penelitian dibolehkan dengan beberapa ketentuan.

Pertama, penelitian tersebut bermanfaat untuk pengembangan keilmuan, mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar, yaitu memberikan perlindungan jiwa (hifzh an-nafs), bukan hanya untuk kepentingan praktik semata.

Kemudian, media yang diperlukan untuk penelitian hanya bisa dilakukan dengan media manusia. Penelitian terhadap jenazah pun harus dilakukan seperlunya. Jika penelitiannya sudah selesai, jenazah harus segera dikuburkan sesuai dengan ketentuan syariat.

Peneliti harus mendapatkan izin dari jenazah yang akan dijadikan objek penelitiannya ketika hidup. Izin tersebut dapat diperoleh melalui wasiat, izin ahli waris, dan/atau izin dari pemerintah.

Tak hanya itu, sebelum jenazah digunakan sebagai objek penelitian, hak-hak jenazah harus dipenuhi. Almarhum atau almarhumah harus dimandikan, dikafani, dan dishalatkan. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Perjuangan Umat dan UU Perkawinan

Hingga berakhirnya Orde Lama, payung hukum perkawinan berbasis syariat tak kunjung terealisasi.

SELENGKAPNYA

Hukum Syariah di Bawah Ketidakpastian

Realisasi perundang-undangan berkaitan erat dengan kekuasaan.

SELENGKAPNYA

Cerita Wanita Pertama yang Sembuh dari Kanker Payudara

Sebelumnya, Judy didiagnosis menderita kanker stadium empat.

SELENGKAPNYA