Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan terkait perkembangan kasus Djoko Tjandra di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Selasa (4/8). | RENO ESNIR/ANTARA FOTO

Nasional

Kejakgung Janji Profesional Dalam Kasus Djoko Tjandra

Kejakgung membantah lamban dalam pengungkapan kasus Djoko Tjandra.

JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyadari keraguan publik atas independensi pengungkapan skandal hukum Djoko Sugiarto Tjandra yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Publik dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak kasus itu dilimpahkan ke KPK agar tidak terjadi konflik kepentingan. 

Juru Bicara Kejakgung, Hari Setiyono, menegaskan, penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung sudah tampil profesional. Penyidikan yang berjalan sudah berlangsung transaparan dan cepat. Itu, kata Hari, dibuktikan dengan rentang pengungkapan yang ringkas saat pencopotan jabatan Pinangki sampai penetapan tersangka atas Pinangki dan Djoko Tjandra.

“Jadi, kalau dikatakan (Kejakgung) lelet (lamban), kita ingin tahu, yang bagian mana lelet-nya,” terang Hari.

Jampidsus, kata Hari, lebih punya kapasitas dan kompetensi dalam penyidikan korupsi dibandingkan KPK. Sebab, menurut Hari, sumber daya manusia di bidang penyidikan, penuntutan di KPK, salah satunya berasal dari personel Korps Adhyaksa. "Pertanyaannya, penuntut di KPK itu dari siapa? Jaksa juga,” katanya saat ditemui di Biro Pers Kejakgung, di Jakarta, Senin (31/8). 

Namun, kata Hari, penyidikan di Jampidsus bersedia menerima saran, masukan, dan tambahan informasi terkait penyidikan Pinangki dan Djoko. Kejakgung berjanji melibatkan KPK dalam prapenuntutan perkara dugaan suap dan gratifikasi tersebut. 

“Untuk menjawab keraguan publik, kami akan kordinasi dan supervisi (dengan KPK). Dan nanti secara transparan, ketika perkara akan naik ke penuntutan (tahap I), kami akan lakukan gelar perkara dengan kawan-kawan dari KPK,” kata Hari.

Pada Senin (31/2), tim penyidik Jampidsus kembali memeriksa Djoko sebagai tersangka. Terpidana korupsi Bank Bali itu ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (27/8). Djoko dituding memberikan uang 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar agar Pinangki mengatur upaya pembebasannya. Sementara, Polri akan memeriksa tersangka Pinangki pada pekan ini. 

"Mungkin hari Rabu dan Kamis pada pekan ini. Semua bergantung penyidik ya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono, kemarin. Pemeriksaan ini setelah Polri gagal memeriksa Pinangki pada Kamis (27/8) pekan lalu. 

Ambil alih

Salah satu yang meragukan penanganan kasus itu di Kejaksaan adalah Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Pekan lalu, Nawawi meminta Kejakgung berinisiatif sendiri melimpahkan kasus itu. Namun hingga kemarin, Nawawi mengaku KPK belum menerima permohonan koordinasi dan supervisi dari Kejakgung.

"Belum ada langkah-langkah koordinasi dan supervisi menyangkut penanganan perkara dimaksud. Saya telah memanggil Deputi Penindakan untuk memastikan hal itu," ucap Nawawi. 

Kemarin, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) juga mendatangi Kejakgung untuk menyerahkan surat permintaan agar KPK dilibatkan dalam penanganan kasus Jaksa Pinangki. MAKI meminta KPK dilibatkan mulai dari proses gelar perkara, pembuktian melalui sadapan, supervisi, hingga pengambilalihan kasus tersebut oleh KPK. "(Meminta Kejakgung) Bersedia diambil alih penanganan perkara aquo apabila KPK menghendakinya," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.

Ketua KPK Firli Bahuri juga membuka opsi mengambil alih kasus itu bila tak kunjung diselesaikan oleh Kejakgung. "Kita sudah koordinasi dengan Kejaksaan Agung, dan kasus itu kita lakukan supervisi untuk penanganan selanjutnya. Tapi kalau tidak selesai, sesuai pasal 10 A bisa kita ambil," kata Firli di Kompleks Parlemen, kemarin. 

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, KPK bisa menyampaikan pada Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM (Kemenko Polhukam) bila permohonan supervisi tak direspons Kejagung. Berdasarkan UU, KPK diberi wewenang melakukan kordinasi dan supervisi khusus dalan penanganan kasus korupsi. KPK bisa mengajukan kewenangan tersebut pada Kejakgung. 

"Jika Kejakgung tidak merespon dengan baik permintaan koordinasi dan supervisi ini maka bisa KPK menyampaikannya melalui Menko Polhukam," kata Arsul, kemarin.

Kemenko Polhukam, kata dia, diberi wewenang melakukan kordinasi penegakan hukum diantara institusi penegakan hukum. "Kami di Komisi III meminta KPK bekerja konkret dulu untuk bekerja mengajukan koordinasi dan supervisi tersebut dengan Kemenko Polhukam dan Kejakgung," kata Arsul. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat