Ustaz Dr Amir Faishol Fath | Republika

Motivasi Alquran

Memuliakan Rasulullah SAW

Adab Rasulullah SAW sangat mulia dalam menyikapi sahabat-sahabatnya.

DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute

Tema pokok surah al-Hujurat adalah tentang adab, yang di antaranya adalah adab kepada Rasulullah SAW. Dari segi urutan urutan surah, al-Hujurat terletak setelah surah Muhammad dan al-Fath.

Surah Muhammad menekankan tentang keharusan menaati Rasulullah SAW. Adapun surah al-Fath berbicara mengenai ciri-ciri pengikut Rasulullah SAW yang berhak mendapatkan kemenangan.

Lalu surah al-Hujurat berbicara tentang adab. Seakan dikatakan wahai orang-orang beriman, jika anda ingin mendapatkan kemenangan hiasilah dirimu dengan adab-adab yang mulia terutama adab kepada Rasulullah SAW.

Dari redaksi pemaparan surah al-Hujurat [49] ayat: 1-3 tampak jelas bahwa masalah adab tidak bisa disepelekan. Sebab boleh jadi seorang hamba dari segi ibadah ritual sangat baik, tetapi pahalanya tertolak karena keburukan adabnya.

 
Boleh jadi seorang hamba dari segi ibadah ritual sangat baik, tetapi pahalanya tertolak karena keburukan adabnya.
 
 

Dimualia dengan adab dalam berpendapat, surah al-Hujurat memberikan tuntunan agar jangan mendahului Allah SWT dan Rasul-Nya dalam berpendapat (laa tuqaddimuu baina yadayillahi wa rasuulihii wattaqullaaha).

Di sini jelas bahwa perintah bertakwa (wattaqullaha) disebutkan setelah tuntunan tentang adab. Maksudnya bahwa seorang hamba tidak mungkin mencapai derajat takwa tanpa berakhlak mulia.

Mendengar tuntunan ini para sahabat langsung berubah. Setiap kali ditanya Nabi SAW tentang sesuatu, mereka menjawab "Allahu wa rasuluhuu a’lam" (Allah dan rasul-Nya yang tahu). Maksudnya, mereka takut mendahului Nabi SAW dalam berpendapat, sekalipun mereka tahu jawabannya.

 
Seorang hamba tidak mungkin mencapai derajat takwa tanpa berakhlak mulia.
 
 

Adab berikutnya janganlah mengangkat suara melebihi suara nabi (laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa shautin nabiy). Adab ini sekalipun tampak sepele tetapi bagi Allah SWT sangat penting.

Dikuatkan dengan pesan-Nya jangan melakukan itu seperti kebiasaan mereka bersama teman sebaya (kajahri ba’dhikum liba’dh). Ini untuk menunjukkan bahwa dalam memperlakukan Nabi SAW jangan seperti memperlakukan teman sebaya.

Apalagi sampai mengangkat suara seperti mereka lakukan kepada teman-teman mereka. Bisa jadi sikap mengangkat suara tersebut telah menganggap rendah Rasulullah SAW. Itulah mengapa akibatnya fatal, yaitu terhapusnya pahala amal saleh yang telah diperbuat (an tahbatha ‘amaalakum wa antum laa tasy’uruun).

Nabi SAW sangat mulia adabnya dalam menyikapi sahabat-sahabatnya. Anas bin Malik pernah bercerita bahwa ia pernah berkhidmat kepada Rasulullah SAW sekian lama, tapi tidak pernah mendengar Nabi SAW memarahinya dengan suara keras atau menegur atau mempertanyakan apa yang ia kerjakan.

Allah SWT telah menjadikan adab tersebut sebagai tolok ukur ketakwaan (innalladziina yaghudhdhuuna ashwaatahum ‘inda rasuulillaahi ulaaikalladziinam tanahanallahu quluubahum littaqwaa). Kata "yaghudhdhuna ashwaatahum" maksudnya merendahkan suaranya.

Adapun kata "imtahana" (ujian) menunjukkan makna penyaringan atau seleksi. Seakan dikatakan jika Anda ingin tahu siapa yang paling bertakwa, lihat ketika ia berbicara, apakah ia mengangkat suara atau tidak. Lalu diberi kabar gembira bahwa mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT dan surga yang agung (lahum maghfiratuw wajrun kabiir).

Turunnya ayat di atas membawa perubahan pada sikap para sahabat. Abu Bakar dan Umar sangat menyesal karena pernah melakukan hal tersebut. Keduanya berjanji setelah itu tidak akan berbicara dengan Nabi SAW kecuali berbisik-bisik.

Tsabit bin Qais juga merasa berdosa karena pernah mengangkat suara di depan Nabi SAW. Di sini tampak bahwa semakin baik adab seseorang setelah beriman otomatis akan semakin mulia, tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat.

Dulu orang-orang Arab bisa menilai mulia tidaknya seseorang dengan melihat adab mereka terhadap budaknya. Jika budaknya diperlakukan dengan baik, maka mereka adalah orang beradab.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Arah Baru Perda Anti LGBT

Perda anti LGBT perlu lebih mengarah pada tumbuhnya norma dan etika.

SELENGKAPNYA

Politik Sebagai Mata Pencarian

Politik telah menjadi mata pencarian melalui jalan-jalan pintas yang serba menerabas.

SELENGKAPNYA

Shalat dan Kebahagiaan Hakiki

Shalat adalah faktor yang paling menentukan dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

SELENGKAPNYA