Seorang perajin membatik kain dengan pola batik kampung laut yang menggunakan pewarna alami dari buah mangrove di Desa Klaces, Kampung Laut, Cilacap, Jateng, Kamis (4/11/2021). | ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/nz.

Teraju

Kain yang Mengubah Fashion Dunia

Setidaknya ada 11 jenis kain impor yang diminati masyarakat Jawa kuno, khususnya oleh kelompok bangsawan.

OLEH SIWI TRI PUJI B

Konon tren dan mode adalah serupa roda; berputar -- dan disadari atau tidak -- merupakan pengulangan. Dan dalam tren dekorasi, chintz kembali berada di atas. Kain katun bermotif flora klasik asal India ini memasuki kembali tren desain interior. "Tren minimalis telah berakhir," tulis The New York Times. 

Jika minimalis ditandai dengan segala yang serba ringkas dan sederhana, chintz lebih "riuh" dan bergaya maksimalis. Chintz sering digunakan bersama komponen tradisional dengan konotasi ramah dan klasik, seperti furnitur antik, karpet rajutan tangan, dan kain nyaman yang berat seperti wol, beludru, dan chenille.

Chintz adalah sejenis kain belacu yang warnanya memesona, dengan dominan merah yang khas dan biru. Selama ribuan tahun, perajin kain ini mengembangkan teknik cerdik untuk memperbaiki pewarna cerah pada kapas, menggunakan formula kimia kompleks yang masih belum dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sains bahkan hingga saat ini.

Pada perkembangannya, motif chintz berpindah pada perabotan rumah, gorden, karpet, hingga tembikar. Potongan chintz tertua ditemukan di Mesir di pelabuhan Laut Merah dari sekitar tahun 1400. menampilkan gambar burung yang bergaya. 

Chintz memiliki sejarah yang panjang. Cita asal Coromandel, India, ini mendunia sejak berabad lampau. Perdagangan tekstil dari India ke Mesir setidaknya telah ada sejak 800 M.

Namun, sejak abad pertengahan, dokumen menunjukkan bahwa tekstil kapas dari India juga diekspor dan diperdagangkan melintasi Asia melalui darat dan laut. Thailand, Iran, Jepang, dan Indonesia (dulu bernama Hindia Belanda) adalah pasar utama kain-kain dari India. 

photo
Pasien disembuhkan dengan dibungkus dengan kain Chintz di Kandy, Sri Lanka, 2021 lalu. - (EPA-EFE/CHAMILA KARUNARATHNE )

Dari abad ke-16 hingga awal abad ke-19, chintz menjadi mahakarya kain yang meduduki kelas tersendiri dalam sistem sosial selain sutera. Pada kurun ini, chintz menjadi barang perdagangan utama untuk memperoleh rempah-rempah yang sangat didambakan dari pulau-pulau penghasilnya di Indonesia. Para pedagang Portugis, dari tahun 1498 berlayar langsung ke India di sekitar ujung selatan Afrika, membuka jalur laut baru bagi para pedagang Barat.

Setelah Vasco da Gama berhasil mencapai Calicut di India pada tahun 1498, kain ini mulai dikenal di Eropa. Sekitar tahun 1600, pedagang Portugis dan Belanda membawa contoh chintz India ke Eropa dalam skala kecil, tetapi pedagang Inggris dan Prancis mulai mengirim dalam jumlah besar. 

Pada 1680 lebih dari satu juta keping chintz diimpor ke Inggris per tahun, dan jumlah yang sama dikirim ke Prancis  dan Belanda. Awalnya, chintz digunakan untuk gorden, kain perabotan, dan hiasan tempat tidur dan selimut.

Kain ini menjadi item fashion ketika -- serita ini agak seperti hikayat saja -- sepotong chintz yang dihadiahkan kepad seorang pelayan wanita disulapnya menjadi gaun yang indah.

Seketika, chintz impor menjadi begitu populer di kalangan orang Eropa selama akhir abad ke-17. Pabrik-pabrik di Prancis dan Inggris menjadi khawatir, karena mereka tidak tahu cara membuat chintz. Pada 1686 Prancis mengumumkan larangan semua impor chintz. 

photo
Penjual kain India di Hyderabad pada 2020 lalu. - (AP/Mahesh Kumar A)

Hampir 40 tahun kemudian, pada tahun 1720, Parlemen Inggris Raya memberlakukan undang-undang yang melarang "Penggunaan dan Perlengkapan Pakaian dari kain chintz impor, dan juga penggunaannya di dalam atau di sekitar tempat tidur, kursi, bantal, atau perabotan rumah tangga lainnya".

Spanyol mengikuti Inggris dan Prancis untuk melarang impor chintz. Pertama, pada tahun 1717, impor tekstil dari Asia dilarang. Kemudian pada tahun 1728 impor tekstil imitasi buatan Eropa dilarang di Spanyol. 

Meskipun chintz dilarang, ada celah dalam undang-undang tersebut. Versailles berada di luar aturan hukum ini. Di kota ini, para pelayan yang modis terus mengenakan chintz.

Pada tahun 1734, perwira angkatan laut Prancis, de Beaulieu, yang ditempatkan di Pondicherry, India, mengirim surat bersama dengan sampel sebenarnya dari kain chintz pada setiap tahap prosesnya ke teman ahli kimia yang merinci proses pewarnaan katun chintz. Surat-surat dan contoh-contohnya dapat dilihat hari ini di Muséum national d'histoire naturelle di Paris. Ahay, pewarnaan chintz bukan lagi rahasia!

Pada 1742, orang Prancis lainnya, Pastor Coeurdoux, juga memberikan rincian proses pembuatan chintz, ketika ia menyebarkan ajaran Katolik di negara itu. "Resep'' pembuatan kain ini kian terbuka. Maka pada tahun 1759 larangan chintz dicabut. Pada saat ini pabrik Perancis dan Inggris mampu menghasilkan chintz.

Orang Eropa pada awalnya memproduksi reproduksi desain India, dan kemudian menambahkan pola sendiri. Sebuah merek terkenal adalah toile de Jouy , yang diproduksi di Jouy-en-Josas , Prancis , antara tahun 1700 dan 1843. Puncaknya, pada 1900-an, Inggris sudah mampu meproduksinya dalam skala industri. Begitulah akhir kejayaan chintz India. Namanya mendunia, tapi "kiamat" bagi perajinnya. 

Bangbiron Batik Sembagi 

Hubungan dagang India dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara terjalin jauh sebelum era kolonial. Jejak-jejak keberadaan kain impor di Jawa pada abad ke-9 hingga abad ke-15 masih dapat dilacak melalui banyak prasasti dan karya  sastra kuno. 

photo
Perajin mengerjakan pembuatan batik tulis dengan motif khas Bogor di Kampung Batik, Neglasari, Cibuluh, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/9/2020). - (ARIF FIRMANSYAH/ANTARA FOTO)

Setidaknya ada 11 jenis kain impor yang diminati oleh masyarakat Jawa kuno, khususnya oleh kelompok bangsawan. Berdasarkan istilah-istilah yang digunakan untuk menyebut masing-masing kain, dapat diketahui bahwa kain import itu berasal dari tanah Melayu, India, dan Cina, juga Persia. Salah satu yang terkenal adalah kain chintz dari pesisir Coromandel di India dan kain tenun patola dari Gujarat. 

Prasasti Kuti berangka tahun 840 M dan Prasasti Cane 1021 M menyebutkan adanya orang-orang asing yang disebut dengan istilah wargee dalem dan wargga kilalan. Mereka berasal dari India yaitu orang Kling, Āryya, Paņḍikira, Drawiḍa, Gola, Cwalika, Malyalā, Karņnake; orang dari Singhala (Sri Lanka); orang dari Campa (Vietnam); orang dari Kmir (Kamboja); dan dua wilayah lain yang tidak teridentifikasi.

Prasasti Kuti 840 M menyebutkan kelompok orang asing itu dengan istilah wargee dalem, sedangkan Prasasti Cane 1021 M dengan istilah wārgga kilalan. Pengelompokan orang asing pada masa Jawa Kuna ini sangat penting, karena mereka dibebani untuk membayar pajak orang asing sebagai salah satu penghasilan kerajaan.

Kain-kain impor itu memiliki fungsi sosial, ekonomi, dan religi yang tinggi dalam masyarakat Jawa kuno. Arca Prajnaparamitha dari masa kerajaan Singhasari digambarkan memakai kain yang sedemikian halus bermotif seperti patola. Pada era itu, hanya kelompok berkasta tinggi, bangsawan, dan kalangan istana yang dapat mengenakan kain-kain itu. 

photo
Siswati (62) menyelesaikan pengerjaan batik tulis bermotif daun mangrove di rumah industri miliknya di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (11/2/2022).- ( ANTARA FOTO/Patrik Cahyo Lumintu/Ds/YU)

Hubungan dagang terus berlanjut hingga era kolonial Belanda. Kain dan rempah-rempah menjadi komoditas utama yang diperdagangkan dari dan ke wilayah jajahannya. 

Pada akhir abad ke-18, setelah penghapusan perbudakan di Kerajaan Inggris, manufaktur di Inggris mulai mencari sumber alternatif kapas murah. Merek akhirnya menetap di kepemilikan East India Company di India, yang merupakan wilayah jajahannya. Periode panjang proteksionisme pemerintah yang diterapkan pada industri tekstil juga menyebabkan suplai kain ke banyak wilayah termasuk Hindia Belanda terdegradasi secar besar-besaran. 

Kain patola dan chintz menjadi barang yang langka  sementara permintaan pasar di wilayah Nusantara terhadap barang ini masih sangat tinggi. Melihat situasi tersebut para pengusaha batik keturunan Cina dan Arab di Jawa yang rata-rata bermukim di pesisir Pantai Utara Jawa memanfaatkan kekekosongan suplai dengan membuat produk kain tiruannya.

Modifikasi canting batik dilakukan untuk membuat motif serupa patola yang sejatinya adalah jenis kain tenun. Di Pekalongan, modifikasi batik motif patola dilakukan secara besar-besaran, dan mengadopsi nama baru; jlamprang. Di Yogyakarta dan Solo -- yang masih kental tradisi keraton -- motif serupa dinamakan nitik

photo
Pembatik membuat batik nitik di Kembangsongo, Kapanewon Jetis, Yogyakarta. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Pengusaha batik di wilayah Lasem dan Cirebon membuat tiruan kain chintz menjadi motif yang lebih indah dari aslinya. Tak lain karena teknik pewarnaannya yang inovatif dengan memanfaatkan kekayaan flora lokal. Warna merah dan biru khas kan chintz dibuat dengan pewarnaan merah yang berasal dari pohon mengkudu dan warna biru indigo dari pohon indigofera.

Motif batik yang berasal dari Coromandel India ini kemudian berkembang dengan sebutan motif sembagi. Tak hanya motifnya yang populer, tapi juga padanan warna merah-biru khasnya yang kemudian dikenal sebagai bangbiron (dari kata abang atau merah dan biron atau biru). 

Selain di pesisir Jawa, batik sembagi juga dikembangkan di Jambi dan Palembang. Sumatra merupakan pasar yang bagus untuk batik sembagi, karena permintaan pasar yang tinggi untuk kain chintz di masa lampau. Jadi, para pengusaha di Jawa tak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tapi juga mengirimnya ke seberang pulau, terutama Jambi, Palembang, dan wilayah lain di sekitarnya termasuk Lampung.  

Khusus untuk pasar Jambi, ornamen sembagi ditambah dengan aneka ornamen biah dengan desain sedikit berbeda. Sedang di Lampung, batik sembagi dikenal sebagai kainsebage, dengan motif terdiri dari ornamen geometris  dan hiasan bunga. Seiring waktu, aneka varian bermunculan dan nama beragam, antara lain sebage sekebar, kembang kaweng, kembang cinou, kembang kaco piring, dan kembang melur.

Anies Sudah Tempatkan Satu Kaki di Pilpres

Anies dan Nasdem masih harus bekerja sama dengan partai lain agar pencalonannya mulus.

SELENGKAPNYA

Menjaga Inflasi tak Meninggi

Masih banyak peluang untuk menjaga inflasi sesuai koridor yang aman.

SELENGKAPNYA

Simthud ad-Duror, Kitab Maulid Nabi Bertabur Keindahan

Tulisan dalam kitab ini dirangkai dengan bahasa-bahasa pilihan dalam bentuk qasidah

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya