Pekerja menyiapkan gula pasir untuk disalurkan ke operasi pasar, beberapa waktu lalu. | FAUZAN/ANTARA FOTO

Ekonomi

Kementan: Swasembada Gula Konsumsi pada 2023

Harga gula dalam negeri lebih tinggi 29,7 persen dari harga dunia.

 

JAKARTA – Kementerian Pertanian menargetkan swasembada gula konsumsi pada 2023. Sejumlah langkah akan ditempuh untuk mencapainya antara lain dengan memperluas area perkebunan tebu, meremajakan tanaman, serta mendorong adanya investasi baru untuk pembangunan pabrik gula baru. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, gula merupakan salah satu komoditas pangan yang masih harus dipenuhi melalui impor.

“Gula konsumsi secara bertahap kita siapkan (swasembada). Jadi, saya akan konsentrasi untuk akselerasi gula konsumsi. Kalau sudah terpenuhi, selanjutnya mengejar swasembada gula industri,” kata Syahrul dalam National Sugar Summit yang digelar secara virtual, Selasa (24/11).

Upaya intensifikasi dilakukan melalui bongkar ratoon atau peremajaan pada lahan seluas 75 ribu hektare (ha). Produktivitas ditargetkan naik menjadi 15 ton per ha. Selain itu, rawat ratoon atau perawatan dilakukan di lahan seluas 125 ribu ha. Produktivitasnya ditargetkan naik menjadi 13 ton per ha. Pengintensifan lahan tersebut dilakukan di Pulau Jawa.

Sementara itu, Syahrul mengatakan, langkah ekstensifikasi akan dilakukan di luar Jawa. Pembukaan lahan baru ditargetkan mencapai 50 ribu ha.

Mentan mengatakan, upaya untuk mencapai swasembada tidak hanya dilakukan dengan pendekatan lahan. Persiapan benih unggul dengan teknologi hasil penelitian, baik dari pemerintah maupun swasta, juga diperlukan. Menurut dia, peningkatan produksi harus diimbangi dengan manajemen penyerapan agar nantinya tidak merugikan petani.

photo
Petani menyiapkan bibit tebu desa Kerticala, Kecamatan Tukdana, Indramayu, Jawa Barat, Senin (23/11). - (Dedhez Anggara/ANTARA FOTO)

Luas lahan perkebunan tebu dalam negeri terus mengalami penurunan. Sementara itu, daya saing industri produsen gula ikut mengalami hal serupa. Evaluasi menyeluruh sektor perkebunan tebu nasional dibutuhkan untuk bisa mencapai swasembada pada 2023.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono memaparkan, luas lahan perkebunan tebu pada 2015 mencapai 445.600 ha. Lahan terus mengalami penurunan hingga 2019 menjadi hanya 411.435 ha. Pada tahun ini mulai ada kenaikan tipis menjadi 416.900 ha.

Produktivitas tebu juga mengalami tren yang sama. Pada 2015 produktivitas tebu mencapai 67,69 ton per ha, tetapi terus menurun menjadi 67,39 ton per ha. Pada 2020 produktivitasnya diproyeksikan naik 69,02 ha.

Sementara itu, kinerja produksi gula pada 2015 mencapai 2,4 juta ton, lalu terus menurun menjadi 2,22 juta ton pada 2019. Tahun ini produksi ditargetkan mencapai 2,23 juta ton.

“Memang benar ada penurunan luasan dan daya saing yang juga berkurang karena dia menggunakan lahan irigasi sehingga rebutan dengan komoditas padi dan jagung,” kata Kasdi.

Pemerintah berupaya meningkatkan produksi dalam negeri dengan mendorong penambahan pabrik gula baru. Sepanjang 2014 hingga 2019 terdapat 10 penambahan pabrik gula.

Pemerintah memberikan insentif bagi investor yang ingin membangun pabrik gula. Syaratnya, pembangunan pabrik berkapasitas giling 12 ribu tone cane per day (tcd) harus memiliki kebun tebu minimal 24 ribu ha. Dengan insentif yang ada, pelaku usaha diperbolehkan mendatangkan gula kristal rafinasi terlebih dahulu untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) yang dikonsumsi masyarakat.

Kementerian Perdagangan menyebut, harga gula dalam negeri lebih mahal 28,1 persen dari rata-rata harga pasar global. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Didi Sumedi mengatakan, pada tahun ini disparitas harga gula justru meningkat. Harga yang diterima konsumen dalam negeri lebih tinggi 29,7 persen dari harga dunia.

“Konsumen dalam negeri membeli gula lebih mahal dibandingkan harga yang dinikmati masyarakat global,” kata Didi.

Didi menjelaskan, harga gula domestik lebih tinggi disebabkan oleh besaran biaya pokok produksi (BPP). Rata-rata BPP yang dikeluarkan petani mencapai Rp 9.857 per kilogram (kg).

Tingkat BPP tersebut naik dari rata-rata BPP gula tahun lalu sebesar Rp 9.554 per kg. Sementara itu, rata-rata BPP tebu di pasar internasional sekitar Rp 5.465 per kg.

Produktivitas tebu yang rendah turut menjadi pemicu. Didi menyebutkan, produktivitas gula nasional mencapai 5 ton per ha per tahun. Sementara itu, negara produsen lain seperti India dan Thailand bisa mencapai produktivitas 9 ton per ha per tahun. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat