Anggota keluarga korban laskar FPI saat tiba di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (21/12/2020). Sidang lanjutan pembunuhan enam anggota Laskar FPI mengungkapkan fakta baru di Km 50. | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Saksi Km 50: Ada Perwira Pengendali Operasi

Sidang lanjutan pembunuhan enam anggota Laskar FPI mengungkapkan fakta baru di Km 50.

JAKARTA -- Sidang lanjutan pembunuhan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) kembali mengungkapkan fakta baru mengenai muasal kejadian dan situasi di Kilometer (Km) 50 dan 50+200 Tol Jakarta-Cikampek (Japek) pada 6-7 Desember tahun lalu.

Dalam sidang terhadap dua terdakwa, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin, terungkap adanya seorang perwira pengendali operasi. Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kepala Unit II Resmob Polda Metro Jaya, Kompol Resa Marasabessy mengatakan, dirinya mendapatkan tiga surat tugas dari Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Besar Tubagus Ade Hidayat untuk menginteli Habib Rizieq Shihab (HRS).

Tiga surat tugas tersebut keluar serempak 5 Desember. “Untuk mencari kantong-kantong massa yang diduga akan berkumpul dalam rangka mengawal kedatangan Muhammad Rizieq Shihab ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan. Kemudian untuk mencari tahu keberadaan dari saudara Muhammad Habib Rizieq Shihab,” terang Resa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pada Selasa (16/11).

photo
Terdakwa kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) yaitu Briptu Fikri Ramadhan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/10/2021). - (Prayogi/Republika.)

Menurut dia, ada 30 anggota Polda Metro Jaya yang melaksanakan surat perintah tersebut. “Termasuk saya,” kata Resa. Dari Unit-II mengirimkan tujuh personel, yaitu terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin. Lima lainnya, Bripka Adi Ismando, dan Aipda Toni Suhendar, Bripka Faisal Khasbi Alaeya, serta Bripka Guntur Pamungkas. Tim tersebut dalam operasi di lapangan dipimpin perwira menengah sebagai pengendali.

“Perwira pengendali saat itu, adalah AKP Widi Irawan,” ujar Resa.

Ia menerangkan, 30 anggota tersebut ditugaskan untuk penyelidikan sehingga tak diwajibkan membawa senjata api berpeluru tajam dan borgol. Bahkan, dalam penyelidikan tak perlu dilakukan penindakan. “Upaya paksa (penindakan) tidak. Karena itu (hanya) dalam rangka penyelidikan,” terang dia.

Menurut Resa, jika terjadi gangguan lapangan yang berpotensi mengancam diri petugas, mereka diharuskan menyelamatkan diri dengan meninggalkan lokasi. Jika terjadi serangan langsung, petugas bisa melumpuhkannya.

Terkait peristiwa yang berujung pembunuhan enam Laskar FPI tersebut, Resa mengaku tak pernah mendapatkan laporan dari para anggotanya di lapangan. Sebab, laporan itu hanya diharuskan kepada perwira pengendali lapangan. “Perwira pengendali saat itu adalah AKP Widi Irawan yang memimpin 30 orang,” ujar Resa.

Resa mengaku baru mendapatkan laporan terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) unlawfull killing itu pada Senin (7/12) dini hari sekira pukul 01.30 WIB. “Saat itu saya di rumah. Laporan itu dari saudara Yusmin," kata dia.

Secarara garis besar, laporan itu berbunyi ‘lapor komandan, telah terjadi penyerangan empat anggota FPI di dalam mobil kepada Fikri. Kemudian yang berujung pada meninggalnya empat anggota FPI itu.'

Berdasarkan laporan Yusmin, tewasnya anggota FPI tersebut karena ditembak di dalam mobil. Saat tiba di RS Polri, Resa mendapatkan informasi adanya total enam jenazah Laskar FPI yang sudah berada di kamar mayat. “Saya tidak melihat jenazahnya. Karena (jenazah) sudah di kamar jenazah, dan saya menemui anggota saya, dan bertemu AKP Widi Irawan,” terang Resa.

Saksi lain yang dihadirkan dalam sidang tersebut tiga petugas PT Jasa Marga. Salah satunya, Yoga Tri Anggoro yang diketahui Direktur Operasional Toll Road Operator yang mengawasi kinerja CCTV tol. Menurut Yoga, jumlah CCTV sepanjang Km 2 sampai 72 ada 123 unit.

Akan tetapi, kondisi puluhan CCTV itu mendadak bermasalah pada Ahad (6/12) sore. “Kami mendapatkan laporan kerusakan. Bahwa CCTV dari kilometer 49 sampai kilomter 72 itu dalam kondisi offline,” ujar Yoga.

photo
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Rekonstruksi tersebut memperagakan 58 adegan kasus penembakan enam anggota laskar FPI di tol Jakarta - Cikampek KM 50 pada Senin (7/12/2020) di empat titik kejadian perkara - (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Selama ini, kata dia, seluruh CCTV di sepanjang tol tersebut dapat merekam gambar 24 jam nonsetop dan mengirimkan perekaman ke server yang berada di wilayah Bekasi. Namun, hal itu tidak terjadi pada Ahad (6/12) sore. Padahal, semuanya dalam kondisi menyala. “Kami melaporkan kondisi itu ke vendor untuk perbaikan,” ujar Yoga.

Upaya untuk mencari penyebab kerusakan tersebut pun baru diketahui pada keesokan harinya. “Dari laporan, ternyata adanya gangguan fiber optik di kilometer 48,” ujar Yoga.

Yoga mengaku, tak mengetahui pasti apa penyebab dari gangguan fiber optik tersebut. Kata dia, penyebab gangguan tersebut beragam. Yang pasti, kondisi CCTV Km 49 sampai 72 baru dapat pulih normal pada Senin (7/12), sekitar jam empat sore.

“Jadi kondisinya pada saat itu, CCTV secara fisik on (menyala), tetapi gambar tidak bisa terekam, dan tidak bisa disampaikan ke server,” ujar Yoga. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat