
Mujahidah
Ratu Siti Aisyah We Tenriolle, Penyelamat Epos La Galigo
Siti Aisyah berjasa mengumpulkan naskah La Galigo dan menulis ulang ke dalam bahasa bugis kuno
La Galigo adalah manuskrip yang mengisahkan epos terpanjang di dunia. Kisah yang sangat terkenal ini muncul sebelum epos Mahabharata. Di dalamnya terkandung cerita-cerita yang kebanyakan mitos, terutama tentang sejarah Bugis Lama.
Tidak diketahui secara persis siapa pengarang La Galigo. Namun, manuskripnya saat ini tersimpan rapi justru di perpustakaan-perpustakaan Eropa. Siapa sangka, yang berjasa mengumpulkan naskah La Galigo dan menulis ulang ke dalam bahasa Bugis kuno yang mudah dipahami adalah seorang Muslimah.
Adalah sosok Siti Aisyah We Tenriolle yang berjasa melestarikan naskah mahakarya tersebut. Berkat Siti Aisyah, Bugis dan Sulawesi Selatan terkenal hingga penjuru dunia.
Sejatinya, prestasi Siti Aisyah bukan hanya menulis ulang La Galigo. Ia adalah pemimpin besar kerajaan Islam. Tidak banyak kerajaan Islam di Tanah Air yang dipimpin seorang wanita.
Kerajaan Tanette atau yang sekarang dikenal dengan Kerajaan Bone adalah daerah yang dipimpin oleh Siti Aisyah. Ia juga menguasai Kerajaan Bugis. Siti Aisyah bergelar Datu atau Ratu.
Ayahnya bernama La Tunampare', sementara ibunya bernama Colliq Poedjie. Keduanya adalah bangsawan dengan gelar Arung. Aisyah tinggal di Tanette saat remaja. Saat itu terjadi perselisihan antara Belanda dengan Kerajaan Tanette.
Dalam perebutan kekuasaan, sang raja Tanette dibuang dan diasingkan oleh Belanda. Akhirnya, Belanda mengangkat La Rumpang Megga Matinro Eri Moetiara sebagai raja yang tak lain adalah kakek Aisyah.
Kerajaan Tanette menerapkan Islam sebagai falsafah negara. Namun, La Rumpang tidak menutup kerja sama dengan pihak asing guna membangun Tanette. Saat usianya sudah uzur, tanpa disangka La Rumpang menunjuk cucu perempuannya, Siti Aisyah, untuk menggantikan dirinya.
Padahal, Aisyah memiliki kakak laki-laki bernama La Makkawaru. Namun, perilaku Makkawaru yang gemar berjudi membuatnya tidak dijadikan pengganti La Rumpang.

Saat naik takhta, Siti Aisyah mempertahankan kestabilan kerajaan yang sudah dibina oleh kakeknya. Ia menyadari bahwa yang saat itu diperlukan rakyatnya adalah stabilitas. Ia mengukur diri jika mengangkat senjata melawan Belanda, Tanette dan rakyatnya akan hancur seketika.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Aisyah juga menerapkan konsep Pau-Pauna Sehek Maradang atau lima tuntutan Hikayat Syekh Maradang. Hikayat tersebut menyebutkan kewajiban pemimpin adalah menciptakan kesejahteraan suatu negeri dan rakyatnya.
Orang yang kaya mesti menggunakan hartanya untuk membangun negeri. Orang yang pemberani mesti berdiri di depan untuk melindungi rakyat. Wali adalah orang yang mulia di sisi Allah dan doa orang fakir akan diterima Allah SWT.
Aisyah memerintah kerajaan selama lima tahun. Ia fokus pada pengembangan ekonomi dan pendidikan untuk rakyatnya
Aisyah memerintah kerajaan selama lima tahun. Ia fokus pada pengembangan ekonomi dan pendidikan untuk rakyatnya. Ia juga mendirikan sekolah di saat banyak rakyat Indonesia tidak mendapat akses sekolah pada waktu itu.
Menurut LPPI Makassar, persentuhan Siti Aisyah dengan La Galigo adalah setelah pertemuannya dengan seorang peneliti Belanda, BF Matthess. Bersama ibunya, Aisyah membantu Matthess mengumpulkan naskah-naskah La Galigo yang terserak di Goa, Tallo, hingga Bone.
Kemampuan Aisyah berbahasa Bugis Kuno membantunya menerjemahkan La Galigo dalam bahasa Bugis yang mudah dipahami. Kemudian, BF Matthess menerjemahkannya dalam bahasa Inggris.
Hasil terjemahan La Galigo dari Matthess kini tersimpan rapi di Universitas Leiden, Belanda, dan diakui sebagai epos terpanjang di dunia.
Posisi Aisyah sebagai Datu membuat proyek pengumpulan naskah La Galigo terbantu. Disebutkan, meski berhasil dikumpulkan, baru sepertiga dari keseluruhan naskah yang dihimpun. Hasil terjemahan La Galigo dari Matthess kini tersimpan rapi di Universitas Leiden, Belanda, dan diakui sebagai epos terpanjang di dunia.
Peran vital Aisyah bagi dunia kesusastraan tak diragukan lagi. Ia juga memimpin sebuah kerajaan Islam di Tanah Air dengan aman dan stabil. Pendidikan bagi warga Bone pun menjadi salah satu kebijakannya. Namun, nama Siti Aisyah We Tenriolle tenggelam dalam sejarah dibanding pejuang emansipasi perempuan Indonesia lainnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Jakarta Film Week, Spirit Baru Perfilman Usai Pandemi
Festival film bertaraf internasional ini akan kembali hadir pada 13 hingga 16 Oktober 2022 secara daring dan luring
SELENGKAPNYANoah Tuntaskan Janji
Noah menampilkan banyak lagu, bahkan lagu saat masih bergabung dalam grup Peterpan.
SELENGKAPNYAIni Tuntunan Syariah Bisnis Sebagai Agen
Tugas-tugas sebagai agen harus dijelaskan dalam perjanjian.
SELENGKAPNYA