Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (10/5/2022). Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada dalam zona positif pada kuartal II-2022. | Prayogi/Republika.

Teraju

Ada Harapan Ekonomi Indonesia di Zona Hijau

Banyak negara gagal menjaga fundamental ekonomi mereka.

OLEH RAKHMAT HADI SUCIPTO

Setiap hari isu ketidakpastian ekonomi selalu menjadi sajian utama berita pada media lokal maupun internasional. Ini wajar-wajar saja karena negara-negara besar juga sedang mengalami masa-masa kritis. Amerika Serikat saja dalam beberapa bulan terakhir ini tak pernah memberikan sinyal ekonomi yang positif.

Ada banyak isu yang membuat Amerika Serikat menghadapi problem hebat. Yang paling membelit dengan kencang adalah terjadinya hiperinflasi di negara adidaya tersebut. Inflasi di AS sempat menembus level di atas 9,0 persen. Tentu saja negara tersebut kelimpungan dan warga AS pun merasakan penderitaan yang cukup berat.

Inflasi superhebat di AS adalah bagian dari fragmen imbas beragam problem yang melanda AS dan global. Wabah Covid-19 termasuk yang menjadi pemicu negara tersebut gagal mengawal perekonomiannya dengan baik.

Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) akhirnya turun tangan. The Fed beberapa kali memberikan sinyal untuk kembali menaikkan suku bunga acuan dalam beberapa periode demi menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Bagaimana dengan Indonesia? Tentu saja banyak analis yang menyoroti perkembangan ekonomi di Tanah Air. Ada yang pesimistis dan tentu banyak yang lebih optimistis melihat wajah ekonomi Indonesia hingga akhir 2022 ini. Masing-masing menyajikan fakta dan data untuk memperkuat argumentasi.

Untuk melihat kemungkinan yang akan terjadi hingga akhir tahun, data Badan Pusat Statistik (BPS) bisa menjadi salah satu acuannya. Tim BPS pada Jumat (05/08/2022) baru saja mengumumkan laporan perkembangan ekonomi Indonesia triwulan II-2022.

Mengacu pada laporan tersebut, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2022 mencapai Rp 4.919,9 triliun, sementara atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp 2.923,7 triliun. 

Kepala BPS Margo Yuwono mengemukakan, ekonomi Indonesia pada triwulan II-2022 terhadap triwulan II-2021 tumbuh sebesar 5,44 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27 persen. Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74 persen. 

Margo menuturkan, ekonomi Indonesia triwulan II-2022 terhadap triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 3,72 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 13,15 persen. Dari sisi pengeluaran, komponen pengeluaran konsumsi pemerintah (PK-P) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 32,00 persen.

Penguatan ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan II-2022 terlihat pada semua wilayah. Kelompok provinsi di Pulau Jawa menjadi kontributor utama dengan peranan sebesar 56,55 persen dari ekonomi nasional, dengan kinerja ekonomi yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,66 persen (y-on-y) dibanding triwulan II-2021. 

photo
Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2022 - (BPS)

Menurut Margo, lingkungan eksternal bakal terus memengaruhi tren perekonomian domestik. "Kondisi ekonomi global dihadapkan kepada sejumlah tantangan. Tekanan inflasi di beberapa negara sudah cukup tinggi. Uni Eropa 9,6 persen, Amerika 9,1 persen, Inggris 8,2 persen, Korea 6,1 persen. IMF juga melakukan revisi pertumbuhan ekonomi, turun ke bawah. Untuk 2022, semula adalah 3,6 persenmenjadi 3,2 persen," jelas Margo.

Meski menghadapi tantangan, Indonesia juga mendapatkan kesempatan emas untuk meraih pendapatan yang lebih besar. Margo menyebut kenaikan harga beberapa komoditas andalan menjadi pendorong positif tersebut. Dengan kenaikan harga komoditas, Indonesia mendapatkan keuntungan dan neraca perdagangan membukukan surplus US$ 15,55 miliar atau naik sebesar 148,01 persen dari periode sebelumnya.

Perbaikan dari sisi nonekonomi, jelas Margo, juga membantu percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Margo menyatakan penanganan Covid-19 membaik sehingga mobilitas penduduk meningkat. Imbasnya, daya beli masyarakat terjaga sehingga konsumsi dan aktivitas produksi terakselerasi.

Pemerintah optimistis

Dengan situasi dan kondisi seperti apa pun, pemerintah selama ini menyatakan selalu percaya diri bisa melalui segala tantangan dengan baik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berani memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2022 bakal membaik. Dia pernah memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan kedua 2022 bakal menembus angka 5,0 persen. 

Tentu saja pemerintah tak bisa bergerak sendirian dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi agar sesuai dengan harapan. Pemerintah, Bank Indonesia, pelaku usaha, dan para pemangku kepentingan lainnya harus seiring sejalan dalam menghadapi segala tantangan.

Keputusan The Fed, misalnya, tentu harus menjadi perhatian Bank Indonesia (BI). Problem di AS akan menambah tekanan pada perekonomian global. Imbasnya, semua negara bakal mengalami gelombang panas ekonomi, termasuk Indonesia. Bila tak mampu meredam gelombang tersebut, perekonomian bisa terjerembab dalam kondisi yang tak menentu.

Rilis data pertumbuhan ekonomi oleh BPS tentu menggembirakan banyak pihak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga sempat mengutarakan keyakinannya bahwa pertumbuhan ekonomi RI bisa menembus angka di atas 5,0 persen pada kuartal kedua 2022. Tentu pengumuman data pertumbuhan ekonomi dari BPS sesuai harapannya.

Airlangga mengakui perekonomian Indonesia juga dibayangi dengan inflasi tinggi. Kenaikan harga pangan menjadi salah satu pemicunya. Pada sisi lain, banyak negara yang tak hanya menghadapi krisis pangan, tetapi juga problem memperoleh pasokan energi yang memadai.

Berpijak pada laporan data ekonomi BPS, Airlangga berani menyatakan pertumbuhan ekonomi RI pada triwulan kedua 2022 ini lebih baik dibandingkan dengan negara lainnya. Apa buktinya? Amerika Serikat mencatat pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi sebesar 0,9 persen.

Yang mengejutkan, Cina mengalami perlambatan ekonomi yang sangat drastis. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Cina mencatat laju pertumbuhan yang mendekat nol persen.

Amerika Serikat dan Cina adalah dua negara yang memuncaki ekonomi dunia dari sisi besaran PDB. Dengan peta pertumbuhan yang tak menggembirakan, tentu saja negara lain pantas waspada dan menyiapkan strategi yang tepat agar bisa menghadapi imbasnya dengan cepat dan tepat. "Cina bersama AS, dua engine pertumbuhan ekonomi dunia dalam situasi lemah impact jangka panjang berdampak kepada ekonomi Asia," jelas Airlangga.

Airlangga pun merasa bersyukur karena laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada dalam zona hijau. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mampu berada pada zona lima persenan. "Jadi, kita lihat pertumbuhan kita dalam tiga kuartal di atas 5,0 persen masih menunjukkan relatif baik dengan negara lain," ujarnya.

Keputusan pemerintah untuk tetap memberikan beberapa jenis subsidi bagi masyarakat juga turut menopang perekonomian. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, langkah pemerintah tetap memberikan subsidi di sektor energi terbukti mampu menahan perekonomian dari terjangan gelombang panas ekonomi negara lain maupun ketidakpastian perekonomian global.

Pemerintah menahan harga BBM subsidi dan LPG kemasan tiga kilogram. Keputusan ini berkontribusi besar dalam mempertahankan daya beli kelompok menengah dan bawah.

Sebagai bukti, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,51 persen dari laporan terkini BPS. Konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi Indonesia pada triwulan kedua menurut pengeluaran, sebesar 2,92 persen.

Subsidi yang terarah dan terukur, bisa menjadi strategi yang sangat tepat di tengah kenaikan harga energi pada beberapa waktu terakhir ini. Subsidi mampu mempertahankan harga di dalam negeri agar tidak terlalu bergejolak. Masyarakat kelas bawah dan menengah pun bisa melakukan konsumsi dengan baik.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah serta instansi terkait melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPIP dan TPID) untuk mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi serta mendukung ketahanan pangan.

Untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap mendukung proses pemulihan ekonomi nasional, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal terus ditingkatkan. Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.

Dengan kesigapan dari semua pihak, terutama jalinan kerja sama antara pemerintah dan Bank Indonesia, tampaknya wajah perekonomian domestik akan tetap cerah. Namun, semuanya bisa berubah drastis jika lingkungan eksternal tak mendukung. Karena itulah, fundamental ekonomi RI harus tetap kuat. Terutama dengan menjaga daya beli masyarakat agar ekonomi tak bergejolak. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Hoegeng, Jenderal Polisi yang Menyejukkan

Hoegeng berani menolak sogokan dan membongkar ketidakbenaran.

SELENGKAPNYA

BPS: Indonesia Swasembada Beras

Perpadi mendorong agar survei cadangan beras bisa dilakukan secara rutin.

SELENGKAPNYA

Produksi Migas Pertamina Naik

Pertamina Hulu Rokan menjadi terproduktif dalam menyumbang minyak di Pertamina.

SELENGKAPNYA