Murid meneriakkan yel-yel di Sekolah Dasar Negeri Meduarti Banda Aceh, Aceh, Rabu (3/2). Sekolah-sekolah di Aceh tetap dibolehkan mewajibkan siswi berjilbab. | AMPELSA/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Paksa Atribut Agama, BOS Sekolah Dicabut

Sekolah yang melanggar SKB tiga menteri diancam pencabutan dana bantuan pemerintah.

JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) melarang mewajibkan seragam beratribut keagamaan di sekolah negeri. Sekolah yang melanggar aturan itu diancam dengan pencabutan dana bantuan pemerintah. 

SKB tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah ini diberlakukan di seluruh sekolah negeri. “Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan perundang-undangan Aceh," kata Nadiem dalam telekonferensi, Rabu (3/2).

Otonomi Khusus Aceh selama ini memang mensyaratkan syariat Islam dijalankan. SKB tersebut mulai berlaku pada Rabu (3/2), tetapi pemerintah daerah dan kepala sekolah diberikan waktu paling lama 30 hari untuk mencabut peraturan terkait seragam tersebut. Peraturan itu juga hanya berlaku pada sekolah negeri yang dikelola pemerintah daerah. Artinya, madrasah negeri tak termasuk. 

Dalam SKB diatur bahwa para murid serta orang tua dan guru tenaga kependidikan adalah pihak yang berhak memilih penggunaan atribut tanpa kekhususan agama atau dengan kekhususan agama. "Bukan keputusan dari sekolahnya," kata Nadiem.  

Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini maka ada beberapa sanksi yang bisa diberikan kepada pihak pelanggar. Mendikbud mencontohkan, pemerintah daerah bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah atau pendidik, gubernur bisa memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota dan seterusnya. 

Kemendikbud juga bisa memberikan sanksi penghentian dana bantuan dari pemerintah kepada sekolah yang bersangkutan. "Jika terjadi pelanggaran dari esensi SKB tersebut, Kemendikbud siap menggunakan berbagai macam instrumen, termasuk sanksi yang digunakan termasuk evaluasi ulang pemberian dana BOS (bantuan operasional sekolah) dan dana-dana bantuan pemerintah kepada sekolah yang terbukti melanggar aturan ini," kata Nadiem. 

Nadiem menjelaskan, dalam pelaksanaan SKB, pemerintah daerah akan melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap sekolah. "Seperti yang kita tahu, sekolah itu diselenggarakan oleh pemerintah daerah sehingga semua kepala sekolah dan guru itu di bawahnya pemerintah daerah," ujar Nadiem. 

Mengenai sanksi yang diberikan, Nadiem menegaskan, posisi pemerintah pusat sudah jelas dan tegas bahwa penyimpangan dari SKB ini akan ada konsekuensinya. Nadiem mengungkapkan, jika sekolah tidak menghargai kemerdekaan untuk menjalankan keyakinan masing-masing individu maka ada sanksi yang akan diberikan. 

Penerbitan SKB berselang tak lama setelah kemunculan polemik di Padang, Sumatra Barat, beberapa pekan lalu. Saat itu, salah seorang orang tua murid memprotes pihak SMK Negeri 2 Padang karena merasa anaknya dipaksa memakai pakaian berkerudung di sekolah. Protes tersebut menjadi viral karena disebarkan melalui akun media sosial Facebook yang bersangkutan. 

Pihak sekolah berdalih kewajiban itu hanya untuk siswi Muslimah. Meski begitu, sejumlah siswi non-Muslim di sekolah itu yang ditemui Republika memang ada yang mengenakan jilbab. Aturan tersebut dilandasi instruksi Wali Kota Padang bernomor 451.442/BINSOS-iii/2005 yang dikeluarkan pada 2005. Aturan daerah tersebut juga hanya mengatur kewajiban berjilbab bagi siswi Muslimah saja. 

Mantan wali kota Padang Fauzi Bahar mengatakan, aturan itu dibuat untuk memperlihatkan kearifan lokal Minangkabau. Sebab, menurut dia, adat budaya Minangkabau sejak dulu mengajarkan kaum perempuan untuk berbaju kurung dan memakai penutup kepala. 

Para pihak terkait di Padang menyatakan persoalan tersebut sudah diselesaikan. Murid bersangkutan juga sudah bersekolah kembali tanpa mengenakan kerudung. Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Adib Alfikri mengatakan, pihaknya sudah menyebar surat edaran evaluasi aturan serupa. 

Meski begitu, Menteri Nadiem memang terbilang intens menyoroti persoalan di Padang tersebut. Ia menilai kejadian di Padang sebagai pelanggaran nilai toleransi dan Pancasila serta undang-undang.

Ia mendesak pengenaan sanksi tegas terhadap kepala sekolah SMK Negeri 2 Padang. Sejumlah pihak mengkritik sikap tersebut dengan asumsi bahwa siswi Muslimah juga dibatasi untuk mengenakan jilbab di sebagian wilayah.

Berkaitan dengan SKB itu, Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Padang, Rusmadi, mengaku belum mendapatkan atau membaca detail isinya. Namun, sebagai lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan pemerintah, menurut dia, SMK Negeri 2 Padang akan mematuhi SKB. "Saya belum baca detail isi SKB itu seperti apa, tapi kita siap mematuhi," kata Rusmadi kepada Republika, Rabu (3/2). 

Rusmadi akan segera melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar mengenai detail implementasi dari SKB tiga menteri tersebut. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai perlu ada penegasan dalam SKB tersebut. 

"Tiap agama kan memiliki sisi konservatif, di mana setiap agama ingin penganutnya menjalankan kewajiban. Nah, ini bagaimana kementerian terkait dalam mengakomodasi keinginan atau hak beragama orang-orang tersebut?" kata Kabid Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri kepada Republika, Rabu (3/2). 

Ia juga berharap Kemendagri mengumumkan daerah-daerah mana saja yang melakukan pelanggaran. "Artinya, kita sebagai masyarakat kan butuh kepastian, mana nih yang melanggar? Sekolah ini melanggar atau tidak?" kata Iman lagi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat