Presiden AS Joe Biden (tengah)ndiapit Perdana Menteri Israel Yair Lapid (kiri) dan Presiden Israel Isaac Herzog menghadiri Aula Peringtatan Holokaus Yad Vashem di Jerusalem, Rabu (13/7/2022). | AP/Debbie Hill/Pool UPI

Tajuk

Stabilitas Timur Tengah

Harus ada negara-negara di kawasan Timur Tengah yang bisa menyampaikan pandangan meski berseberangan.

Lawatan Presiden AS Joe Biden ke Timur Tengah berakhir pada Sabtu (16/7) di Arab Saudi. Setelah bertemu raja dan putra mahkota Saudi, sehari sebelumnya, Biden menghadiri pertemuan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) plus tiga negara, yaitu Yordania, Irak, dan Mesir pada Sabtu.

GCC beranggotakan Saudi, Qatar, Bahrain, Kuwait, Oman, dan Uni Emirat Arab (UEA). Dalam pertemuan di Jeddah, Saudi, Biden menegaskan, AS tak akan meninggalkan Timur Tengah, tapi sebaliknya bakal mempererat kerja sama, baik di bidang keamanan maupun pembangunan.

AS tak rela ada kekosongan yang membuat rival politiknya selama ini, Rusia, Cina, dan Iran mengisinya. Kita ketahui, misalnya, dalam serangkaian peristiwa upaya reformasi di kawasan, Rusia bersama Iran menyokong Presiden Suriah Bashar al-Assad dari ancaman oposisi.

 
Hingga kini, rezim Assad masih berdiri. Kelompok oposisi masih belum berhasil membuat Assad lengser.
 
 

Hingga kini, rezim Assad masih berdiri. Kelompok oposisi masih belum berhasil membuat Assad lengser. Perang saudara antara rezim dan oposisi Suriah sampai saat ini menyisakan kehancuran infrastruktur dan gelombang pengungsi yang menyebar ke mana-mana.

Dalam kunjungan ke Timur Tengah, Biden juga menekankan kembali komitmennya terhadap sekutu terdekatnya, Israel, saat bertemu dengan perdana menteri Israel pada Kamis (14/7). Biden menjamin keamanan Israel dari beragam ancaman.

Selepas itu, Biden bertemu Presiden Palestina, Mahmud Abbas. Namun, tak ada pembahasan yang mendetail atas kemerdekaan Palestina meski Biden menyatakan tetap mendukung solusi dua negara, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan.

Sampai saat ini, perundingan damai mandek. Namun, pembangunan permukiman di tanah Palestina masih berlangsung. Protes dari dunia internasional diabaikan. AS juga tak bertindak tegas atas pengabaian yang dilakukan Israel.

 
Sampai saat ini, perundingan damai mandek. Namun, pembangunan permukiman di tanah Palestina masih berlangsung.
 
 

Apabila memang ada niatan menjadikan kawasan Timur Tengah damai, AS dan negara mitranya di sana mesti benar-benar mengupayakannya. Persoalan dasar di kawasan dirampungkan dan mestinya merangkul semua pihak.

Dan bukan sebaliknya, membuat sekat, melakukan alienasi, dan membangun persekutuan untuk menolak kemitraan dengan negara atau kelompok tertentu. Kita bisa sebut lagi soal konflik Suriah juga Qatar dengan sejumlah negara kawasan meski kini telah kembali normal.

Harus ada negara-negara di kawasan yang bisa menyampaikan pandangannya meski berseberangan dengan negara adidaya, seperti AS, Rusia, ataupun Cina. Paling tidak, ini disampaikan untuk menjaga kesetaraan dalam kemitraan dan melindungi kawasan.

AS, Rusia, Cina, dan Iran yang tentu juga ingin meraih pengaruh lebih besar di kawasan, mestinya tak sekadar mendesakkan kepentingannya serta melakukan pemaksaan kehendak. Tapi sebaliknya, harus menghormati kedaulatan dan pandangan negara-negara kawasan.

 
AS, Rusia, Cina, dan Iran yang tentu juga ingin meraih pengaruh lebih besar di kawasan.
 
 

Dalam pertemuan GCC plus 3 pada Sabtu lalu, Raja Abdullah II dari Yordania misalnya, mengungkapkan, tak akan ada stabilitas kawasan tanpa adanya solusi atas konflik Palestina dan Israel yang saat ini masih berlangsung.

Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menekankan, stabilitas penting bukan hanya bagi kawasan, melainkan juga komunitas internasional. Ia menolak perlombaan senjata nuklir, tetapi harus mengakui hak negara kawasan menggunakan energi nuklir untuk tujuan damai.

Senada dengan Raja Abdullah II, sang emir pun menyatakan ketidakstabilan kawasan akan berlanjut, sepanjang Israel terus melanggar hukum internasional dengan membangun permukiman, mengubah karakter Yerusalam, dan menekan Gaza.

Maka itu, saling hormat di antara negara, tidak hanya AS, Rusia, Cina, Iran, dan negara kawasan Timur Tengah, tetapi juga antarnegara di dunia, akan mencegah sengketa seperti yang sekarang terjadi di beberapa wilayah, yang berdampak buruk pada kehidupan warga dunia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Sektor Wisata Mulai Berdenyut

Menurunnya kasus pandemi Covid-19 membuka peluang untuk perbaikan industri pariwisata.

SELENGKAPNYA

Menilik Skenario Resesi

Seluruh aktor perekonomian global kini harus berhadapan langsung dengan ancaman resesi.

SELENGKAPNYA

Adab Bekerja, Haruskah dengan Menzalimi Orang Lain?

Rasulullah menyukai umat Islam yang berdikari atau bekerja.

SELENGKAPNYA