
Motivasi Alquran
Jabatan Itu Amanah (Bagian 1)
Tugas kepemimpinan harus berdasarkan iman, dilaksanakan dengan penuh amanah.
DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute
Dalam surah al-Maarij [70]: 32, ada ayat tentang amanah yang harus dijaga (Walladziinahum liamaanaatihim raa’uun). Kata raa’uun satu akar dengan kata ra’aa-yar’aa (menjaga), raa’in (penjaga atau pemimpin), dan ra’iyah (rakyat yang dijaga).
Dalam hadis dikatakan, “Kullukum raa’in wa kullukum masuulun ‘an ra’iyyatihi" (Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya) (HR Bukhari-Muslim).
Dalam hubungannya dengan kata amaanah, tampak bahwa kepemimpinan adalah titipan Allah SWT yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh karena berkaitan dengan urusan banyak orang. Kata amaanah satu akar dengan kata aamana-yu’minu (beriman) dan amaan (keamanan).
Kepemimpinan adalah titipan Allah SWT yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh.
Bahwa tugas kepemimpinan harus berdasarkan iman, dilaksanakan dengan penuh amanah (tanggung jawab) dan bisa memberikan rasa aman.
Apa yang kita jelaskan di atas menguatkan alasan mengapa Rasulullah SAW memilih orang tertentu untuk memikul tugas kepemimpinan. Misalnya, menjelang wafatya Nabi SAW telah berkali-kali memberikan kesempatan kepada Abu Bakar ash-shiidiq untuk menjadi imam dalam shalat di Masjid Nabawi.
Pernah suatu ketika saat Nabi SAW masih sakit, Umar mengimami shalat menggantikan Abu Bakar. Dari dalam rumahnya, Nabi SAW langsung berteriak bahwa Allah SWT dan Rasul-Nya tidak ridha untuk menjadi imam bagi selain Abu Bakar. Itu isyarat bahwa Nabi SAW telah mempersiapkannya untuk menjadi pemimpin jika kelak Rasulullah SAW wafat.
Memang sudah menjadi kebiasaan Nabi SAW bahwa panglima perang adalah juga imam shalat bagi pasukannya.
Ketika Nabi SAW wafat, ternyata benar yang terpilih melalui syura adalah Abu Bakar. Khutbah politik pertama yang disampaikannya ketika itu sangat dalam.
Di antara pesannya, Abu Bakar mengatakan, “Lastu bikhairikum” (Aku bukan yang terbaik di antara kamu). Pernyataan ini menunjukkan kerendahan hati Abu Bakar. Sebab, hakikatnya Abu Bakar adalah sahabat terbaik yang telah terpilih berdasarkan wahyu untuk menemani Nabi SAW hijrah.
Allah SWT telah merekam dalam Alquran kebersamaan Abu Bakar dengan Nabi SAW ketika bersembunyi di dalam gua Tsaur (Idz akhrajahulladziina kafaruu tsaaniaatsnain idz humaa fil ghaari) yang artinya "... sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua" (QS at-Taubah [9]: 40).
Kata tsaaniaytsnain idzhuma fil ghaari menunjukkan makna tersebut. Sebab, tidak ada orang lain yang menemani Nabi SAW selain Abu Bakar. Para sahabat sudah bersepakat bahwa Abu Bakar-lah yang paling tinggi derajatnya di antara mereka.
Berbagai riwayat menunjukkan kemuliaan Abu Bakar.
Berbagai riwayat menunjukkan kemuliaan Abu Bakar. Nabi SAW pernah memberikan isyarat bahwa seandainya ada nabi setelahku --kata Nabi SAW-- niscaya itu adalah Abu Bakar.
Satu riwayat lagi, Nabi SAW pernah mengatakan bahwa yang masuk surga pertama setelah para nabi adalah Abu Bakar. Gelar ashshiddiq diberikan Nabi SAW untuk meggambarkan kepribadian Abu Bakar yang selalu membenarkan apa yang Nabi SAW perbuat.
Betapa tigginya kedudukan Abu Bakar di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya. Itu pun Abu Bakar masih mengatakan “lastu bikhairikum”.
Ini pelajaran bagi para pemimpin bahwa ketika Anda menjabat, tawadhu-lah, jangan merasa diri paling benar dan tegakkanlah keadilan, jangan bertindak semena-mena.
Ingat Anda diangkat oleh rakyat, maka tugas Anda adalah menjaga mereka, bukan menguasai mereka untuk memenuhi kepetingan pribadi atau golongan tertentu.
Nasib Janji Politik Bidang Pendidikan
Tidak mudah merealisasikan amanah konstitusi dan janji politik bidang pendidikan.
SELENGKAPNYA