Barisan Laskar Hizbullah. Pada zaman pendudukan Jepang, Laskar Hizbullah dibentuk. Ide awalnya dari usulan KH A Wahid Hasyim. | DOK NU

Kronik

Hizbullah, Penegak Agama bagi Kejayaan Nusa dan Bangsa

Sebelum Hizbullah lebur ke TNI, diperkirakan jumlah laskar santri ini tidak kurang dari 500 ribu orang.

Barisan Hizbullah, tentara Tuhan Penegak agama-Nya ..... Bagi kepentingan nusa dan bangsa Negara Indonesia

Sekarang sudah tibalah waktunya Menggempur musuh kita Yang akan memperbudak bangsa kita Dengan hati yang murka

Majulah pahlawan bangsaku Serbulah 'kan musuhmu Mesti pasti kamu jaya Musuhlah yang binasa, musuhlah yang binasa

Itulah mars Hizbullah yang memompa semangat para pejuang bangsa untuk terus menumpas penjajah. Untuk pertama kalinya warga Surabaya mendengar mars yang penuh heroisme itu ketika 14 orang santri Surabaya kembali dari latihan militer di Cibarusa, Bogor, Jawa Barat, sekitar Mei 1945.

Dengan menggunakan kereta api, mereka turun di stasiun Sidotopo. Dari sini mereka berjalan kaki, berbaris tegap sambil menyanyikan mars tadi, menuju kantor NU (Nahdlatul Ulama) di Jalan Bubutan. Para penduduk yang tinggal di kampung-kampung sepanjang jalan yang dilalui, menyambut mereka dengan penuh haru dan bangga.

Pemandangan serupa juga terjadi di berbagai kota lain. Para santri itu adalah laskar terlatih yang telah mengikuti latihan militer selama tiga bulan di Cibarusa, di bawah bimbingan tentara Jepang. ''Mereka disiapkan untuk menjadi perwira, atau instruktur militer bagi para pemuda Islam lainnya,'' kata saksi sejarah, KH M Moenasir.

Sekembalinya ke daerah masing-masing, mereka mengadakan latihan-latihan militer, khususnya di pesantren-pesantren. Maka sejak itu kesibukan hampir semua pesantren di Jawa Timur, juga di kawasan lain di Jawa, bertambah. Para santri tidak hanya mengaji kitab dan berlatih pencak silat, tapi juga mulai berlatih prinsip-prinsip militer. Mereka tetap seorang santri, tapi santri yang telah memiliki kemampuan dasar militer.

photo
Laskar Hizbullah menggelar upacara pada masa awal-awal kemerdekaan. - (istimewa)

Belum ada data pasti berapa persisnya jumlah laskar Hizbullah. Sampai 1946, sebelum Hizbullah lebur ke dalam TNI, diperkirakan jumlah laskar santri ini tidak kurang dari 500.000 orang, tersebar di berbagai daerah.

Markas juang laskar Allah ini umumnya di pondok-pondok pesantren. Di Jawa Timur, yang mashur adalah pesantren Tebuireng (Jombang), Lirboyo (Kediri), Salafiyah Syafiiyah (Situbondo), dan Dresmo (Surabaya).

Hizbullah (Laskar Allah) dibentuk oleh tentara pendudukan Jepang saat Jepang makin tersudut dalam Perang Asia Timur Raya melawan Sekutu. Kendati telah ada kelompok-kelompok militer terlatih macam PETA, Heiho, Seinendan, Keibodan, yang beranggotakan anak-anak muda pribumi, namun Jepang menganggap mobilisasi rakyat untuk menghadang ekspansi Sekutu belum cukup.

Mereka melihat kalangan pesantren, santri dan kyainya, adalah potensi besar yang belum tersentuh. Karena itu, Jepang kemudian mendekati K.H. Abdul Wahid Hasyim (tokoh Masyumi, putra sulung KH Hasyim Asy'ari, Tebuireng), dan meminta agar Wahid mengerahkan para santri untuk masuk Heiho yang akan membantu Jepang menghadapi Sekutu. Wahid yang cerdas dan berpikir jauh ke depan, tidak segera mengiyakan permintaan itu.

Ia berpendapat, akan lebih bermanfaat jika para santri diberi keterampilan militer untuk mempertahankan tanah airnya sendiri. Mereka akan penuh semangat dan rela berkorban untuk itu. Sedang yang lebih tepat untuk menghadang ekspansi Sekutu di luar negeri adalah tentara profesional dari Jepang sendiri.

photo
Laskar Hizbullah menjelang Pertempuran Surabaya pada 1945. - (istimewa)

Situasi ini mengilhami para tokoh Masyumi kala itu, tentang perlunya umat Islam memiliki tentara sendiri. Dalam penilaian Masyumi, kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan umat Islam. Karena itu, adalah wajib hukumnya memperjuangkan kemerdekaan itu. Maka mereka kemudian sepakat membentuk Hizbullah.

Atas nama Masyumi, Wahid Hasyim kemudian menyampaikan keputusan tadi kepada pemerintah Dai Nippon. "Jepang setuju karena mereka menganggap pembentukan laskar ini akan bisa memperkuat posisi mereka menghadapi Sekutu. Tapi kita punya pikiran dan tujuan sendiri, yakni untuk menyiapkan laskar terlatih dalam rangka membebaskan diri dari penjajah," ungkap Kyai Moenasir, yang cukup dekat dengan Kyai Wahid Hasyim. Secara resmi Hizbullah berdiri pada 14 Oktober 1944.

Tiga bulan setelah terbentuk, Masyumi mengumumkan susunan Dewan Pengurus Pusat Hizbullah yang berkedudukan di Jakarta, dipimpin oleh KH Zainul Arifin dengan wakil Mr. Mohammad Roem.

Setelah kepengurusan tersusun, Hizbullah mengampanyekan kepada seluruh umat Islam di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah-daerah lain di seluruh Indonesia, untuk mengumpulkan para pemuda Islam yang akan dididik kemiliteran. Banyak santri dengan penuh kesadaran serta restu dari para kyai bersedia menjadi anggota laskar Hizbullah.

Pendidikan kemiliteran anggota Hizbullah dipusatkan di Cibarusa, Jawa Barat. Pertama kali diikuti oleh 500 laskar Hizbullah dari Jawa dan Madura. Mereka para pemuda berusia 18 hingga 25 tahun yang berasal dari Jakarta, Banten, Surabaya, Sukabumi, Priangan, Surakarta, Semarang, Pati, Yogyakarta, Madiun, Kediri, Bojonegoro, Malang, dan Besuki. Selain memperoleh pendidikan militer, mereka juga memperoleh gemblengan mental dari sejumlah kyai yang didatangkan khusus ke Cibarusa.

photo
LAskar Hizbullah menjelang Pertempuran Surabaya pada 1945. - (istimewa)

Berbondong-bondong para pemuda masuk Hizbullah. Sesuai hirarki militer, dibentuklah kesatuan-kesatuan. Di Surabaya, misalnya, terbentuk Hizbullah Divisi Sunan Ampel, yang membawahi Hizbullah Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang.

Peran besar Hizbullah terlihat nyata dalam pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945. Terutama setelah K.H. Hasyim Asy'ari dan para ulama mengeluarkan resolusi jihad yang mewajibkan umat Islam dalam radius 94 km untuk berjihad.

Pada 3 Juni 1947, pemerintah mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai satu-satunya wadah bagi pejuang bersenjata. Bersama barisan kelaskaran lainnya, Hizbullah pun lebur ke dalam TNI. Namun tidak sedikit pula anggota laskar Hizbullah yang kemudian memutuskan kembali ke pesantren, dan tidak meneruskan karir militer di TNI.

Beberapa yang lain masuk TNI, namun kemudian mengajukan pensiun sebelum waktunya. Terutama setelah pemerintah melalui Dephankam mengadakan reorganisasi dan rasionalisasi (Rera).

Ihwal Hizbullah bersedia bergabung dalam TNI, Panglima Besar Jenderal Soedirman mengatakan, "Itu adalah sebagai bukti Hizbullah adalah kelaskaran yang mementingkan derajat negara daripada golongannya sendiri. Kami yakin."

Disadur dari Harian Republika edisi 4 Agustus 1995

Bahasa Indonesia, Warisan Sumpah Pemuda

Tersebar luasnya bahasa Melayu merupakan salah satu faktor penting menumbuhkannya.

SELENGKAPNYA

Si Pitung, Bang Puase, dan Nyai Dasima

Pitung dan kawan-kawan menyatakan perang terhadap kompeni, dendam yang telah ia wariskan sejak kecil.

SELENGKAPNYA

Cerita Tentara Robot yang tak Lagi Sekadar Fiksi

Para pengembang robot ternama, sepakat tidak akan membuat robot untuk keperluan perang.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya