
Kitab
Telaah Pemikiran Wasathiyah
Melalui buku ini, Ustaz Khairan membedah pemikiran dan perspektif wasathiyah Islam.
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ‘umat pertengahan’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS al-Baqarah: 143).
Petikan terjemahan ayat Alquran itu menegaskan, Islam mengajarkan umatnya agar mengutamakan pemikiran moderat atau wasathiyah. Dalam beberapa tahun terakhir, cukup banyak buku yang mengulas tentang topik tersebut. Salah satunya adalah karya Ustaz Khairan Muhammad Arif yang berjudul Moderasi Islam.
Subjudul buku tersebut cukup panjang: Telaah Komprehensif Pemikiran Wasathiyah Islam Perspektif Alquran dan as-Sunnah, Menuju Islam Rahmatan Li al-Alamin. Melalui karyanya ini, tampak bahwa Sekretaris Jenderal Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) itu hendak menawarkan perspektif yang menyeluruh mengenai Islam sebagai agama yang moderat.
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA) Jakarta itu lahir di Desa Siweli, Donggala, Sulawesi Tengah, pada 29 Juli 1972. Pendidikan formal mula-mula ditempuhnya di Pondok Pesantren al-Khairaat Palu. Gelar sarjana diperolehnya dari IAIN (kini Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah. Adapun titel master dan doktor diraihnya dari Institute of Arabic Researches and Studies, Kairo, Mesir.
Wasathiyah Islam adalah pemikiran, paham, atau ajaran yang mengarahkan kaum Muslimin agar mampu bersikap adil, seimbang, dan proporsional.
Menurut Khairan, wasathiyah Islam adalah pemikiran, paham, atau ajaran yang mengarahkan kaum Muslimin agar mampu bersikap adil, seimbang, dan proporsional. Paham ini juga sering disebut dengan istilah moderat dalam semua dimensi kehidupan.
Dengan paham dan sikap moderat, umat Islam diharapkan mampu mempertahankan nilai-nilai ajaran agama ini, yakni berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Buku ini juga mengkaji pandangan para sahabat Rasulullah SAW, generasi tabiin, tabiut tabiin, serta ulama-ulama generasi setelahnya, termasuk yang berasal dari era kontemporer.
Dalam kalam pembuka, Khairan menyatakan, dirinya tidak memilih terminologi “Islam moderat” atau “Islam wasathiyah". Alih-alih demikian, ia cenderung pada istilah moderasi Islam atau wasathiyah Islam. Sebab, dirinya tidak ingin menimbulkan kesan bahwa Islam sedang dikotak-kotakkan.
Buku setebal 302 halaman ini terdiri atas enam bab. Pertama, penulis menjelaskan pengertian wasathiyah, baik secara bahasa maupun istilah. Selain itu, dipaparkan pula perihal karakteristik wasathiyah berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi SAW.
Alquran telah menjelaskan secara mendasar dan relevan hakikat pemikiran wasathiyah.
Menurut penulis, Alquran telah menjelaskan secara mendasar dan relevan hakikat pemikiran wasathiyah. Dari isyarat-isyarat Kalamullah tersebut, lahirlah pandangan, konsep, serta keterangan (manhaj) moderasi dalam setiap lini kehidupan umat Islam.
Dalam menjelaskan hakikat wasathiyah menurut Alquran, penulis menukil tesis Muhammad Ali ash-Syalaby. Menurut ash-Shalaby, akar istilah tersebut dapat merujuk pada empat kata dalam Alquran. Masing-masing memiliki pengertian yang hampir mirip.
Penulis juga menggali enam makna wasathiyah berdasarkan Alquran. Pertama, istilah ini bermakna sifat adil dan pilihan, sebagaimana yang terdapat dalam surah al-Baqarah ayat ke-143.
Kedua, maknanya adalah ‘paling baik’ dan ‘pertengahan’, sebagaimana terkandung dalam surah yang sama pada ayat ke-238.
Ketiga, wasathiyah bermakna paling ideal dan berilmu, sebagaimana terdapat dalam surah al-Qalam ayat ke-28.
Keempat, maknanya adalah ‘berada di tengah’ atau ‘pertengahan'. Ini diisyaratkan surah al-Adiyat ayat kelima.
Kelima, wasathiyah bermakna tidak ekstrem dalam beragama. Pesan ini terdapat dalam surah al-Maidah ayat ke-77.
Terakhir, terminologi itu dipandang merujuk pada sikap yang seimbang antara duniawi dan ukhrawi, sebagaimana tersirat dalam surah al-Qashash ayat ke-77.
Bagi Khairan, wasathiyah Islam bukanlah sebuah ajaran atau ijtihad baru. Sebab, moderasi Islam telah ada seiring dengan turunnya wahyu pada zaman Nabi SAW.
Bagaimanapun, wasathiyah Islam memang menjadi sebuah tren global sejak awal abad ke-21. Sebab, sejumlah ulama melakukan penyegaran kembali istilah dan pemaknaan itu. Di antara mereka adalah Syekh Yusuf al-Qardhawi, seorang ulama besar kelahiran Mesir.
Penulis mengungkapkan bahwa para ulama Islam modern menyadari adanya benturan antara dua kutub pemikiran yang ekstrem di kalangan kaum Muslimin. Bila kubu-kubu ekstrem menguasai jagat wacana keumatan, hal itu akan sangat membahayakan peradaban Islam.
Karena itu, para ulama pun berusaha mengerahkan kemampuan umat untuk memahami dan mengimplementasikan ajaran yang moderat (wasathiyah) dan toleran (tasamuh). Syekh al-Qardhawi dalam salah bukunya, Mustaqbal al-Ushuliyah al-Islamiyah, pun telah memprediksi bahwa masa depan akan menjadi milik pemikiran Islam moderat.
Menurut al-Qardhawi, pengamal pemikiran moderat akan selalu mampu berbicara kepada khalayak manusia sesuai dengan lisan zamannya. Kelompok ini juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya dan meningkatkan levelnya.

Pada bab kedua buku karyanya itu, Khairan menjelaskan prinsip, karakteristik, paradigma, tujuan, dan urgensi moderasi Islam. Setidaknya ada lima prinsip yang menjadi dasar. Kelimanya adalah keadilan (al-‘adl), kebaikan (al-khairiyah), hikmah (al-hikmah), konsistensi (al-istiqomah), dan prinsip keseimbangan (at-tawazun).
Pada bab ketiga, penulis mengupas moderasi Islam dalam hal akidah. Pada bagian ini, Khairan menjelaskan pengertian sumber akidah Islam. Termasuk dalam pembahasan ialah perihal iman dan kafir.
Pada bab keempat, kemudian penulis membahas moderasi Islam dalam pemikiran. Pada bab ini, penulis membahas pengertian, sumber, dan karakteristik pemikiran Islam. Selain itu, ia juga mengupas pemikiran-pemikiran Islam modern.
Pada bab kelima, Khairan banyak membicarakan moderasi Islam dalam syariah. Para pembahasan ini, juga disinggung masalah maqashid syariah serta konsep bidah dalam kacamata ulama-ulama moderat.
Adapun dalam bab terakhir, Khairan menyajikan perihal akhlak. Dibahas juga tentang kedudukan dan manfaat akhlak dalam Islam, tentunya masih menurut perspektif moderasi.
Buku ini sangat relevan untuk dibaca, terutama di tengah pergulatan pemikiran Islam dewasa ini. Dengan gaya bahasa yang komunikatif, karya Ustaz Khairan tersebut mudah dipahami kalangan awam sekalipun.
Malapetaka Belum Usai
Yang disuarakan mahasiswa pada 15 Januari 1974 dinilai masih relevan hingga saat ini.
SELENGKAPNYARivalitas Jenderal di Balik Malari
Asisten pribadi presiden dituding sebagai biang kerok konflik elite militer.
SELENGKAPNYADua Dekade Tenggelam, Kini Titanic Berlayar Lagi
Titanic membangkitkan berbagai cerita nostalgia yang penuh warna.
SELENGKAPNYA