
Nostalgia
Panik Sebelum Serangan Jepang
Oleh Jepang, orang-orang Belanda yang berusia 18 tahun ke atas dimasukkan ke kamp.
OLEH PRIYANTONO OEMAR
Suara gelegar bersahutan. Hujan lebat. Guntur dan petir yang mengamuk di Jakarta membuat listrik padam. Malam kian gelap. Kondisi ini membuat orang-orang kaya dari golongan Indo-Eropa, Eropa, dan sebagian Cina-Arab panik.
Desas-desus cepat menyebar dalam gulita itu sehingga membuat mereka panik. Bukan panik berbelanja menimbun bahan makanan, seperti yang terjadi setelah pengumuman kasus korona di Indonesia, melainkan panik mencari tempat mengungsi. Mereka segera membawa mobil untuk mencari tempat aman.
Dalam kegelapan malam, mereka pergi mengungsi karena desas-desus menyebut Jepang sudah datang membombardir Jakarta. Suara guntur bersahutan itu mereka kira bom. Di Surabaya, pada hari yang berbeda kejadian serupa juga terjadi. Suara guntur mereka kira bom Jepang sehingga orang-orang kaya di Surabaya juga panik mencari tempat pengungsian.
Belum ada bom yang dilempar Jepang ke wilayah Jakarta dan Surabaya. Mereka panik karena harihari sebelumnya, setelah Jepang menghancurkan Pearl Harbour, mereka mengira tak lama lagi Jepang akan membombardir Hindia Belanda. Begitu pada Januari 1942 benar ada bom Jepang di Surabaya, orangorang kaya itu malah tidak panik.
Belum ada bom yang dilempar Jepang ke wilayah Jakarta dan Surabaya. Mereka panik karena harihari sebelumnya, setelah Jepang menghancurkan Pearl Harbour, mereka mengira tak lama lagi Jepang akan membombardir Hindia Belanda.
Di Jakarta, pada Januari 1942 itu juga ada pengeboman tepatnya di Tanjung Priok, orang-orang kaya itu juga tidak panik. sebab pengeboman dari pesawat-pesawat Jepang hampir tidak pernah menyasar ke wilayah sipil, hanya militer, tulis Onghokham di bukunya.
Arus pengungsian memang terjadi, tetapi gambarannya tidak sepanik saat petir menyambarnyambar yang mereka bom. Mereka mengungsi ke gunung, seperti ke Puncak, Lembang, Kopeng, Selekta, dan sebagainya.
Gubernur Jenderal Tjarda mengungsi ke Bandung sejak awal 1942 setelah Ratu mengungsi ke London. Ia tinggal di rumah Residen Priangan (sekarang Gedung Pakuan, rumah dinas gubernur Jawa Barat). Karena bom menyasar rumah Residen pada awal Maret, kemudian ia pindah ke Vila Mei Ling (sekarang gedung Dinas Psikologi TNI AD di Jl Sangkuriang).
Ketika Jepang memintanya menyerah, ia menolaknya. Panglima Tertinggi KNIL Letjen Hein ter Poorten meneleponnya. Seperti diceritakan JC Bijkerk di bukunya, Poorten memberi tahu Jepang akan membumihanguskan Bandung jika Tjarda menolak menyerah.
Di Jakarta, pada Januari 1942 itu juga ada pengeboman tepatnya di Tanjung Priok, orang-orang kaya itu juga tidak panik.
Ketika pada 8 Maret 1942 Belanda menyerah di Kalijati, Subang, orangorang kaya memenuhi hotel-hotel di Bandung. Dua hotel yang berseberangan, Hotel du Pavillon dan Hotel Schomper (sekarang Hotel Naripan), termasuk hotel yang penuh. Satu kamar diisi banyak orang. Ketika pasukan pelopor Jepang turun ke Bandung, pertama yang dituju adalah Hotel du Pavillon.
Komandan pasukan pelopor yang datang di Hotel du Pavillon itu ternyata adalah petani di Lembang yang selalu memasok telur dan ayam ke hotel-hotel milik Schomper. Seorang leveransir yang bertahun-tahun dengan sopan mengantarkan pasokannya ke hotel, sekarang datang sebagai komandan pasukan kecil orang-orang berabu, memberitahukan apa yang harus dilakukan selan jutnya, tulis Pans Schomper, anak dari LC Schomper yang pada 1942 baru berusia 16 tahun, di bukunya.
Mereka meminta hotel itu dikosongkan. Pemilik hotel, LC Schomper, menurutinya tapi dengan syarat tak memberikan pelayanan lalu memindahkan tamu-tamunya ke Hotel Schomper dan juga ke rumah dia di belakang hotel. LC Schomper juga pemilik Hotel Schomper di Menteng yang sekarang menjadi Gedong Joang 45. Ia dibolehkan tinggal di hotel oleh penjual telur yang telah menjadi komandan pasukan Jepang itu.
Oleh Jepang, orang-orang Belanda yang berusia 18 tahun ke atas dimasuk kan ke kamp. Dari sebelum nya mereka hidup enak, tiba-tiba mereka harus memasuki kehidupan yang tak enak. Tiba-tiba kami hidup di tahun 2602 menurut perhitungan Jepang, tulis Pans Schomper.
Oleh Jepang, orang-orang Belanda yang berusia 18 tahun ke atas dimasuk kan ke kamp. Dari sebelum nya mereka hidup enak, tiba-tiba mereka harus memasuki kehidupan yang tak enak.
Menjalani hidup di tahun 2602 adalah mimpi buruk bagi mereka. Jepang berdalih perlu melindungi mereka dari amukan orang-orang Indonesia sehingga mereka perlu ditempatkan di kamp interniran. Namun, lama-lama mereka merasakan kamp bukanlah tempat bersembunyi dari amukan orangorang Indonesia.
Jepang memang tidak bisa dipercaya. Mereka justru mendapat perlakuan buruk dari Jepang selama di kamp. Ketika Jepang datang mengaku sebagai saudara tua, dr Tjipto Mangunkusumo termasuk yang tidak percaya dan mengajak rakyat memerangi Jepang bersama Belanda, tapi tidak gratis.
JC Beijkerk bercerita dibukunya. Pasti tempat kita adalah di belakang Gubernur Jenderal. Dan sekarang peranglah. Allah bersama kita, ujar Tjipto seperti ditulis Beijkerk. Tetapi, kepada Belanda, dr Tjipto berkata dengan riang, Rekeningnya akan kami tagihkan nanti. Propaganda Asia Timur Raya dianggap berbahaya. Maka, H Agus Salim, Muh Hatta, dari tempat masingmasing bersetuju dengan Tjipto.
Sebelum Hindia Belanda menyerah, orang-orang Eropa mulai pergi ke Australia jika ada kesempatan, meski Gubernur Jenderal Tjarda menyampaikan perintah tetap berada di pos masing-masing. Pada 2 Maret malam, dua pesawat terbang ke Australia, tapi salah satu pesawat ditembak jatuh Jepang.
Jepang memasukkan semua warga Belanda usia 18 tahun ke atas ke kamp kemudian dijadikan pekerja paksa. Hanya Indo yang memiliki saudara Indonesia yang tak dimasukkan ke kamp. Ny Branden burg bukan Indo, tapi dia tidak masuk kamp karena strateginya. Janda mendiang bekas direktur kantor berita Aneta itu memilih menikah dengan perwira Jepang setelah suaminya meninggal karena menderita sakit kanker hati selama di kamp interniran.
Disadur dari Harian Republika edisi 12 April 2020
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Warga Gaza: Bom Meledak di Mana-Mana
Sebagian besar pertokoan di Gaza tutup dan listrik masih terputus
SELENGKAPNYABharada E Mengaku Diperintah
LPSK meminta Bharada E hadir langsung dalam permohonan perlindungan.
SELENGKAPNYAKetegangan Cina-Taiwan Bisa Berdampak pada Pasar Dunia
Latihan militer Cina telah mengikis "status quo Selat Taiwan" baik dalam isu ekonomi maupun militer
SELENGKAPNYA