Menko Polhukam Mahfud MD (keempat kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kelima kanan) memimpin konferensi pers seusai pelantikan Tim Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/ | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kabar Utama

Satgas BLBI Kejar Piutang Rp 110 Triliun

Pemerintah telah memegang data seluruh obligor serta debitur BLBI.

JAKARTA -- Pemerintah telah melantik Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Satgas BLBI akan melakukan penagihan piutang terhadap seluruh obligor dan debitur senilai Rp 110,45 triliun.

Pembentukan Satgas BLBI tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Keppres itu telah ditetapkan pada 6 April 2021 dengan masa tugas hingga 31 Desember 2023.

Satgas BLBI diisi perwakilan berbagai kementerian dan lembaga, antara lain, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kemenko Polhukam, Kementerian Agraria, Badan Intelijen Negara, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Adapun posisi Ketua Satgas diemban Rionald Silaban yang merupakan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan.

Rionald Silaban mengatakan, aset piutang BLBI sebesar Rp 110,45 triliun berasal dari 22 obligor dan 12 ribu dokumen debitur. Secara terperinci, total piutang debitur pengemplang dana BLBI yang akan ditagih Satgas sebesar Rp 70 triliun.

“Piutang debitur yang akan kita bawa ke Satgas BLBI yang di atas Rp 25 miliar, sedangkan di bawah itu ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN),” ujarnya saat pelantikan tim Satuan Tugas BLBI secara virtual, Jumat (4/6).

Sedangkan total piutang obligor yang akan ditagih satgas sebesar Rp 40 triliun. Jumlah itu terdiri atas Rp 30 triliun yang merupakan piutang obligor bekas penanganan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan senilai Rp 10 triliun berasal dari Bank Dalam Likuidasi (BDL).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, para obligor dan debitur akan menjadi prioritas Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Sri mengatakan, piutang negara tersebut sudah berlangsung selama 20 tahun atau sejak krisis perbankan pada 1997-1998.

“Itu masalah perdata dan oleh karena waktunya sudah sangat panjang yaitu lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak mau membayar atau tidak. Tim Satgas kami harap menggunakan seluruh instrumen yang ada di negara ini,” katanya.

Sri menegaskan, pemerintah melalui satgas akan mengerahkan berbagai upaya untuk melakukan hak tagih, termasuk menggunakan data internal maupun eksternal guna mengejar para obligor dan debitur BLBI. Namun, dia enggan memerinci siapa saja obligor dan debitur yang masih memiliki utang kepada negara tersebut.

photo
Buronan BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra, digiring pihak kepolisian setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7/2020) - (Republika/Thoudy Badai)

Kendati demikian, Sri menegaskan, pemerintah telah memegang data seluruh obligor serta debitur BLBI, lengkap beserta jumlah utang, identitas diri, bahkan identitas perusahaan.  Sri mengatakan, pemerintah akan melacak aset dan keberadaan para obligor maupun debitur untuk melakukan penagihan.

“Nama-nama mereka jelas, perusahaan ada, makanya aset tracing penting dan kemudian obligasi atau kewajiban bisa diidentifikasi,” ujarnya.

Jika cara tersebut tak ampuh dan para obligor BLBI masih enggan membayar utangnya ke negara, maka pemerintah tak segan untuk memblokir rekening mereka. Oleh karena itu, Sri berharap ada niat baik dari para obligor maupun debitur BLBI untuk mengembalikan utang ke negara.

Menurutnya, pemerintah akan menghargai para obligor maupun debitur yang datang untuk melunasi utang. Namun pemerintah juga tetap mengutamakan asas proporsionalitas. “Saya menghargai jika ada obligor yang bahkan sekarang turunannya, putra-putrinya reaching out ke kita dan coba untuk selesaikan. Namun kami juga ada asas proporsionalitas, jika utangnya besar banget, bayarnya cuma Rp 1 miliar, mungkin kita akan lihat juga,” ucapnya.

Sri menargetkan piutang dana BLBI dapat ditarik kembali dalam tiga tahun ke depan. "Mulai sekarang kita akan melakukan lebih rapi, sehingga harapannya tiga tahun ini sebagian besar atau seluruhnya bisa kita dapatkan kembali," ujar Sri.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD tak menutup kemungkinan untuk mengembalikan penanganan perkara BLBI ke ranah pidana. Menurut Mahfud, hal tersebut dimungkinkan terjadi apabila para debitur dan obligor tak memenuhi kewajibannya untuk membayarkan utang ke pemerintah terkait BLBI.

"Karena kalau dia sudah tak bayar utang atau memberi bukti palsu, atau selalu ingkar bisa saja dikatakan merugikan keuangan negara," tegasnya.

Mahfud meminta para obligor dan debitur agar kooperatif dan proaktif dalam menyelesaikan utang kepada negara tersebut. Dia menyampaikan, jika obligor dan debitur tidak kooperatif, maka kasus BLBI yang ditetapkan saat ini sebagai kasus perdata, dapat beralih menjadi kasus pidana, bahkan korupsi.

"Tidak ada yang bisa sembunyi karena daftarnya ada. Jadi kami tahu anda pun tahu. Mari kooperatif saja. Ini bagi negara dan Anda harus bekerja untuk negara," ucap Mahfud.

Mahfud menambahkan, Satgas BLBI juga akan melakukan penagihan kepada obligor dan debitur yang saat ini berada di luar negeri. Hal ini bisa dilakukan karena pemerintah telah meratifikasi The United Nations Convention against Corruption (UNCAC). "Dari data kami ada beberapa obligor dan debitur yang sedang berada di luar negeri,” katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat