Keluarga korban tewas dalam peristiwa kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang berjalan menuju bus yang akan membawa ke RS Porli Kramat Jati, di Lapas Kelas I Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). | Prayogi/Republika

Kabar Utama

Lapas Terbakar 41 Orang Tewas

Sebanyak 40 orang di antaranya meninggal di kamar sel karena petugas tak sempat melakukan penyelamatan.

TANGERANG -- Kebakaran yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang pada Rabu (7/9) dini hari WIB menyebabkan 41 warga binaan meninggal dunia. Sebanyak 40 orang di antaranya meninggal di kamar sel karena petugas tak sempat melakukan penyelamatan.

Malapetaka ini diduga terjadi akibat korsleting listrik. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengakui ada masalah terkait kelistrikan dan kondisi bangunan. Bangunan Lapas Kelas 1 Tangerang merupakan bangunan tua yang didirikan pada 1972. Sejak itu, belum ada perbaikan instalasi listrik yang dilakukan.

"Lapas ini sudah 42 tahun, sejak itu kita tidak memperbaiki instalasi listriknya. Ada penambahan daya, tapi instalasi listriknya masih tetap. Dugaan sementara seperti yang disampaikan Kapolda (Kapolda Metro Jaya) karena persoalan listrik arus pendek," kata Yasonna dalam konferensi pers, Rabu (7/9).

Yasonna juga mengakui, Lapas Kelas I A Tangerang kelebihan kapasitas hingga 400 persen. Jumlah penghuni di lapas tersebut sebanyak 2.072 warga binaan.

photo
Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). Sebanyak 41 warga binaan tewas akibat kebakaran yang membakar Blok C2 Lapas Dewasa Tangerang Klas 1A pada pukul 01.45 WIB Rabu dini hari. - (ANTARA FOTO/Handout/Bal/aww.)

Musibah kebakaran terjadi di blok hunian Chandiri 2 (Blok C2). Yasonna mengatakan, api mulai berkobar sekitar pukul 01.45 WIB dan baru bisa dipadamkan sekitar pukul 03.00 WIB.

Kebakaran itu mulanya diketahui petugas jaga, yang langsung menghubungi pihak pemadam kebakaran. Meski petugas pemadam kebakaran datang hanya berselang 13 menit, beberapa kamar sel tidak sempat dibuka kuncinya karena api membesar dengan cepat.

"Oleh karena api yang cepat membesar, beberapa kamar tidak sempat dibuka. Memang protapnya lapas harus dikunci. Kalau enggak dikunci, melanggar protap," kata dia.

Kamar-kamar di Blok C2 bermodel paviliun dan berisikan 122 orang. Salah satu korban meninggal merupakan warga binaan kasus terorisme, satu tindak pidana pembunuhan, sementara lainnya kasus narkoba. Dua di antara korban meninggal adalah warga negara asing asal Afrika Selatan dan Portugal.

Adapun jumlah warga binaan yang berhasil diselamatkan sebanyak 81 orang. Delapan orang di antaranya mengalami luka berat dan 73 orang lainnya luka ringan.

"Petugas tidak mampu menerjang api. Kita pertama mencoba memadamkan dengan alat APAR, tetapi tidak cukup karena api sudah sangat besar. Karenanya, kita tidak bisa berhasil menyelamatkan semua kamar," ujarnya menambahkan.

Yasonna mengaku telah meminta jajarannya fokus pada evakuasi dan pemulihan warga binaan yang menjadi korban kebakaran. "Tentu, kami juga memformulasikan strategi pencegahan agar musibah berat seperti ini tidak terjadi lagi," katanya.

Karopenmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menyampaikan, pihak Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, sudah menerima 41 jenazah korban kebakaran. Selanjutnya, puluhan jenazah itu akan dilakukan proses identifikasi oleh Tim Disaster Victim Investigation (DVI). 

Pihak RS Polri membuka satu posko antemortem yang bertugas mengumpulkan data para korban, baik data primer maupun sekunder. Karena itu, ia mengimbau para keluarga korban untuk segera menyambangi RS Polri di Kramat Jati untuk memberikan data tersebut.

"Tim akan segera bekerja untuk menuntaskan kejadian ini dan tentunya ingin cepat memberi kepastian kepada para keluarga korban," ungkapnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan belasungkawa dan keprihatinan mendalam atas peristiwa kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang. Komisioner Komnas HAM Hairansyah mendesak pemerintah mengungkap peristiwa ini secara transparan.

Hal yang tak kalah penting, kata dia, melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait kondisi lapas yang overkapasitas. "Terutama sekali tentang SOP kedaruratan di lembaga pemasyarakatan sehingga peristiwa yang sama tidak terulang," katanya.

photo
Petugas membawa kantong jenazah korban kebakaran di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Rabu (8/9/2021). Tujuh mobil ambulans membawa 41 jenazah yang merupakan warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas 1 Tangerang untuk diidentifikasi dengan metode Disaster Victim Identification (DVI). Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut, jumlah warga binaan di Lapas Kelas I Tangerang sebanyak 2.087 orang per Agustus 2021. Padahal, kapasitas lapas semestinya hanya untuk 600 warga binaan.

Dengan demikian, kata dia, Lapas Kelas I Tangerang mengalami overkapasitas hingga 245 persen. "Overkapasitas itu membuat mitigasi lapas dalam kondisi darurat sulit dilakukan," ujar Peneliti ICJR Maidina Rahmawati.

Maidina menjelaskan, overkapasitas mempersulit pengawasan, perawatan, hingga proses evakuasi saat terjadi kebakaran. Overkapasitas di lapas terjadi karena tidak harmonisnya sistem peradilan pidana dalam melihat kondisi kepadatan lapas di Indonesia.

"Berdasarkan catatan ICJR, sistem peradilan pidana kita sangat bergantung pada penggunaan pidana penjara sebagai hukuman utama. Pidana penjara 52 kali lebih sering digunakan oleh jaksa dan hakim daripada bentuk pidana lain,” kata Maidina.

Ia menilai, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurai kepadatan di lapas. Salah satunya dengan tidak menggantungkan pidana penjara dalam sistem peradilan. Selain itu, juga mendorong adanya reformasi KUHP untuk memperkuat alternatif pemidanaan nonpemenjaraan.

Tindak Pidana

Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya menyampaikan hasil sementara olah tempat kejadian perkara (TKP) terkait kasus kebakaran Blok C2 Lapas Klas I Tangerang, Rabu (8/9). Peristiwa yang menewaskan 41 warga binaan ini diduga mengandung unsur tindak pidana.

photo
Petugas kepolisian berjaga di pintu masuk Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). - (Prayogi/Republika.)

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan, penyebab utama kebakaran belum dapat dipastikan, tapi diduga akibat arus pendek listrik. Kepolisian telah mengumpulkan sebanyak 20 saksi untuk diperiksa.

"Karena diduga terjadi tindak pidana, kita kumpulkan alat bukti. Selain berkaitan dengan pemeriksaan laboratorium, kita periksa juga saksi-saksi," kata Tubagus kepada wartawan di Lapas Kelas I Tangerang, Rabu (8/9)

Ia mengatakan, polisi memerika petugas yang berada di sekitar tempat kejadian, petugas piket penjara, serta saksi-saksi lain yang masih bisa memberikan keterangan. Pemeriksaan ini dilakukan bekerja sama dengan Polres Metro Tangerang.

Kepolisian juga telah mengamankan beberapa kabel dan alat listrik dari hasil olah TKP. Hasil kesimpulan sementara, api bersumber dari satu titik, yaitu di balik plafon. "Titik api di atas, di balik plafon yang terbuat dari triplek dan mudah terbakar," ujar dia.

Penyelidikan masih terus dilakukan terhadap sejumlah alat bukti yang diamankan dari TKP. "Pemeriksaan lebih lanjut dari barang-barang tadi akan dianalisis di laboratorium, apakah itu merupakan sebab atau apakah itu akibat kabel-kabel yang terbakar," kata Tubagus.

Ketua Komisi III DPR Herman Herry dari Fraksi PDIP meminta aparat kepolisian mengusut tuntas insiden kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang. Kasus ini harus diusut mendalam agar tidak menjadi polemik di tengah masyarakat.

"Saya minta kepada jajaran kepolisian untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap kebakaran ini. Saya harapkan peristiwa ini agar diusut secara tuntas," ujar Herman.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menilai, ada dua hal yang perlu dilakukan pihak terkait setelah kebakaran Lapas Kelas I Tangerang. Hal pertama adalah menyelidiki secara tuntas terkait apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian. Ia juga meminta Polri mengungkap secara gamblang penyebab kebakaran.

"Menkumham pun perlu melakukan audit keamanan secara menyeluruh terhadap kondisi lapas di seluruh Indonesia agar peristiwa seperti di Lapas Tangerang itu tidak terulang," ujar Wakil Ketua MPR itu.

Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah segera memperbaiki kualitas penjara di seluruh Indonesia. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang bukan hal biasa. Menurut dia, kejadian ini menunjukkan urgensi untuk mengatasi masalah penjara di Indonesia yang sarat pelanggaran hak-hak asasi manusia.

“Para tahanan dan terpidana kerap ditempatkan dalam penjara yang sesak dan mengancam hidup dan kesehatan mereka. Mereka juga manusia yang berhak atas kondisi penjara yang layak dan hak atas kesehatan,” kata Usman dalam keterangan persnya, Rabu (8/9).

Menurut dia, semua tahanan berhak diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat. Tempat penahanan harus menyediakan ruang, penerangan, udara, dan ventilasi yang memadai. Karena itu, peristiwa seperti ini tidak boleh terjadi lagi.

photo
Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). - (ANTARA FOTO/Handout/Bal/aww.)

“Pemerintah harus bertanggung jawab dan segera mengusut apa sebab kebakaran dan memastikan semua hak keluarga korban terpenuhi," kata dia.

Lapas Daerah Siapkan Antisipasi 

Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Kota Bandung melakukan antisipasi potensi kebakaran pascaperistiwa kebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang yang menewaskan 41 orang, Rabu (8/9) dini hari. Salah satu yang dilakukan menjalin kerja sama dengan Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung.

Kepala Lapas Sukamiskin, Elly Yuzar mengatakan, sudah menjalin kerja sama dengan Diskar PB untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Beberapa di antaranya yang sudah dilakukan, yaitu simulasi kebakaran di lapas dan menambah alat pemadam. "Kita sudah simulasi pemadam kebakaran di lapas sekitar dua bulan lalu," ujarnya, Rabu (8/9).

Ia menuturkan, terdapat 60 alat pemadam kebakaran (apar) di Lapas Sukamiskin yang disimpan di beberapa tempat. "Apar diletakkan di titik-titik seluruh lapas lingkungan perkantoran ataupun di blok hunian," katanya.

Alat pemadam kebakaran tersebut disimpan di luar ruangan untuk memudahkan pemakaiannya. Pihaknya juga selalu mengecek kondisi alat. Saat ini pihaknya melakukan pengecekan instalasi listrik pascakebakaran yang terjadi di Lapas Tangerang.

photo
Sejumlah warga binaan pemasyarakatan (WBP) mengintip dari balik jeruji di salah satu blok di Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/3/2021).  - ( ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

"Dengan kejadian di Tangerang, kita lakukan pemeriksaan kelistrikan sebagai bentuk antisipasi," katanya. Pihaknya juga menyiapkan titik evakuasi jika terjadi kebakaran.

Kakanwil Kemenkumham Jawa Timur, Krismono mengungkapkan, dari 39 lembaga pemasyarakat, rumah tahanan (rutan), dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di jajarannya, hanya enam yang tidak mengalami overkapasitas. Jika dirata-ratakan, angka overkapasitas di jajaran pemasyarakatan di Jatim mencapai 110 persen.

Bahkan, kata Krismono, ada beberapa lapas atau rutan yang angka overkapasitasnya sudah sangat mengkhawatirkan, seperti di Lapas Jombang, Lapas Mojokerto, Rutan Gresik, Rutan Surabaya (Medaeng), dan Lapas Banyuwangi. Kelimanya memiliki angka overkapasitas di atas 200 persen. "Masalah klasik ini hanya bisa diurai dengan penerapan pidana alternatif," ujar Krismono, Rabu (8/9).

Krismono mengeklaim, pihaknya tidak bisa berbuat lebih untuk mengatasi overkapasitas yang ada. Hal ini karena, baik lapas, rutan ataupun LPKA selama ini dalam sistem peradilan pidana menjadi lembaga yang pasif dan diharuskan menerima tahanan negara yang dihasilkan oleh penegakan hukum oleh aparat. “Yang kami lakukan hanya mengurangi dampak dari overkapasitas yang ada,” ujarnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Krismono melanjutkan, langkah yang diambil adalah mengembalikan fungsi rutan sebagai tempat penahanan sementara. Terpidana yang sudah mendapatkan putusan pengadilan di tingkat pertama harus segera dipindah ke lapas, sehingga beban rutan bisa dibagi ke lapas dan lebih merata. “Kami juga melakukan pemindahan warga binaan kategori high risk ke Nusa Kambangan,” kata dia. 

Untuk mengatasi masalah tersebut, pihaknya telah mengajukan usulan kepada Ditjenpas terkait perluasan bangunan rutan, seperti Rutan Surabaya yang memang sudah sangat kronis. Bangunan rutan yang terletak di Desa Medaeng, Sidoarjo itu diusulkan diperluas dari semula 1,5 hektare menjadi 2,2 hektare.

“Ini karena tingkat overkapasitas Rutan Medaeng yang selalu di atas 200 persen selama lima tahun terakhir,” ujarnya.

Banyaknya penghuni dan sempitnya bangunan ini membuat pembinaan dan pelayanan menjadi kurang optimal. Maka dari itu, petugas lapas harus menggunakan pendekatan yang humanis dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lapangan.

Krismono menegaskan, perluasan bangunan lapas atau rutan bukanlah solusi jangka panjang. Dibutuhkan kebijakan yang lebih besar dari sisi sistem hukum pidana, yaitu menerapkan pidana alternatif bagi pelaku tindak pidana.

“Jangan semuanya berakhir pidana. Perlu dikuatkan pidana alternatif, yang sebenarnya sudah dituangkan dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan,” kata dia. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kemenkumham_RI (kemenkumhamri)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat