Sejumlah warga antre untuk membeli minyak goreng curah di sebuah toko sembako di kompleks pasar KlliwonTemanggung, Jawa Tengah, Senin (4/4/2022). | ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp.

Tajuk

Pemerintah Pilih Atur BLT Minyak Goreng

Ada sekitar delapan kebijakan pemerintah untuk mengatasi problem minyak goreng dalam enam bulan terakhir.

Persoalan minyak goreng (migor) belum juga bisa ditemukan jalan keluarnya. Krisis stok minyak goreng curah masih terjadi di berbagai daerah. Warga tetap harus mengantre migor, bahkan pada bulan suci Ramadhan ini.

Harga migor curah dan migor kemasan pun tetap tinggi. Pemerintah sudah berkali-kali merilis kebijakan migor. Mulai dari untuk sektor hulu hingga hilir.

Dari catatan pers, mungkin ada sekitar delapan kebijakan yang sudah diambil pemerintah untuk mengatasi problem migor ini dalam enam bulan terakhir. Ini pun belum menghitung bila ada kebijakan Kementerian Perdagangan yang tidak diumumkan ke publik.

Pada November 2021, pemerintah menggelontorkan program migor kemasan sederhana sebanyak 1,1 juta liter. Ini dilakukan melalui operasi pasar. Memasuki 2022, didorong oleh melonjaknya harga sawit di pasar internasional, harga migor kemasan melonjak. Sampai pada Rp 40 ribu per liter.

Pada 19 Januari, Kemendag turun tangan dengan menetapkan kebijakan satu harga Rp 14 ribu per liter untuk menekan gejolak warga. Langkah ini tidak berhasil. Sebaliknya, migor kemasan mulai menghilang di pasar ritel.

Padahal, produksi dan distribusi diklaim berjalan lancar. Pada 27 Januari, pemerintah merilis beleid soal kewajiban pasar domestik bagi para pengekspor migor. Besaran kewajiban ini 20 persen untuk CPO dan CPO olahan.

 
Dari catatan pers, mungkin ada sekitar delapan kebijakan yang sudah diambil pemerintah untuk mengatasi problem migor ini dalam enam bulan terakhir.
 
 

Kemendag kemudian berupaya menekan lagi. Mendag M Lutfi merilis kebijakan harga eceran tertinggi (HET) migor sebesar Rp 11.500 per liter dengan rentang antara migor kemasan sederhana Rp 13.500 dan kemasan premium Rp 14 ribu per liter. Kebijakan ini disambut baik oleh konsumen, tetapi ‘dibajak’. Caranya? Migor HET dibiarkan menghilang di pasaran. Begitu juga migor curah.

Sampai di sini, Mendag Lutfi mulai terlihat kebingungan. Kebijakannya tidak direspons pelaku industri CPO dan migor. Mendag sampai mengeluarkan pernyataan bahwa ada mafia yang memainkan pasokan migor di pasar lokal. Satgas Polri pun diajak untuk menemukan mafia tersebut. Hasilnya? Warga tetap kebingungan mencari migor dan harga migor tetap mahal, mafianya tidak juga ditemukan.

Pada 15 Maret, pemerintah akhirnya ‘menyerah’. Harga migor yang ditahan agar bisa terjangkau oleh rakyat, akhirnya dibiarkan dilepas sesuai keinginan pasar. Pemerintah memusatkan perhatian pada migor curah. Lagi-lagi strategi ini tidak berjalan mulus. warga tetap antre, pasokannya tetap tidak stabil. Apa yang salah?

Pekan lalu, 1 April, Presiden Joko Widodo merilis kebijakan BLT Migor untuk rakyat miskin dan pedagang. Besaran BLT Rp 100 ribu per bulan kepada 20,5 juta keluarga dan pedagang. Total dana yang disiapkan mencapai Rp 6 triliun lebih. Penyalurannya akan melibatkan Kemensos dan TNI/Polri.

 
Kemarin, Polri juga mengambil langkah membentuk satgas gabungan migor di tingkat pusat dan daerah.
 
 

Kemarin, Polri juga mengambil langkah membentuk satgas gabungan migor di tingkat pusat dan daerah. Ini dibuat setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkeliling daerah memantau produksi dan distribusi migor. Apakah sudah ditemukan mafia? Belum juga. Kita sebetulnya bisa menebak, tidak ada masalah dengan produksi dan distribusi migor. Permasalahan migor ini bermula pada produsen yang mengerek harga dan tidak ingin mengikuti skema yang diatur pemerintah.

BLT migor adalah kebijakan populis. Ini tidak menyelesaikan masalah. Malah akan menambah panjang kebijakan migor itu sendiri. Kini pemerintah harus sibuk mengawasi penyaluran, pengawasan pembelian migor, pengawasan stok migor yang disediakan, alur distribusi logistik di daerah, hingga pada anggaran kementerian mana yang akan digunakan? Sejauh mana peran Kemendag, Kemensos, Kemenperin, Kemenkeu, dan TNI/Polri di situ?

Bandingkan bilamana pemerintah tegas memerintahkan industri soal HET dan DMO. Kemudian diluncurkan skema untuk mengatasi selisih biaya produksi akibat pembelian CPO yang tinggi dan harga yang ditetapkan. Anggaran Rp 6 triliun uang BLT semestinya bisa langsung dialokasikan ke sektor ini, tanpa harus melalui keruwetan di atas.

Banyaknya kebijakan untuk mengatasi migor ini memperlihatkan ada persoalan serius di tubuh pemerintah. Persoalan itu terkait efektivitas kebijakan publik, sikap ketegasan dan keberpihakan. Sebenarnya, pemerintah mau berpihak ke siapa dalam menyelesaikan persoalan migor ini?

Pemerintah tampak gerabak gerubuk ke industri migor, tidak terlihat ketegasan dan wibawanya sebagai regulator. Terlihat tidak mampu mengatur industri migor dan CPO, dan lebih memilih untuk mengatur warga membeli migor curah. Akibat dari itu, kepercayaan publik ke pemerintah soal migor ini sudah jatuh. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Satgas Awasi Produksi Minyak Goreng Curah

Menperin menyebut ada produsen yang melanggar nilai kontrak produksi minyak goreng bersubsidi.

SELENGKAPNYA

Vonis Mati Herry Bisa Jadi Yurisprudensi

Kasus kekerasan seksual dalam dua pekan terakhir menunjukkan tren yang perlu diwaspadai.

SELENGKAPNYA