Jamaah umrah dengan menerapkan protokol kesehatan sedang menunaikan tawaf di area Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. | AP/HOGP/Saudi Ministry of Hajj and Umrah

Opini

Prokes Haji dan Umrah

Pandemi Covid-19 memaksa perubahan perilaku haji dan umrah melalui protokol kesehatan.

EKA JUSUP SINGKAKepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Akhir-akhir ini masyarakat sering mendengar istilah pandemi. Kata ini menjadi sangat populer saat mewabahnya Covid-19.

Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia memerlukan dukungan masyarakatnya dalam memerangi Covid-19 ini. Karena sifatnya menular secara droplet melalui media udara, pemutusan rantai penularan jadi salah satu strategi pengendalian Covid-19. 

Karena itu, istilah 3M yakni menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun (menggunakan hand sanitizer) dan memakai masker sangat populer. Selain itu, isolasi mandiri, karantina, bahkan pembatasan sosial berskala besar juga penting memutus penyebaran Covid-19.

Pola, metode, dan petunjuk berperilaku dan bertindak di masa pandemi Covid-19 saat ini, dikenal dengan istilah protokol kesehatan (prokes). Pada prinsipnya, ini panduan mencegah Covid-19 bagi individu dan kelompok. 

Salah satu protokol kesehatan yang telah disusun pemerintah cq Kementerian Kesehatan terkait haji dan umrah, dalam bentuk pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 bagi petugas dan jamaah haji-umrah.

 
Salah satu protokol kesehatan yang telah disusun pemerintah cq Kementerian Kesehatan terkait haji dan umrah.
 
 

Kita ketahui, setiap tahun setidaknya 221 ribu Muslim Indonesia menunaikan ibadah haji dan sekitar 1,2 juta  warga negara Indonesia melaksanakan umrah  sebelum pandemi. Namun saat pandemi, ada pembatasan jumlah jamaah haji oleh Pemerintah Arab Saudi. 

Bahkan, pada 2 Juni 2020, Pemerintah Indonesia resmi membatalkan keberangkatan seluruh jamaah haji melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No 494 Tahun 2020. Ini dilakukan demi kesehatan dan keselamatan jamaah. 

Tidak hanya haji, pelaksanaan umrah juga mengalami kendala. Saudi menutup akses kepada umat Islam di luar Saudi untuk berumrah sejak 27 Februari 2020. Ini upaya Saudi mencegah penyebaran Covid-19 yang lebih dikenal dengan istilah lockdown.

Selang tujuh bulan sejak ditutupnya pelaksanaan umrah, pada 1 November 2020, Saudi membuka kembali akses kepada beberapa negara Muslim untuk dapat melaksanakan umrah. Pelaksanaan umrah saat ini tentu berbeda dari masa nonpandemi. 

Pada masa pandemi, jamaah umrah dibatasi usianya, yaitu 18-50 tahun yang dapat memperoleh visa umrah dan hanya mereka yang memiliki hasil Swab PCR Covid-19 dengan hasil negatif yang dapat melanjutkan penerbangan ke Saudi. 

Pelaksanaan umrah pada masa pandemi merupakan rangkaian ibadah umrah yang diatur melalui protokol kesehatan. Saudi memiliki komitmen kuat dalam penerapan protokol kesehatan yang ketat terhadap jamaah umrah. 

Tawaf dan sai, diatur secara tertib, jamaah tetap menjaga jarak, sering mencuci tangan memakai sabun dengan air mengalir, serta menggunakan masker. Penggunaan masker sangat bermanfaat dalam mencegah transmisi penyakit menular.

Karena itu, penggunaan masker sewajarnya diperbolehkan dalam prosesi ibadah haji-umrah terutama saat berihram.

 
Karena itu, penggunaan masker sewajarnya diperbolehkan dalam prosesi ibadah haji-umrah terutama saat berihram.
 
 

Meski penyelenggaraan umrah menggunakan sistem P (private) to P (private), yaitu kerja sama bisnis perusahaan swasta (travel), penyelenggara perjalanan ibadah umrah di Indonesia dan muasasah di Saudi, saat pandemi perlu diatur dan diperkuat pemerintah. 

Kementerian Agama telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 719 Tahun 2020 tentang pedoman penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah pada masa pandemi Covid-19. 

Dalam KMA tersebut, pada persyaratan jamaah disebutkan, jamaah dapat diberangkatkan setelah memenuhi persyaratan yaitu usia sesuai ketentuan Saudi, tidak memiliki penyakit penyerta (co-morbid).

Selain itu, menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut pihak lain atas risiko akibat Covid-19 dan adanya bukti bebas Covid-19 berupa hasil Polimerase Chain Reaction/swab test yang dikeluarkan RS  atau laboratorium terverifikasi oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 

Persyaratan tak berpenyakit penyerta, wajib memenuhi ketentuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, maksudnya, jamaah yang hendak berumrah sebaiknya tak memiliki penyakit penyerta yang dapat memperparah sakitnya jika terinfeksi virus Sarscov-2.

Penyakit yang dapat memperberat kondisi jamaah jika terinfeksi virus dikenal dengan istilah co-morbid

Contoh penyakit penyerta atau co-morbid antara lain hipertensi berat, jantung stadium lanjut, gangguan ginjal kronis terutama dengan hemodialis dan diabetes melitus tidak stabil, penyakit paru obtruksi menahun, serta penyakit degeneratif berat lainnya.

Pandemi Covid-19 memaksa perubahan perilaku dalam mengerjakan prosesi ibadah haji-umrah yaitu melalui penerapan protokol kesehatan. Protokol kesehatan dalam berhaji-umrah harus dilaksanakan di setiap tahapan dan tempat pelaksanaan.

 
Pandemi Covid-19 memaksa perubahan perilaku dalam mengerjakan prosesi ibadah haji-umrah.
 
 

Mulai dari Indonesia, di Saudi, dan saat kembali ke Tanah Air. Dalam situasi pandemi, jamaah haji-umrah wajib mengetahui dan mengenal gejala dan upaya pencegahan Covid-19. 

Manajemen haji-umrah di masa pandemi, tidak bisa dilepaskan dengan sistem laboratorium pemeriksaan PCR dan juga sistem pemberian vaksinasi Covid-19 jika vaksin sudah tersedia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat