KH Suprapto Ibnu Juraimi, seorang tokoh Muhammadiyah khususnya dalam bidang dakwah | DOK IST

Mujadid

KH Suprapto Ibnu Juraimi, Sang Mujahid Dakwah

Tokoh Muhammadiyah ini menggagas program dakwah untuk mubaligh yang disebutnya Rihlah.

 

OLEH MUHYIDDIN

 

Muhammadiyah memiliki banyak tokoh dalam bidang syiar keislaman. Salah satunya adalah KH Suprapto Ibnu Juraimi. Sosok yang akrab disapa Ustaz Prapto itu dikenal antara lain sebagai perintis Rihlah Dakwah di lingkungan persyarikatan tersebut.

Santri KH Raden Hadjid itu lahir di Yogyakarta pada 3 Juli 1943. Sebelum mewakafkan dirinya dalam dunia dakwah, lelaki ini terlebih dulu pengenyam pendidikan di Madrasah Muallimin Muhammadiyah. Begitu lulus dari sekolah menengah, ia mendaftar di IAIN Sunan Kalijaga.

Saat menjadi mahasiswa, Suprapto pernah ikut demonstrasi untuk menentang kebijakan kampus yang dirasa tidak benar. Karena melakukan aksi protes itu, sejak 1962 ia diskors selama lima tahun. Akan tetapi, hukuman dari pejabat institut itu di kemudian hari berbuah manis, ,menjadi rahmat tersembunyi (blessing in disguise) untuknya.

Semenjak diberhentikan dari IAIN, Suprapto memiliki lebih banyak waktu untuk mengaji. Salah seorang guru yang amat berpengaruh baginya adalah KH R Hadjid, yakni murid termuda yang pernah menuntut ilmu kepada KH Ahmad Dahlan—sang pendiri Muhammadiyah. Bagaimanapun, ia kemudian melanjutkan lagi kuliahnya, kali ini di Universitas Islam Indonesia (UII).

Reputasinya di lingkup Muhammadiyah terus menanjak. Ia pernah memimpin Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada masanya selaku direktur sekolah itu, ia menerapkan sistem yang menempatkan madrasah sebagai subsistem dari pondok pesantren secara keseluruhan.

Sebab, bapak tujuh orang anak ini percaya, tujuan pendidikan yang sesuai dengan idealisme hanya bisa dicapai dengan memadukan sistem madrasah dan asrama. Alhasil, institusi dapat mencetak kader-kader Muhammadiyah yang mumpuni.

Pada level praktis, kebijakannya juga berguna untuk memenuhi kebutuhan santri dalam mendapatkan ijazah formal. Dengan demikian, mereka dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Ustaz Prapto juga berperan dalam memasukkan kurikulum madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah yang sesuai Kurikulum Tahun 1975 ke dalam Kurikulum Muallimin. Dengan cara itu, para siswa setempat dapat mengikuti ujian sebagaimana murid-murid madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah negeri.

 
Dengan cara itu, para siswa setempat dapat mengikuti ujian sebagaimana murid-murid madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah negeri.
 
 

 

Seluruh peserta didik juga diwajibkan tinggal di dalam asrama atau pondok. Kala itu, dimulailah pengajaran bahasa Arab dan Inggris secara lebih intensif lagi guna menggembleng kemampuan komunikasi mereka dalam bahasa asing.

Sesudah tidak lagi menjabat direktur Muallimin, Ustaz Prapto kemudian melanjutkan pengabdiannya di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM). Pimpinan pusat ormas Islam ini lantas mengangkatnya sebagai direktur (mudir) lembaga itu.

Oleh sang mudir, ada beberapa peraturan baru yang ditegakkan. Misalnya, setiap mahasiswa-santri (mahasantri) PUTM wajib melaksanakan shalat malam dan puasa sunah Senin-Kamis.

Rihlah Dakwah

Seperti dikutip dari buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, Ustaz Prapto masyhur sebagai seorang dai yang tidak kenal lelah. Dalam menjalankan dakwah Islam, keteguhan dan kerja kerasnya menjadi inspirasi baik bagi sesama mubaligh maupun generasi muda.

Saat aktif di Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ustaz Prapto mencetuskan program Rihlah Dakwah. Inspirasinya datang dari kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW ke Thaif.

Kedatangan Rasulullah SAW, menurutnya, bukan karena diundang atau ditunggu penduduk setempat. Beliau melakukannya lantaran didorong amanah untuk mensyiarkan tauhid kepada seluruh umat manusia.

Ustaz Prapto berpandangan, seorang mubaligh Muhammadiyah hendaknya meniru ikhtiar dakwah Nabi SAW ke Thaif. Janganlah dai mengambil sikap menunggu saja. Kalau menanti undangan, umpamanya, dari pimpinan wilayah atau daerah Muhammadiyah (PWM/PDM), yang dikhawatirkan terjadi adalah kepasifan mereka. Belum tentu pula undangan itu akan ada.

 
Seorang mubaligh Muhammadiyah hendaknya meniru ikhtiar dakwah Nabi SAW ke Thaif. Janganlah dai mengambil sikap menunggu
 
 

 

Intinya, para dai dalam program Rihlah Dakwah memiliki pola pikir (mind set) jemput bola. Ustaz Prapto mengumumkan gagasannya dalam Rapat Kerja Nasional Majelis Tabligh PP Muhammadiyah tahun 1996. Ia memulai kegiatan sejak bakda shalat Ashar berjamaah hingga pukul 06.00 WIB keesokan harinya. Seluruh peserta wajib menginap di area lokasi acara, biasanya di kamar-kamar asrama atau sekitaran masjid.

Materi Risalah Islamiyah, Tadabbur Alquran, Pembajaan Diri, serta Pelajaran dari KH Ahmad Dahlan diberikan kepada mereka. Tentu saja, tidak lupa dengan shalat malam atau qiyamullail. Dalam suasana itulah, ide tentang safari dakwah ke daerah-daerah disampaikan kepada forum pada pagi harinya.

Segala persiapan tuntas. Maka inilah dimulainya Rihlah Dakwah. Perjalanan yang dilakukan Ustaz Prapto ternyata cukup panjang. Waktu tempuhnya rata-rata lebih dari sepekan. Paling lama adalah 23 hari.

Saat masih menjadi guru di Muallimin, biasanya ia menjalani program tersebut ketika anak-anak sekolah sedang menikmati masa liburan. Sampai akhir hayatnya, hampir seluruh PDM di seluruh penjuru Tanah Air telah disambangi oleh Ustaz Prapto.

Ada sebuah kisah yang cukup menarik. Seperti diceritakan oleh Ustaz Mahli Zainuddin Tago. Pada suatu kesempatan Rihlah Dakwah menyambangi Sumatra. Pada hari ke-21 sejak keberangkatan, hampir semua daerah sudah dikunjungi. Maka, Ustaz Mahli dan Ustaz Prapto berpisah di Kota Metro, Lampung.

Dalam kondisi fisik yang sudah lelah, Ustadz Mahli kembali menuju Yogyakarta. Wajarlah kiranya apabila Ustaz Prapto nanti juga letih sekembalinya dari Sumatra. Ternyata, penggagas program Rihlah Dakwah itu dari Metro tidak langsung pulang. Ia selama beberapa hari tetap di Lampung.

Padahal, waktu itu sang ustaz sudah divonis mengidap sakit gula. Bahkan, level penyakitnya itu sudah sampai tahap kronis. Maka selama di Lampung, ia menenteng tas bawaan serta termos es yang berisi jarum suntik dan insulin—guna disuntikkan ke dirinya sendiri.

Ustaz Mahli baru mengetahui keadaan mubaligh tersebut setelah diberi tahu seorang menantu Ustaz Prapto, Agus Syamsul Bahri. Tentu saja, kekhawatiran tergambar pada raut wajahnya.

Namun, Mas Agus kembali berkata, menyampaikan kesaksiannya tentang sang mertua, “Cita-cita Bapak memang ingin syahid dalam perjalanan dakwah itu,” katanya.

Ponpes Budi Mulia

Pada 1981, sejumlah cendekiawan dan aktivis Muslim di Yogyakarta berinisiatif membentuk lembaga pendidikan untuk meningkatkan giat dakwah Islam. Maka mereka pada 24 Januari 1983 mendirikan Yayasan Pendidikan Shalahuddin.

Di bawah naungan yayasan itu, dibangunlah sebuah pondok pesantren yang khusus bagi mahasiswa. Namanya, Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM). Lokasinya di Condongcatur, Sleman, DIY.

Salah seorang pengajar di PPBM adalah KH Suprapto Ibnu Juraimi. Ustaz Prapto memberikan pembinaan kepada para mahasantri setempat dalam program yang dinamakan “Universitas Malam Jumat".

Materi perkuliahan yang disediakannya berkaitan dengan tema-tema akidah dan ibadah praktis. Di samping itu, ada pula pokok yang disebutnya “Pembajaan Diri,” yakni motivasi untuk menggembleng mental generasi muda agar siap menjadi mujahid dakwah yang tangguh.

Tiap Ramadhan, PPBM menyelenggarakan Pesantren I’tikaf Ramadhan (PIR). Pesertanya adalah kalangan mahasiswa Muslim dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia. Berangkaian dengan PIR itu, Ustaz Prapto melakukan safari dakwah hingga ke Palu.

Hingga pertengahan Ramadhan, ia berdakwah di ibu kota Sulawesi Tengah itu. Kemudian, ia kembali ke Yogyakarta untuk melaksanakan iktikaf di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, kompleks PPBM. Aktivitas ini secara rutin dilakukan alumnus Akademi Tabligh Muhammadiyah itu tiap tahun hingga menjelang dirinya wafat.

 
Di sisa usianya dirinya mengalami kondisi mata yang tidak bisa lagi melihat. Bagaimanapun, api semangat tetap dikobarkannya.
 
 

Hingga tahun 2002, Ustaz Prapto sudah mengunjungi sebanyak 225 pimpinan daerah Muhammadiyah (PDM) di Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, sebagian Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Bahkan, di sisa usianya dirinya mengalami kondisi mata yang tidak bisa lagi melihat.

Bagaimanapun, api semangat tetap dikobarkannya. Dua bulan sebelum meninggal, ia sempat hadir dalam Rapat Kerja Nasional Majelis Tabligh Muhammadiyah di Semarang.

Pada 21 April 2009, Ustaz Prapto berpulang ke rahmatullah. Ribuan jamaah memenuhi Masjid Besar Kauman Yogyakarta untuk menshalatkannya dan melepas kepergiannya.

 

photo
KH Suprapto Ibnu Juraimi (kiri). Ulama Muhammadiyah ini dikenal sangat menjaga kebiasaan shalat malam. - (DOK IST)

Kisah ‘Bapak Pembangunan’

Sepertiga malam adalah momen yang spesial. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tuhan kita yang Maha Agung dan Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika telah tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberikannya. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni” (HR Bukhari-Muslim).

Seorang tokoh Muhammadiyah, KH Suprapto Ibnu Juraimi, sangat meresapi makna hadis itu. Sosok yang biasa disapa Ustaz Prapto itu istikamah dalam merutinkan shalat tahajud di sepertiga malam.

Saat mengajar di Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM) Yogyakarta, ia pun mendidik para mahasiswa-santri (mahasantri) setempat untuk membiasakan bangun di sepertiga malam. Mereka diimbaunya untuk mengamalkan shalat malam secara berjamaah.

Terkait pendidikan qiyamul lail itulah, Ustaz Prapto mendapatkan julukan sebagai “Bapak Pembangunan". Sebab, sebelum waktu shalat malam dimulai, ia selalu mendatangi kamar-kamar para mahasantri. Mereka lalu dibangunkannya untuk tahajud dengan sembari mengucapkan, “Qum, qum, qum!” Artinya, “Bangun, bangun, bangun!”

Umumnya, mahasantri PPBM yang pernah diajarkannya akan mengenang. Ustaz Prapto selalu memimpin qiyamul lail berjamaah. Rakaatnya berlangsung lama. Duduk tahiyat awalnya pun lama sekali. Tahiyat akhirnya bahkan lebih lama lagi.

Adapun bacaan surah al-Fatihah dan ayat-ayat Alquran yang dibaca sesudahnya seperti tidak ada intonasi. Datar layaknya seseorang sedang bertutur dan memberikan nasihat. Shalat malam yang demikian itu mengesankan bagi siapa saja yang pernah menjadi makmumnya.

Bagi Ustaz Prapto Ibnu Juraimi, jika shalat sunnah sudah menjadi kebiasaan, maka menjalankan shalat wajib akan menjadi kebutuhan. Kebiasaannya menunaikan shalat tahajud dan dhuha memang telah masyhur di kalangan murid-muridnya.

 
Menunaikan shalat tahajud dan dhuha memang telah masyhur di kalangan murid-muridnya.
 
 

Dalam kiprahnya, Ustaz Ibnu Juraimi pernah menjadi guru dan direktur (mudir) Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, pengelola Pesantren Muhammadiyah Palu, serta kepala Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM). Sosok yang memiliki idealisme tinggi ini merupakan seorang dai, motivator, dan layak menjadi panutan hidup bagi generasi dai muda.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ki Bagoes Hadikoesoemo, Penggagas Tegaknya Syariat Islam

Ki Bagoes merumuskan pokok-pokok pikiran KH Ahmad Dahlan hingga menjadi Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.

SELENGKAPNYA

'Rahasia' Bima Sakti Antarkan Timnas U-16 Juara

Timnas Indonesia juara Piala AFF U-16 2022 berkat kemenangan 1-0 atas Vietnam di Stadion Maguwoharjo.

SELENGKAPNYA

Presiden: Subsidi Energi Terlalu Besar

Menurut Ketua MPR, Presiden ingin mengevaluasi mekanisme penyaluran subdidi kepada masyarakat.

SELENGKAPNYA