Presiden RI Joko Widodo menyampaikan paparan saat menerima kunjungan Republika di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/11/2022). | Republika/Prayogi

Tajuk

Mencari Penjaga Warisan Jokowi

Mantan gubernur DKI Jakarta ini menganalogikan keberlangsungan kepemimpinan bangsa itu laiknya jenjang pendidikan sekolah.

Presiden Joko Widodo memberi kode politik yang menarik untuk dicermati akhir pekan lalu. Pernyataan itu ia sampaikan saat menerima Redaksi Republika dalam wawancara khusus di Istana Bogor. Presiden ditanya soal pandangannya terhadap Tahun Emas Indonesia 2045.

Kepala Negara menjawab, dan dengan tegas ia katakan, berbahaya bagi Indonesia bila setiap ganti kepemimpinan, berganti pula kebijakan pembangunannya. "Jangan sampai ganti pemimpin, ganti kebijakan. Itu yang bahaya. Tidak ada kontinuitas, tidak ada keberlanjutan program," kata Presiden menekankan.

Mantan gubernur DKI Jakarta ini menganalogikan keberlangsungan kepemimpinan bangsa itu laiknya jenjang pendidikan sekolah. Jangan sampai anak yang sudah sampai jenjang SMP, malah bisa kembali lagi ke taman kanak-kanak. Atau yang sudah sampai di SMA malah bisa turun ke SD.

Presiden melihat hal tersebut bisa terjadi dalam kacamata kepentingan politik sesaat. Ini yang ia tidak inginkan. "Jangan sampai itu mengorbankan kepentingan besar negara ini." Tentu ada latar belakangnya mengapa Jokowi melontarkan pernyataan tersebut. Pertama, Jokowi memang dikenal sebagai presiden yang gemar membangun infrastruktur yang megah dan besar. Mantan wali kota Solo ini terlihat sekali ingin meninggalkan warisan pembangunan fisik.

 
Mantan gubernur DKI Jakarta ini menganalogikan keberlangsungan kepemimpinan bangsa itu laiknya jenjang pendidikan sekolah.
 
 

Mulai dari kereta cepat, mass rapid transit, kereta light rail transit, jalan, jembatan, bendungan, pos perbatasan, bandara, pelabuhan, hingga ke proyek ibu kota negara. Dalam arena politik, kegemaran Presiden Jokowi membangun infrastruktur ini jadi sasaran lawannya. Sebab, Presiden dinilai membangun tanpa visi ataupun prioritas yang jelas.

Sementara anggaran pembangunan itu dicomot dari APBN ataupun kas BUMN karya. Ini belakangan memicu dampak keuangan yang besar. APBN kerap tekor, bahkan dalam posisi pemerintah harus mengambil utang untuk membayar utang itu sendiri. Di sisi lain, kas BUMN karya pun tekor, ini terlihat dari kinerja sejumlah BUMN karya. Alhasil jelang 10 tahun kepemimpinan Jokowi, sejumlah megaproyek itu sudah terbangun, tetapi belum memperlihatkan hasil yang maksimal.

Faktor kedua, tahun depan mulai masuk tahun politik. Jokowi cukup terang-terangan memperlihatkan bahwa ada kemungkinan sejumlah megaproyeknya, kalau angin politik berubah, hal itu tidak akan diteruskan. Bilamana calon yang diusung Jokowi dan PDI Perjuangan gagal melenggang ke Istana Negara. Terutama pembangunan IKN di Kalimantan. Ini proyek yang amat prestisius dan jangka panjang, membutuhkan megadana, juga investasi dari dalam dan luar negeri.

Sejumlah pengamat politik memang sempat menyentil kekhawatiran pemerintah ini terhadap keberlangsungan proyek-proyek infrastrukturnya. Terutama pembangunan IKN. Karena itu, menurut pemerhati politik ini, pilihan Jokowi dan PDIP dan koalisinya tidak akan jauh dari sosok yang berani menjaga dan melanjutkan megaproyek tersebut.

 
Sejumlah pengamat politik memang sempat menyentil kekhawatiran pemerintah ini terhadap keberlangsungan proyek-proyek infrastrukturnya. 
 
 

Ketiga, dan ini sebetulnya yang paling krusial, adalah pernyataan Presiden itu mengungkap ada persoalan besar dalam bagaimana tokoh-tokoh politik menentukan prioritas pembangunan jangka panjang negara ini.

Kita tahu ini tidak mudah. Pernyataan Presiden Jokowi juga gambaran nyata dari praktik politik di daerah-daerah. Persoalan prioritas itu malah diwarnai oleh kepentingan kelompok dan cukong-cukong di belakangnya. Sehingga pembangunan tidak bertahan lama dan mengorbankan, ironisnya, rakyatnya sendiri.

Idealnya sudah jelas. Siapa pun pemimpinnya maka haluan pembangunan jangka panjang haruslah tetap dijaga. Kalaupun mau ada perubahan tentu bisa terjadi, tapi tidak melenceng, atau malah menghentikan proyek strategis nasional itu. Persoalan anggaran, lingkungan, dan investor bisa dicarikan jalan keluar. Yang harus digarisbawahi adalah mencari persamaan pandangan, komitmen, dan menihilkan ego kelompok.

Inilah pentingnya menilai calon pemimpin dari harapan dan program yang ia tawarkan. Bukan sekadar asal berbeda dan asal bukan program pemimpin yang sebelumnya. Apalagi yang cuma asal menghina dan menebar fitnah tanpa didukung bukti-bukti yang valid. Jangan salah, yang kampanye macam ini sudah terbukti. Dan kemungkinan besar, kita bakal merasakannya lagi mulai tahun depan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ki Bagoes Hadikoesoemo, Penggagas Tegaknya Syariat Islam

Ia telah merumuskan pokok-pokok pikiran KH Ahmad Dahlan hingga menjadi Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.

SELENGKAPNYA

Kisah Kesombongan Kafir Makkah

Orang-orang kafir Makkah sombong karena mengira bahwa kelak di akhirat mereka akan diutamakan daripada kaum Mukminin.

SELENGKAPNYA

Bagaimana Pandangan Syariah Menonton Piala Dunia?

Saat kopi disebut sebagai minuman sejuta umat, menonton sepak bola itu tontonan sejuta umat.

SELENGKAPNYA