Gerai Expat Roasters di gelaran Jakarta Coffee Week menghadirkan kopi buatan manusia dan kecerdasan buatan (AI). | Republika/Shelbi Asrianti

Iqtishodia

Digitalisasi Ekonomi dan Disrupsi Ketenagakerjaan

Terciptanya inovasi bisa membuat hal lain tergantikan, menghilang, bahkan mati.

OLEH Wiwiek Rindayati (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB), Devita Gadis Rahmasari (Mahasiswa Departemen  Ilmu Ekonomi FEM IPB)

 

Adanya percepatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Sejak kemunculannya, TIK telah memainkan peran sentral dalam mengubah berbagai aspek kehidupan manusia, dari bisnis dan pendidikan hingga kesehatan dan hiburan.

Dengan perkembangan internet, komputer, perangkat mobile, dan teknologi lainnya, TIK telah membawa perubahan terhadap cara kita mengakses informasi, berbagai pengetahuan, dan menjalin hubungan dengan orang lain tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di seluruh dunia. 

Dalam melihat perkembangan TIK, digunakanlah suatu indeks atau ukuran yang dapat menggambarkan tingkat pembangunan TIK. Apabila nilai ukuran itu semakin tinggi, maka hal itu dapat menunjukkan bahwa potensi dan progres pembangunan TIK suatu wilayah sudah optimal (Almizan 2020). Semakin pesatnya perkembangan TIK seharusnya juga mampu mendorong percepatan proses pembangunan, kuantitas, dan kualitas berbagai aktivitas pembangunan ekonomi, pergantian pola menjadi lebih efisien dan nantinya akan berdampak pada percepatan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara (Bowo 2014). 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), indeks pembangunan TIK di Indonesia selalu mengalami kenaikan mulai dari tahun 2017-2022. Pada tahun 2017 sebesar 4,96 meningkat menjadi 5,85 pada tahun 2022. Penerapan TIK dalam berbagai sektor memberikan kemudahan, contohnya dalam sektor ekonomi adanya TIK telah mempercepat efisiensi produksi, memungkinkan inovasi produk dan layanan, serta memperluas akses pasar. Hal ini tidak hanya mengubah lanskap bisnis dan ekonomi, tetapi juga mempengaruhi struktur sosial dan budaya masyarakat secara keseluruhan. 

photo
Pekerja menyelesaikan perakitan mobil Toyota di pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Karawang, Jawa Barat, Senin (7/8/2023). - (Republika/Putra M. Akbar)

Adanya kemajuan TIK ini sebenarnya memiliki dua sisi, di satu sisi memberikan dampak positif, di sisi lainnya memberikan dampak negatif. Teknologi merupakan bagian yang sulit dipisahkan dari kehidupan kita.

Disrupsi tenaga kerja
Masyarakat kita saat ini cukup melekat dengan adanya internet dan tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap aspek kehidupan kita membutuhkan internet dalam menunjang aktivitas kita sehari-hari. Namun, di balik gemerlapnya inovasi teknologi, ada suatu fenomena yang tidak bisa diabaikan, yaitu disrupsi dalam pasar tenaga kerja.

Disrupsi tenaga kerja adalah hasil dari perubahan-perubahan drastis dalam teknologi, struktur bisnis, dan tuntutan pasar yang menyebabkan perubahan yang signifikan dalam jenis pekerjaan yang tersedia, keterampilan yang dibutuhkan, dan cara kerja yang diperlukan. Dalam konteks perkembangan TIK, disrupsi tenaga kerja menjadi semakin nyata dan menimbulkan berbagai tantangan serta peluang bagi individu, perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan.

Maraknya perbincangan seputar era disrupsi telah menggeser trending topik tentang revolusi industri 4.0. Disrupsi sendiri bisa dipandang sebagai perubahan yang positif dan konstruktif karena berbasis inovasi yang dinamis, dan menekankan pada faktor efektif, efisien, cepat, dan canggih. 

Disrupsi merambah ke berbagai bidang, bukan hanya bidang ekonomi dan sosial-budaya, melainkan juga bidang-bidang lain seperti hukum, pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan. Disrupsi dapat menggantikan pelaku lama dengan pelaku baru yang membawa keunikan. Selain itu juga menggantikan teknologi lama yang masih berwujud fisik menjadi teknologi serba digital yang dinilai lebih efisien.

Terciptanya inovasi bisa membuat hal lain tergantikan, menghilang, bahkan mati. Disrupsi mungkin akan menghilangkan lapangan pekerjaan yang sudah ada, tetapi adanya disrupsi juga dapat menciptakan lapangan kerja baru (Ananda 2023). 

Salah satu dampak terhadap tenaga kerja yaitu adanya penurunan permintaan tenaga kerja dalam pekerjaan yang dapat digantikan oleh teknologi. Mesin otomatis, kecerdasan buatan, dan robotika sudah mulai mengambil alih tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, mengurangi kebutuhan akan pekerja manusia dalam proses produksi dan layanan.

photo
Mesin cuci piring otomatis - (Dok Modena)

Sebagai contoh, pada sektor manufaktur, penggunaan otomatisasi dan robotika telah mengurangi jumlah pekerjaan langsung di lantai pabrik, sementara di sektor layanan, aplikasi teknologi telah menggantikan pekerja manusia dalam layanan pelanggan dan administrasi. 

Perkembangan pesat teknologi berpotensi besar akan mendisrupsi pekerjaan di berbagai sektor. Dalam laporan yang dirilis oleh Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) yang bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO) yang melakukan Survei Ketenagakerjaan Masa Depan, disebutkan bahwa para pemberi kerja memperkirakan bahwa pada tahun 2025, semakin banyak peran yang akan berkurang dari 15,4 persen angkatan kerja menjadi 9 persen. Kemudian, akan ada profesi baru yang akan tumbuh dari 7,8 persen menjadi 13,5 persen dari total karyawan pada responden suatu perusahaan.

Berdasarkan angka tersebut, diperkirakan bahwa pada tahun 2025, 85 juta pekerjaan mungkin akan ada pergantian pembagian kerja antar manusia dan mesin, sedangkan 97 juta peran baru akan ada pembagian kerja baru antara manusia, mesin, dan algoritma dalam 26 negara yang tertera dalam laporan oleh WEF.

Hasil dari Survei Ketenagakerjaan Masa Depan juga mengungkapkan kesamaan antar-industri dalam melihat beberapa peran pekerjaan yang semakin strategis dan semakin mubazir. Masing-masing terdapat 20 peran pekerjaan teratas dalam meningkatkan dan menurunkan permintaan di berbagai industri.

Beberapa peran yang akan meningkatkan permintaannya, misalnya, analis data, spesialis big data, spesialis transformasi digital, spesialis internet of things, pengembang perangkat lunak, pengembangan bisnis, mekanik dan bengkel mesin, dan analis manajemen. Sedangkan, beberapa peran yang justru akan menurunkan permintaan misalnya, petugas entri data, sekretaris administratif, akuntan dan auditor, pekerja pabrik, analis keuangan, pelayanan pos, teller bank, dan penjualan door-to-door

Selain membicarakan mengenai adanya perubahan bidang pekerjaan akibat adanya kemajuan teknologi, WEF juga memberikan gambaran mengenai upah rill para pekerja yang semakin menurun karena biaya hidup yang semakin tinggi. Salah satu penyebabnya adalah karena banyak perusahaan sedang gencar mengupayakan keberadaan teknologi guna menurunkan biaya upah karyawan.  Hal ini yang akhirnya membuat banyak perusahaan membuat pekerjaan di bidang teknologi informatika (TI), pembelajaran mesin (machine learning), dan mahadata (big data).

Tantangan dan peluang
Berbagai kondisi tersebut menjadi tantangan yang serius bagi banyak pihak untuk dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan dalam pasar tenaga kerja yang terus berubah. Selain itu, adanya disrupsi tenaga kerja juga menciptakan kesenjangan keterampilan yang semakin besar. 

Keterampilan yang relevan semakin diperlukan dalam pasar tenaga kerja, sedangkan banyak pekerja yang mungkin kehilangan relevansi keterampilan mereka atau bahkan kesulitan untuk mengikuti perkembangan tersebut. Kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan teknologi terhambat oleh kurangnya keterampilan. 

WEF juga mengukur mengenai kesenjangan keterampilan di pasar tenaga kerja dan ketidakmampuan untuk menarik pekerja yang tepat juga menjadi salah satu hambatan. Hal ini rata terjadi di 20 dari 26 negara yang ada.

Dengan tidak adanya pekerja yang siap akan hal tersebut, melalui Survei Ketenagakerjaan Masa Depan menunjukkan bahwa, rata-rata perusahaan memberikan akses pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan kepada 62 persen tenaga kerja mereka. Namun, hanya 42 persen karyawan yang mengambil peluang pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan tersebut. Selain itu, tantangan dalam hal menciptakan dan mempertahankan keterampilan yang relevan di masa depan.

photo
Warga melakukan transaksi pembelian melalui vending machine BUMN untuk UMKM di Stasiun Gondangdia, Jakarta, Senin (22/1/2024). - (Republika/Thoudy Badai)

Munculnya perkembangan teknologi sering kali memerlukan keterampilan baru yang tidak diajarkan dalam pendidikan formal pada umumnya sehingga para pekerja harus lebih aktif untuk memperbarui dan meningkatkan keterampilan mereka melalui pelatihan tambahan atau pendidikan non-formal. Tetapi, akses terhadap pendidikan dan pelatihan juga bisa menjadi permasalahan untuk sebagian pekerja, terutama mereka yang berada di lingkungan yang kurang berkembang atau memiliki keterbatasan finansial.

Tantangan lainnya adalah ketidaksetaraan dalam akses dan manfaat dari perkembangan TIK. Ada risiko bahwa keuntungan dari kemajuan teknologi hanya akan berdampak pada beberapa pihak saja, sementara sebagian besar pekerja malah jadi terpinggirkan atau ditinggalkan. Hal ini nantinya dapat memperburuk kesenjangan ekonomi dan sosial, sehingga pada akhirnya menciptakan ketidaksetaraan.

Butuh upaya bersama
Meskipun disrupsi tenaga kerja membawa sejumlah tantangan, tetapi ada juga berbagai peluang untuk dapat beradaptasi dan berinovasi. Salah satu peluang yang dapat dilakukan adalah mengembangkan keterampilan baru yang mungkin sesuai dengan permintaan pasar tenaga kerja. Dengan teknologi yang terus maju, ada permintaan yang meningkat untuk keterampilan dalam bidang seperti pemrograman komputer, analisis data, dan manajemen proyek teknologi.

Individu yang bersedia untuk memperbarui keterampilan mereka atau mempelajari keterampilan baru ini memiliki peluang besar untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja. Organisasi atau perusahaan seharusnya bisa melihat peluang yang muncul dari adanya perkembangan TIK tentu dapat mengambil langkah-langkah proaktif untuk keberlanjutan bisnis mereka.

Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi ini juga dapat menciptakan peluang baru bagi kewirausahaan dan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Dengan biaya akses yang lebih rendah ke teknologi dan platform online, individu dan organisasi punya kesempatan untuk memperluas bisnis yang mereka miliki hingga ke pasar global. Kemampuan untuk beradaptasi yang cepat juga menjadi hal yang penting untuk kesuksesan jangka panjang.

Kita dapat menjadikan disrupsi tenaga kerja sebagai pendorong untuk pertumbuhan dan kemajuan yang berkelanjutan di masa depan.

Dalam menghadapi situasi tersebut, maka diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menciptakan solusi yang efektif dan dapat berkelanjutan. Pemerintah memiliki peran untuk menciptakan kebijakan yang mendukung adaptasi dan transformasi ekonomi yang diperlukan dalam menghadapi disrupsi ini sebagai contoh dengan memberikan insentif untuk inovasi, mendorong investasi dalam infrastruktur digital, dan menciptakan program pelatihan dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan pasar tenaga kerja.

Di samping itu, lembaga pendidikan juga memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi masa depan dengan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan pasar tenaga kerja. Hal ini perlu adanya integrasi keterampilan TIK ke dalam kurikulum pendidikan formal, serta penyediaan program pelatihan tambahan yang memungkinkan individu untuk terus mengembangkan keterampilan mereka.

photo
Sejarah Singkat Kecerdasan Buatan - (Republika)

Selain itu, lembaga pendidikan juga mungkin dapat berkolaborasi dengan sektor lainnya untuk memastikan bahwa program-program pendidikan mereka sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada di pasar tenaga kerja.

Di sisi lain, perusahaan dapat berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan mereka untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan perkembangan TIK, serta memanfaatkan teknologi secara bijak untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasional mereka. Oleh karena itu, dengan adanya kerja sama dari berbagai pihak. diharapkan kita dapat mengatasi tantangan yang dihadapi oleh disrupsi tenaga kerja.

Melalui upaya bersama ini, kita harus dapat memastikan bahwa masyarakat memiliki keterampilan dan kesempatan yang dibutuhkan untuk berhasil di era digital yang terus berkembang ini.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat