Suasana kawasan Monumen Nasional (Monas) dan gedung-gedung perkantoran di Jakarta, Kamis (13/8). | ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO

Tajuk

Jaga Zona Netral

Pemulihan ekonomi mesti seiring dengan pemulihan kesehatan.

Ekonomi Indonesia pada April-Juni 2020 mengalami kontraksi cukup dalam. Ekonomi nasional tumbuh minus 5,32 persen secara year on year (yoy). Ekonomi kuartal II ini bila dibandingkan kuartal I 2020 yang masih 2,94 persen, memunculkan kekhawatiran. 

Akankah kuartal III 2020 mengalami kontraksi lanjutan? Apakah pada periode Juli-September catatan kinerja ekonomi nasional kembali minus sebagaimana kuartal II? 

Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa (25/8), mengisyaratkan proses pemulihan ekonomi selepas Juni belum stabil dan solid. Sejumlah indikator ekonomi memang tumbuh pada Juli 2020, tapi indikator lainnya melemah setelah tumbuh positif pada Juni. 

Faktor risiko kontraksi, salah satunya tergambar pada sektor pajak penghasilan atau PPh-21 yang Juli lalu minus 20,38 persen. Padahal, sebulan sebelumnya masih tumbuh 12,28 persen.

Kontraksi juga dialami penerimaan dari PPh badan, yang minus 45,44 persen pada Juli, bandingkan kontraksi pada Juni yang minus 38 persen. Realisasi ini menggambarkan tekanan luar biasa yang dialami korporasi.

 
Kita berharap, keramaian dunia usaha ini tetap mengedepankan protokol kesehatan ketat. Pemulihan ekonomi mesti seiring dengan pemulihan kesehatan.
 
 

Menkeu memprediksi, pertumbuhan ekonomi kuartal III di rentang minus dua persen hingga nol persen (yoy). Bila prediksi ini mewujud, ancaman resesi di depan mata. Ekonom mendefinisikan, resesi terjadi bila dua kuartal berturut-turut ekonomi tumbuh minus.

Namun, kinerja Juli yang lemah masih bisa dikompensasi dengan akselerasi pada Agustus-September. Optimisme ini mewujud pada aktivitas masyarakat selama Juli dan Agustus yang mulai bergeliat. Perkantoran ataupun korporasi sudah mulai ramai.

Kita berharap, keramaian dunia usaha ini tetap mengedepankan protokol kesehatan ketat. Pemulihan ekonomi mesti seiring dengan pemulihan kesehatan. Sebab, dampak ekonomi Covid-19 tak hanya menyasar negara berkembang dan miskin, tapi juga negara maju.

Mengutip Trading Economics, dari 22 negara yang didata, mulai dari AS, Rusia, Prancis, Jerman, hingga kawasan Asia, seperti Singapura, Hong Kong, Malaysia, dan Korea Selatan, hanya Cina dan Vietnam yang tak resesi.

AS pada kuartal I ekonominya minus 0,3 persen, kuartal II minus 9,5 persen. Jerman pada kuartal I minus 2,1 persen, kuartal II minus 11,7 persen. Singapura, pada kuartal I minus 0,3 persen dan kuartal II minus 13,2 persen.

Cina, pada kuartal I minus 6,8 persen, kuartal II positif 3,2 persen. Vietnam pada kuartal I positif 3,8 persen, pada kuartal II positif 0,4 persen. Karakter Indonesia berbeda dengan Singapura yang sangat bergantung pada perdagangan.

 
Stimulus mesti menyasar masyarakat kelas bawah, juga kelas menengah yang rentan kolaps. 
 
 

Indonesia juga tak sama dengan Thailand yang ekonominya banyak disumbang sektor pariwisata. Dengan jumlah penduduk 268 juta jiwa, konsumsi domestik bisa menjadi tulang punggung perekonomian.

Pemenuhan pasar dalam negeri dari produk anak bangsa sendiri tentu sangat berarti dalam mempertahankan geliat roda perekonomian. Apalagi, didorong eksekusi berbagai program stimulus pemerintah.

Alokasi Rp 695,2 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional bisa memacu perekonomian. Asalkan, tepat sasaran ataupun tepat momentum. Ditambah bansos Rp 270,6 triliun.

Pencairan gaji ke-13 untuk ASN Rp 28,8 triliun dan bansos bagi pegawai swasta bergaji kurang dari Rp 5 juta per bulan Rp 38,8 triliun, diharapkan menjaga daya beli masyarakat dan memutar perekonomian domestik.

Stimulus mesti menyasar masyarakat kelas bawah, juga kelas menengah yang rentan kolaps. Demikian pula, sektor UMKM ataupun korporasi swasta. Kerja keras dan sinergi di antara pemangku kepentingan sangat diperlukan.

Kunci agar ekonomi bergerak ke zona positif adalah memacu konsumsi dan investasi, setidaknya bertahan di zona netral. Dalam kondisi perdagangan global yang mandek, konsumsi domestik menjadi penopang utama perekonomian.

Mengupayakan kinerja ekonomi bertahan pada zona netral, mengerem agar tak terseret terlalu dalam pada jurang resesi, merupakan capaian yang patut diapresiasi. Berjuang tiada henti, ikhtiar tiada bertepi, dan doa tak kenal henti. Berharap agar perekonomian nasional tetap dalam kendali. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat