Warga korban gempa bumi mengungsi di teras Rumah Sakit Umum Kabupaten Mamuju di Sulawesi Barat, Ahad (17/1/2021). Buya Hamka meminta kita agar tidak melupakan penyebab utama dari semua peristiwa. | ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO

Tuntunan

Bencana Beruntun, Saatnya Ingat Penyebab Sejati

Buya Hamka meminta kita agar tidak melupakan penyebab utama dari semua peristiwa.

OLEH ACHMAD SYALABY ICHSAN

Bencana datang silih berganti. Di tengah meningkatnya serangan virus SARS-CoV-2, masyarakat Indonesia menghadapi rentetan peristiwa yang menimbulkan korban jiwa dan harta.

Dari jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, gempa di Sulawesi Barat, banjir rob di Sulawesi Utara, banjir di Kalimantan Selatan, hingga banjir bandang di Gunung Mas, kawasan Puncak, Jawa Barat.

Menurut data pemerintah, ada 154 peristiwa bencana sejak 1-19 Januari 2021 --di luar tragedi pesawat jatuh. Rentetan bencana tersebut menimbulkan 140 korban jiwa dan sekitar 700 korban luka. Tidak terhitung kerugian material yang disebabkan akibat bencana. Kabar duka itu menambah pilu rakyat Indonesia karena baru saja ditinggal para ulama.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa bencana datang tiada henti? Untuk mendapatkan hikmah dari peristiwa ini, mari kita simak bagaimana Buya Hamka menjelaskan tentang hukum sebab-akibat.

Dalam alam filsafat, dikenal hukum kausalitas yang diistilahkan oleh ilmu kalam sebagai 'illatdan ma'lul'. Seseorang menjadi baik bisa diselidiki bahwa keluarga dan lingkungannya baik. Demikian sebaliknya ketika keluarganya jahat.

Demikian dengan musabab segala peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Takdir yang didatangkan Allah SWT, tak terlepas dari hukum sebab-akibat yang dibahasakan sebagai Sunnatullah. Kita pun belajar penyebab beragam bencana seperti banjir bandang, tanah longsor, likuefaksi, gempa, tsunami, hingga bencana kekeringan.

Jika hutan ditebas sampai gundul, tidaklah ada penyebab lainnya kecuali timbulnya banjir dan tanah longsor. Mesin-mesin industri dan ken daraan membawa polusi sehingga menyebabkan gas rumah kaca. Perubahan iklim pun terjadi akibat pemanasan global dan rusaknya hutan. Bencana tak bisa dielakkan. Ada tangan-tangan manusia yang terlibat di sana.

Secara gamblang, Allah SWT menjelaskan di dalam Alquran bagaimana kita berperan dalam merusak alam. "Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka. Agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS ar-Ruum: 41).

republikaonline

Runtuhnya sebuah RS Pasca gempa Majene ##Palu ##Makasar ##Gempa original sound - Republika

Setelah memahami mekanisme tersebut, cukuplah kita berdalil sederhana untuk mengatasi sebab agar menghilangkan akibat. Bencana akan hilang jika kita merawat bumi. Manusia kembali melakukan reboisasi dan mengurangi polusi. Dengan demikian, suhu bumi pun kembali normal dan perubahan iklim bisa dicegah.

Meski demikian, tak jarang jika hukum sebab-akibat itu macet di pertengahan. Ada faktor X ikut bekerja di sana. Berapa banyak pesawat jatuh yang dibawa pilot dengan ratusan ribu jam terbang. Mesinnya pun canggih bukan sembarang. Faktor X tadi mampu mengintervensi mekanisme sebab akibat tersebut sehingga pesawat pun terjatuh.

Faktor X tersebut terkadang sudah diketahui manusia. Misalnya saja, bencana gempa dan gunung meletus yang disebabkan letak Indonesia di cincin gunung api aktif. Faktor ini tidak bisa dicegah meski ilmu pengetahuan sudah super modern seperti sekarang.

Karena itu, Buya Hamka meminta kita agar tidak melupakan penyebab utama dari semua peristiwa. Otoritas yang memiliki kekuatan Mahakuasa. Setelah semua pikir dan peluh kita keluarkan demi ikhtiar yang maksimal untuk menghindari bencana, jangan sekali-kali lupa jika alam ini ber-Tuhan.

Jika ternyata ikhtiar kita berbuah sehingga bencana pun terhindar, seorang mukmin tidak pernah berani mengatakan bahwa keselamatan itu adalah hasil jerihnya. Sebagaimana Nabi Ibrahim AS yang berkata, "Dialah yang memberi makanku dan memberi minumku. Dan jika aku sakit, Dialah yang menyembuhkan daku." (QS asy-Syu'ara: 79-80).

Apabila bencana tetap terjadi di tengah ikhtiar kita, maka cukuplah kita berucap innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Sesungguhnya kita milik Allah dan sungguh kepada-Nyalah kita kembali. Dialah Penghulu segala sebab. Yang menyebabkan semua sebab atau musabbibul asbab. Dari situ, kita mengetahui jika Pencipta semua ini adalah Dia yang menentukan pembagian sebab.

Maka dari itu, atas segala bencana yang terjadi, mari kita berprasangka baik kepada Allah SWT di dalam status sebagai hamba. Itulah adab yang bisa membuat kita mendekat kepada Allah Ta'ala.

 
Aku berada dalam prasangka hamba-Ku,dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku.
 
 

Di dalam hadis qudsi, Allah SWT berfirman, "Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku dan jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka.

Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta. Dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kan diri kepadanya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku menda tanginya dalam keadaan berlari." (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad).

Wallahu a'lam.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat