Ilustrasi perairan Banda Naira | ANTARA FOTO/FB Anggoro/rwa.

Geni

Kisah Tokoh Besar di Bumi Pengasingan Banda Naira

Pertunjukan tentang pengasingan di Banda Naira ini berjalan nonsetop dua jam tanpa proses penyuntingan.

Reza Rahadian, Lukman Sardi, Tanta Ginting, dan Verdi Solaiman dipercaya memerankan tokoh besar Indonesia di pementasan teater bertajuk “Mereka yang Menunggu di Banda Naira”. Reza berperan sebagai Sutan Sjahrir, Lukman sebagai dr Tjipto Tjipto Mangoenkoesoemo, Tanta sebagai Mohammad Hatta, dan Verdi sebagai Iwa Koesoema Soemanteri. 

Banda Naira di Maluku identik dengan politik zaman kolonialisme. Wilayah tersebut dikenal sebagai bumi pengasingan bagi tahanan politik zaman Hindia Belanda selama masa penjajahan.

Pementasan berdurasi 120 menit ini menonjolkan sisi personal dan pergulatan batin setiap tokoh. Meski berlatar kisah penjajahan, tidak ada satu pun suara perang di pertunjukan yang diprakarsai oleh Titimangsa Foundation dan Bakti Budaya Djarum Foundation ini.

Dialog para aktor begitu renyah. Meski dinikmati secara virtual, pertunjukan ini berjalan nonsetop dua jam tanpa proses penyuntingan. Penonton pun dapat melihat para kru menyiapkan set. Set di panggung beberapa kali berubah, di antaranya, berupa ruang tamu Iwa Koesoema Soemanteri, kamar Sutan Sjahrir, dan rumah Mohammad Hatta.

Penonton dapat melihat bagaimana air mata Reza Rahadian terjatuh, gemetarnya Lukman Sardi, hingga tangisan getir Tanta Ginting. Semua itu tampak luar biasa.

Menurut produser Titimangsa Foundation, Happy Salma, “Mereka yang Menunggu di Banda Naira” adalah salah satu pertunjukan terbaik 2021. Dia menyebut, pementasan ini tidak hanya menghadirkan aktor yang notabene kolektor penghargaan, tetapi juga punya dedikasi luar biasa. 

Para pemain dan tim produksi tidak hanya mengelaborasi sastra, tapi juga sejarah. Banyak pesan yang ingin disampaikan dari pertunjukan. 

“Kami konsisten terhadap karya sastra Indonesia. Penting untuk tahu bahwa mereka (para tokoh) adalah manusia, bukan cuma tentang tekanan politik, tapi sebagai manusia, apa sih perasaan mereka,” kata Happy saat konferensi pers pada Jumat (17/12).

 

Pertunjukan ini membuka banyak pikiran akan cita-cita kemerdekaan yang diucapkan oleh Bung Sjahrir, Bung Hatta, Bung Iwa, dan Bung Cipto. Ada juga kisah Des Alwi (diperankan oleh Akiva Sardi) dan perempuan Belanda bernama Maria Duchateau (diperankan oleh Julie Estelle) yang begitu menohok, terutama soal keragaman dan harga diri. 

Diharapkan, penikmat seni yang menyaksikan lakon ini dari rumah dapat merasakan energi yang sama dengan para penikmat seni yang melihatnya secara langsung. Menurut sutradara pementasam, Wawan Sofwan, pertunjukan menghadirkan ketelanjangan dalam arti kesederhanaan. 

“Bagaimana perpindahan rumah Tjipto, Sjahrir, Hatta. Ini kolaborasi sangat menarik dan keintiman dari kerja sama dengan aktor yang tidak diragukan, jadi menikmati akting mereka sangat realis bisa menangkap detail ekspresi aktor,” jelas Wawan.

Menurut Reza Rahadian, salah satu hal menarik dari pementasan ini adalah bagaimana sisi manusiawi para tokoh besar negara juga ditonjolkan. Mereka juga bisa bergurau, punya rasa kecewa, marah, hingga cinta.

“Pengalaman di atas pangggung ini juga unik dan favorit, semua ada di panggung melihat pergerakan perpindahan set bisa disaksikan secara langsung, menarik sekali,” kata Reza.

 
Pengalaman di atas pangggung ini juga unik dan favorit, semua ada di panggung melihat pergerakan perpindahan set bisa disaksikan secara langsung, menarik sekali.
 
 

Pertunjukan ini menjadi pengalaman pertama bagi Julie Estelle menjejakkan kaki di panggung teater. Dia merasa dekat dengan penonton. Julie dapat melihat dan merasakan secara langsung bagaimana ekspresi mereka.  

“Mereka yang Menunggu di Banda Naira” menceritakan tentang pertemuan empat tokoh pergerakan Indonesia di tanah pembuangan Banda Naira. Kisah diangkat dari novel karya Sergius Sutanto berjudul Bung Di Banda Bung Syahrir, Bung Hatta, Bung Tjipto, dan Bung Iwa. Tahun 1936, Sjahrir dan Hatta tiba di Banda Naira sebagai tahanan politik. 

Mereka bertemu dengan tahanan politik lainnya, Tjipto dan Iwa, yang sudah terlebih dahulu berada di sana. Meski berada dalam pengasingan, mereka tak gentar meneruskan perjuangan di bidang sosial dan pendidikan.

Kesibukan ini tidak disukai oleh penguasa setempat Hindia Belanda, Kloosterhuis (diperankan oleh Willem Bevers), yang akhirnya memberlakukan pembatasan-pembatasan ruang gerak. Di tengah perjuangannya selama berada di Banda Naira, Sjahrir terus diliputi perasaan gelisah karena terpisah dengan pujaan hatinya, Maria, yang berada di Belanda. 

“Mereka yang Menunggu di Banda Naira” ini merupakan dokumentasi pementasan pada 25 November 2021 yang lalu di Gedung Kesenian Jakarta. Lakon ini menjadi pementasan pertama selama pandemi yang diselenggarakan secara langsung di gedung seni pertunjukan dengan jumlah penonton yang terbatas dan juga protokol kesehatan yang ketat. 

Seluruh kru, pemain, dan penikmat seni wajib sudah melakukan vaksinasi Covid-19 sebanyak dua kali dan melakukan tes baik PCR atau antigen dengan hasil negatif. Lakon tersebut dapat disaksikan di kanal Youtube Indonesia Kaya sejak 17 Desember 2021 selama enam bulan ke depan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat