Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Menumbuhkan Rasa Malu

Rasa malu tumbuh dalam hati dan pikiran, sehingga dalam hal apa pun prosesnya takkan pernah menyimpang.

Oleh HENDRA SUGIANTORO

OLEH HENDRA SUGIANTORO

Salah satu cabang dari keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, adalah rasa malu (HR al-Bukhari dan Muslim). Rasa malu (al-haya') didefinisikan sebagai suatu sifat dalam jiwa manusia yang mendorongnya untuk melakukan kebaikan, kebajikan, dan ketaatan, serta mencegahnya dari perilaku buruk, tercela, dan yang memalukan.

Tanpa rasa malu, manusia tidak memiliki kontrol diri, sehingga berbuat apa saja tanpa peduli apakah yang dilakukan itu perbuatan tercela, perbuatan sia-sia, merugikan diri sendiri, atau merugikan orang lain. Rasa malu adalah pengendali nafsu. Rasa malu mencegah kita dari perbuatan yang melampaui batas.

Rasa malu seyogianya kita terapkan, yakni rasa malu terhadap keburukan. Rasa malu akan membuat kita mengindahkan moralitas. Jika kita berilmu, tapi tak dimanfaatkan dalam kebaikan, alangkah malunya kita.

Jika kita berkuasa, tetapi digunakan untuk menzalimi rakyat, alangkah malunya kita. Jika kita memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, tapi berbuat tercela, alangkah malunya kita.

Banyak kisah dari kepemilikan rasa malu, seperti Nabi Yusuf yang tak terjebak pada hasrat Zulaikha karena malu kepada Allah SWT.

Kisah lainnya ketika Umar bin Khattab bersua anak penggembala. Umar meminta anak itu menjual seekor kambingnya. Si anak penggembala berucap, “Kambing-kambing ini bukan milikku, dan majikanku tidak mengizinkan aku menjualnya.”

Umar menjawab, “Juallah satu ekor saja, aku akan memberimu uang. Katakan kepada majikanmu, serigala telah memakan seekor kambingnya.” Si anak penggembala pun menjawab, “Kalau begitu, di mana Allah?”

Ucapan “Kalau begitu, di mana Allah?” selayaknya terhunjam dalam jiwa kita. Betapa malunya apabila kita arogan, melakukan korupsi, menzalimi orang lain, dan perbuatan bejat lainnya. Malulah kepada Allah SWT yang senantiasa melihat keburukan yang kita lakukan.

Rasa malu mengendalikan sikap, tutur kata, dan tindakan kita. Rasa malu menjaga perbuatan baik tetap dalam proses yang benar. Misalnya, seorang suami mencari nafkah berarti telah menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga. Hal tersebut baik. 

Namun, jika dalam mencari nafkah melakukan kecurangan, nilai “baik” itu hilang tak ada artinya. Rasa malu tumbuh dalam hati dan pikiran, sehingga dalam hal apa pun prosesnya takkan pernah menyimpang.

Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kalian malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu. Barang siapa yang malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandung di dalamnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya jasad.” (HR at-Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim, dan al-Baghawi).

Rasa malu adalah kekuatan ruhani agar tak terkalahkan oleh nafsu atau kepentingan dunia yang menjurus pada keburukan. Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat