Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) dibawa petugas Kepolisian saat penandatanganan berita acara penyerahterimaan kepada Kejaksaan Agung di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7). | ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT

Kabar Utama

Skenario Red Notice Djoko Tjandra Didalami

Dua perwira polisi mengakui menerima suap dari Djoko Tjandra.

 

JAKARTA -- Mabes Polri selesai memeriksa tiga tersangka skandal pelarian buron Djoko Tjandra yaitu Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo (PU), Irjen Pol Napoleon Bonaparte (NB) dan Tommy Sumardi (TS) pada Selasa (25/8) malam. Pihak-pihak yang diperiksa disebut mengakui ada suap terkait penghapusan status buron internasional alias red notice untuk Djoko Tjandra di Interpol.

"TS dicecar oleh penyidik sebanyak 60 pertanyaan. Sedangkan PU sekitar 50 pertanyaan dan tersangka NB sebanyak 70 pertanyaan. Mereka mengaku memang menerima aliran dana dari Djoko Tjandra," kata Kabiro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/8). Pemeriksaan tersebut rampung pada pukul 21.00 WIB, Selasa malam. 

Setyono menjelaskan beberapa pertanyaan yang diajukan penyidik kepada para tersangka yaitu tentang pemberian suap, pengurusan pencabutan red notice Djoko Tjandra, mencari tahu siapa saja yang menyerahkan atau yang memberikan suap, siapa saja yang menerima suap dan apakah yang terjadi setelah itu. 

"Mereka memang menerima uang yang diberikan Djoko Tjandra. Tapi kami akan dalami, uang itu berupa transfer atau cash and carry, tentunya nanti semuanya akan didalami oleh penyidik dan itu akan terbuka semuanya di pengadilan nanti," kata dia.

Untuk berapa nominal uang yang diterima para tersangka tersebut, ia mengatakan tidak bisa menjelaskan lebih lengkap karena hal tersebut sudah masuk ke materi penyidik dan sesuai peraturan di dalam Undang-Undang Dasar (UUD). 

"Saya tidak bisa sampaikan. Ini sesuai dengan pasal 17 UU keterbukaan informasi publik ada hal-hal yang tidak perlu kami sampaikan disini. Lihat saja pas di pengadilan ya. Disitu akan terbuka semua," kata dia. Sebelumnya sempat beredar dugaan bahwa Napoleon dan Prasetijo sebelumnya disebut menerima suap dengan barang bukti masing-masing Rp 20 ribu dolar, atau sekitar Rp 290 juta.

Djoko Tjandra yang merupakan buron kasus pengalihan piutang Bank Bali diketahui kembali ke Indonesia selepas pelarian 11 tahun pada Juni 2020 lalu. Kembalinya Djoko Tjandra untuk mengurus peninjauan kembali kasusnya di PN Jakarta Selatan itu dimungkinkan dengan dicabutnya status red notice Djoko Tjandra. 

Keterangan pencabutan tersebut memungkinkan Djoko membuat surat-surat jalan serta paspor di keimigrasian. Menurut keterangan Mabes Polri sebelumnya, pemberitahuan pencabutan red notice itu dikirimkan sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol di Mabes Polri, Brigjen Nugroho Wibowo ke Ditjen Keimigrasian pada 5 Mei 2020. Brigjen Nugroho merupakan bawahan Irjen Napoleon yang kala itu menjabat kadiv Hubungan Internasional Polri.

Pada 17 Juli lalu, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencopot Irjen Napoleon dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dari jabatan masing-masing. Meski begitu, saat itu Brigjen Nugroho hanya menyampaikan surat ke Dirjen Imigrasi tentang informasi red notice Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014. Ia mengatakan, Nugroho tidak menghapus red notice Djoko di sistem basis data Interpol pada 2014. 

Argo Yuwono menjelaskan, red notice Joko Tjandra diajukan pada 2009 oleh Kejaksaan Agung melalui Sekretariat NCB Polri. Kemudian, lima tahun kemudian pada 2014, nama Joko Tjandra terhapus dari Interpol karena Kejaksaan Agung tak meminta perpanjangan.

Awi Setiyono mengatakan, saat ini tidak bisa menyampaikan dan menjelaskan kronologi secara lengkap terkait kaitan pemberian suap dan penghapusan red notice. Sebab, laporan tersebut sudah masuk materi pemeriksaan penyidik dan akan terbuka saat nanti di pengadilan. "Mohon maaf ini sudah masuk materi pemeriksaan. Saya tidak bisa sampaikan, nanti akan terbuka semua di pengadilan. Tunggu saja ya," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (26/8).

Ia juga mengatakan, kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap Napoleon dan Tommy Sumardi. Hal ini berdasarkan hak prerogatif dari penyidik. "Kalau ditanya kenapa tidak ditahan? tentunya kembali lagi ini adalah hak prerogatif dari penyidik. Lalu, hal ini juga berdasarkan syarat subjektif maupun objektif terkait penahanan dan dari keterangan penyidik," katanya.

Sedangkan kuasa hukum Irjen Napoleon, Gunawan Raka mengatakan pemberitaan yang beredar luas terkait kasus Napoleon itu terlalu bombastis. "Bahwa yang berkembang di ruang pemeriksaan itu tidak seperti yang diberitakan. Jangan menganggap ini terlalu bombastis karena kasian pak Napoleon," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/8).

Ia kemudian menegklaim bahwa Napoleon tidak ada keterkaitan dengan kasus red notice Djoko Tjandra. Menurutnya, pemberitaan yang tersebar di media massa bertolak belakang apa yang terjadi sebenarnya. Ia yakin penyidik bisa mengungkap semua kebenaran yang memang terjadi dalam kasus tersebut.

"Semua materi-materi itu sudah kami sampaikan pada penyidik. Saya yakin penyidik secara profesional akan mengungkap perkara ini dengan lengkap dengan fakta yang benar. Apapun ending perkara ini itulah fakta yang nanti kalian harus ketahui," kata dia.

Sebelumnya, aktifis Boyamin Saiman yang ikut membongkar kasus ini telah mengungkapkan bahwa pengusaha Tommy Sumardi diduga memberikan uang 20 ribu dolar AS kepada mantan karo Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo. Uang tersebut dikasih karena sebagai tanda terima kepada Prasetijo yang telah membantu mengurus penghapusan red notice Djoko Tjandra.

"Dugaannya TS itu memberikan ucapan terima kasih kepada BJP PU uang sejumlah 20 ribu US Dolar. Kemudian, berapa jumlah uang yang diberikan TS kepada NB (Napoleon Bonaparte)? saya belum bisa memastikan jumlahnya tapi diduga lebih besar daripada yang diterima PU," kata koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) itu kepada  Republika, pekan lalu.

Ia menambahkan sejauh ini kepolisian telah melakukan penyidikan secara profesional untuk mengusut dugaan korupsi di internal Mabes Polri terkait dengan Djoko Tjandra.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat