Lukisan kapal-kapal Eropa mengelilingi Pulau Run. | wikimedia commons

Kronik

Nasib Pala Banda, Run, dan Manhattan

Pulau Run adalah salah satu pulau penting dalam sejarah Indonesia.

OLEH CHRISTYANINGSIH

Pada 31 Juli 1667 silam, lahir sebuah perjanjian yang bakal diingat soal Kepulauan Banda. Saat itu, lebih 350 tahun lalu, perjanjian paling bersejarah antara Belanda dan Inggris terkait satu pulau di Kepulauan Banda, Indonesia.

Perjanjian Breda. Perjanjian itu menjadi bukti adanya warisan yang kian memudar. Pesona Banda yang tak lagi berkilau dari kepulauan idola justru menjadi tempat pengasingan.

Banda adalah salah satu pulau penting dalam sejarah Indonesia. Di pulau itu para pendiri bangsa seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, dan dr Tjipto Mangunkusumo pernah diasingkan. Erasmus Huis Jakarta menggelar pameran bertajuk "Banda, Warisan untuk Indonesia" mulai 31 Juli sampai 31 Agustus 2017. Pameran ini memperlihatkan pentingnya Kepulauan Banda dalam sejarah sebagai tempat asal buah pala (myristica fragrans) dan fuli, hasil turunan dari pohon pala.

Pameran menyajikan lukisan peta kuno Kepulauan Banda yang dilukis pada zaman kolonial. Salah satu lukisan yang ditampilkan merupakan karya pelukis asal Belanda, Johannes Vingboons. Lukisan ini dibuat pada periode 1662-1665. Karya Vingboons menampilkan Pulau Banda Neira lengkap dengan Benteng Belgica dan Nassau.

photo
Lukisan Kepulauan Banda oleh Johannes Vingboons pada 1662 - (wikimedia commons)

Pengunjung juga disuguhi beberapa karya pustaka, seperti Pulau Run karya Giles Milton dan Sejarah Banda Neira oleh Des Alwi, sosok yang dekat dengan penyair Chairil Anwar. Pameran ini menunjukkan bagaimana Kepulauan Banda berperan dalam persaingan antara Inggris dan Belanda pada abad ke-17. Terutama persaingan untuk menguasai pala yang saat itu nilainya bahkan lebih mulia dari emas.

Pala dan fuli digunakan untuk memasak dan berobat. Wim Manuhutu, sejarawan sekaligus kurator pameran "Banda, Warisan untuk Indonesia" mengatakan, melalui jaringan tersebut pala dan fuli sampai ke pasaran Eropa. Di Eropa, pala dianggap menjadi obat mujarab. Dari pala dibuat obat untuk menyembuhkan penyakit pes yang kala itu disebut sebagai black death.

Saudagar-saudagar Jawa, Tionghoa, Arab, dan India mengunjungi Banda untuk berdagang dengan masyarakat setempat. Mereka bermukim di kampung-kampung yang dipimpin orang kaya.

Ada dua persekutuan kampung, yakni Uli Lima dan Uli Siwa. Interaksi antarpedagang lokal dengan pedagang luar menjadikan sebagian besar masyarakat Banda sudah memeluk Islam sejak abad ke-16.

Adanya 12 pelabuhan di pulau sekecil Banda menandakan pentingnya tempat ini dalam jalur lalu lintas laut. "Para pedagang mengambil pala Banda dan rempah-rempah melalui Malaka karena berkualitas bagus dan harganya cocok," kata Wim Manuhutu.

Pedagang Eropa akhirnya datang ke Banda belakangan setelah pedagang asal Cina, India, dan Arab lebih dahulu hadir. Bangsa Eropa pertama yang mencapai Banda adalah Portugis. Portugis menaklukkan Malaka pada 1511. Setelah itu, bangsa Eropa lain berlomba-lomba menuju Banda. Belanda tiba pada 1599 disusul Inggris pada 1901.

photo
Seorang pedagang menunjukkan komoditi fuli di toko pengepul rempah di Kota Ambon, Maluku, Rabu (7/7/2021). Fuli yang merupakan kulit dari biji pala, yang menjadi salah satu komoditi rempah andalan Maluku tersebut kini harganya berkisar Rp 280 ribu per kilogram di tingkat pengepul. - (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Sejak awal kedatangan, Belanda berniat memonopoli perdagangan pala dan fuli. Sesudah merebut Ambon pada 1605, Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) mencoba mencapai monopoli perdagangan pala dan fuli melalui perjanjian-perjanjian dengan orang Banda.

Namun, niat itu terganjal karena hadirnya bangsa Inggris. Satu-satunya pulau di Banda yang tidak bisa dikuasai Belanda adalah Pulau Run. 

***

'Goyang pohon Ringgit gugur'

Sedikit pepatah Banda itu menunjukkan betapa makmurnya hasil bumi di Kepulauan Banda. Terutama, pohon pala. Ia menjadi rebutan. Belanda dan Inggris pernah berperang hebat akibat merebutkan pala dan fuli Banda Neira.

Sejarah mencatat, masyarakat Banda menjual pala dan fuli kepada pedagang yang datang termasuk bangsa Inggris akibat hubungan antara VOC milik Belanda dan rakyat Banda memburuk. Pada 1609, Laksamana Verhoeff dibunuh ketika berlangsung perundingan Belanda dengan rakyat Banda.

Buah pala dari berkah menjadi musibah bagi Banda. Sejak saat itu harumnya pala berganti bau anyir akibat pertumpahan darah.

Sejarawan dari Universitas Pattimura Usman Thalib mengisahkan, sebelum era kolonial masyarakat Banda sangat sejahtera. "Mereka sudah berpakaian lengkap tidak seperti orang-orang Maluku yang masih mengenakan cawat," ujar Usman Thalib, Selasa (1/8).

Pada masa itu, masyarakat Banda terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok lima dan kelompok sembilan. Kedua kelompok masyarakat itu bersifat oposisi, tapi saling membutuhkan. Secara sosiologis masyarakat Maluku terbagi atas dua kelompok tersebut. Namun, masih ada satu kelompok sebagai penyeimbang bernama Urtatan.

 
Sejarawan dari Universitas Pattimura Usman Thalib mengisahkan, sebelum era kolonial masyarakat Banda sangat sejahtera.
 
 

Urtatan merupakan lembaga adat yang menetralisir semua pertikaian, termasuk dalam hal perdagangan. Penentuan harga pala di Pulau Run, Pulau Lira, dan sekitarnya diputuskan oleh perundingan dua kelompok melalui Urtatan.

Perdagangan pala yang maju, perlahan menggusur peran raja. Saudagar-saudagar kaya akhirnya memiliki pengaruh kuat di Banda melebihi raja. Namun, kegemilangan pala Banda kian memudar. Pala yang dulu hanya tumbuh di Kepulauan Banda berhasil dibawa Inggris ke daratan lain, seperti Sri Lanka. Nasib Banda kian terpuruk. Hingga kini.

Pada 1621, Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen memutuskan mengakhiri perlawanan orang Banda. Dalam perang berdarah, Belanda merebut dan menghancurkan kampung-kampung yang melawan.

Warga dibunuh, ditangkap, dan dibawa ke Batavia sebagai budak. Ribuan orang diperkirakan menjadi korban genosida. Beberapa ratus orang berhasil mengungsi ke Seram Timur dan Kepulauan Kei.

Inggris, yang tiba setelah Belanda, menguasai Pulau Ay dan Pulau Run di Kepulauan Banda. Pulau Run berada di sebelah barat Banda Neira, pusat perdagangan VOC di Banda.

Sebelumnya, Run diabaikan, tapi ternyata menjadi salah satu lumbung pala tersubur. Setelah Belanda mengusir Inggris dari Pulau Ay dan Run, tahun 1623 beberapa pejabat English East-India Company dibunuh di Ambon. Peristiwa Amboyna Massacre menjadi topik dalam perang propaganda Inggris dan Belanda.

Pascaperang Inggris-Belanda pertama (1652-1654), Inggris diberi izin untuk kembali ke Run. Mereka baru kembali awal 1665. Tetapi, beberapa bulan kemudian terusir lagi ketika perang Inggris-Belanda kedua meletus pada 1665-1667.

Perseteruan kedua negara soal daerah kekuasaan baru mencapai kesepakatan dalam perundingan di Kota Breda pada musim panas 31 Juli 1667.

photo
Detail biji pala usai dipetik di Kepulauan Banda Naira, Maluku. - (ANTARAFOTO/Muhammad Adimaja)

Perjanjian Breda menghasilkan status quo di wilayah penjajahan masing-masing diakui. Belanda menyerahkan kekuasaan mereka di Nieuw Amsterdam termasuk Pulau Manhattan kepada Inggris. Sedangkan, Inggris mengakui Belanda atas Suriname dan Run.

Sudah 350 tahun berlalu sejak penukaran Pulau Manhattan dengan Pulau Run. Rentang waktu ratusan tahun telah mengubah wajah dua pulau jajahan itu. Dulu Nieuw Amsterdam hanya pulau berisi rawa-rawa.

Kini ia menjelma salah satu kota paling modern di muka bumi. The Big Apple menjadi pusat perekonomian yang sibuk di Amerika Serikat. Nasib lain menimpa Pulau Run.

Lumbung pala yang pernah jadi rebutan bangsa Eropa kini tidak ubahnya seperti pulau-pulau kecil lain di Indonesia. Ia jauh, terlupakan, dan minim fasilitas modern. Kondisi Run dan New York diibaratkan bagaikan langit dan bumi.

Sebelum era kolonial, masyarakat Kepulauan Banda merupakan kelompok masyarakat kaya. Pepatah Banda 'goyang pohon ringgit gugur' menunjukkan gampangnya meraup untung dari harga pala yang sangat tinggi. Kisah kemakmuran masyarakat Banda di antaranya terekam dalam novel Mirah dari Banda karya Hanna Rambe.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mengenang Penangkapan DN Aidit

Saat-saat menjelang G30S, Aidit banyak membuat pernyataan yang memanaskan situasi.

SELENGKAPNYA

Jangan Salahkan Hujan

Hujan yang dirindukan kini diumpat. Doa-doa yang terucap berubah menjadi makian. Patut kah kita berlaku begitu kepada sang hujan?

SELENGKAPNYA

Orientasi Memimpin

Sekurang-kurangnya ada tiga oreintasi pemimpin yang sejatinya melakat dalam diri.

SELENGKAPNYA