Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tasawuf

Hakikat Masjid (2-habis)

Dalam perspektif ahli hakikat, syirik diartikan menyaksikan sesuatu selain Allah.

OLEH PROF KH NASARUDDIN UMAR

Musyrik dalam perspektif fikih bermakna menyembah Tuhan selain Allah SWT. Bisa diartikan memberikan loyalitas kepada objek tertentu selain kepada Allah SWT, seperti menyembah berhala atau benda-benda tertentu yang diyakini mampu menentukan nasib seseorang.

Dalam pandangan Alquran, sebagaimana ditafsirkan kalangan ahli tarikat, kemusyrikan adalah najis, sebagaimana disebutkan di dalam ayat Alquran, "Ya ayyuhalladzina amanu innamal musyrikina najasun, fala yaqrabu al-masjid al-haram …." (Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram. (QS at-Taubah [9]:28).

Selanjutnya, yang dimaksud musyrik ialah memberikan loyalitas kepada sesuatu selain Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam ayat Alquran, "Pernahkah kalian melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (bahwa ia tidak layak lagi memperoleh petunjuk) serta Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan di atas penglihatannya? Maka, siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mau ingat?" (QS al-Jatsiyah [45]:23).

Dalam perspektif ahli hakikat, syirik diartikan menyaksikan sesuatu selain Allah. Jika seseorang menyaksikan sesuatu tanpa bisa menghadirkan (kualitas) Tuhan, bisa disebut musyrik. Dasarnya ialah ayat Allah SWT, "Fa ainama tuwallu fa tsamma wajh Allah" (Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS al-Baqarah [2]:115).

 
Jika seseorang menyaksikan sesuatu tanpa bisa menghadirkan (kualitas) Tuhan, bisa disebut musyrik.
PROF KH NASARUDDIN UMAR
 

Jika seseorang melihat sebatang pohon hanya sebatang pohon semata tanpa mampu menghadirkan (kualitas) Tuhan di dalam pohon itu, maka itu ada masalah kemusyrikan (lihat artikel terdahulu tentang Konsep Tauhid).

Dari sinilah muncul istilah junub secara harfiah berarti jauh atau berjarak dengan Allah SWT karena masih seseorang masih merasakan adanya sumber kepuasan selain hanya Allah SWT, yakni ia memperoleh kepuasan dari pasangan biologisnya. Seorang hamba sejati menghanyutkan perhatian (fana') hanya kepada Allah SWT, tetapi orang yang berhubungan suami istri fana' kepada nafsu melalui pasangannya.

Seorang yang sedang janabah harus mandi junub dan tidak boleh ada sehelai rambut pun yang tidak tercuci. Ini sebagai ilustrasi tidak boleh ada sehelai rambut pun yang menjadi objek kepuasan selain Allah SWT.

Di sinilah arti penting taharah dalam Islam. Cara penyucian diri manusia bergantung jenis kotoran yang melekat pada dirinya. Jika kotorannya berupa fisik, penyuciannya dengan air biasa. Cara pembersihannya ialah dengan cara mandi, berwudhu, atau tayamum dengan tanah.

Jika jenis kotorannya berupa dosa atau maksiat, penyuciannya dengan sesuatu yang nonfisik, yang biasa disebut dengan air hakikat (mahiyah). Yang dimaksud air hakikat ialah ilmu pengetahuan, sebagaimana sabda Nabi, alma`u 'ilm Allah (air adalah ilmu Allah). Ilmu Allah masuk di dalam al-'alam al-amr, tidak masuk dalam al-'alam alkhalq. Dengan demikian, seseorang yang mendapat anugerah makrifah Allah bukan saja mendapatkan ilmu yang amat penting, melainkan juga membersihkan dirinya dari dosa. Perbuatan dosa anak manusia harus dibersihkan dengan air atau tanah dan disucikan dengan air hakikat (makrifat Allah).

Hakikat masjid bukan hanya masjid atau mushala dalam pandangan ilmu tarekat dan ilmu hakikat, tetapi keseluruhan alam (al-khalq) ini adalah masjid karena bisa merupakan lokus untuk sujud, beribadah, dan bertawajuh kepada Allah SWT. Badan sebagai penyimpan atau tempat tinggal berbagai kotoran, harus betul-betul dibersihkan, disucikan, dan dihayati. Inilah makna hadis yang sering dikutip di dalam kitab tasawuf, Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu (Barang siapa sudah mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya). Allahu A'lam. 

Kronik Sang Mutiara Hitam

Nama Pele menjadi sejarah tersendiri di jagat sepak bola dunia.

SELENGKAPNYA

Dai Indonesia Harus Berkontribusi Bagi Dunia

Program Dai Ambassador Dompet Dhuafa sudah menjangkau 16 negara.

SELENGKAPNYA

Bolehkah Karyawan Telat Masuk Kerja Disanksi Potong Gaji?

Lembaga boleh memberlakukan ketentuan sanksi kepada karyawannya (yang tidak disiplin).

SELENGKAPNYA