Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) dibawa petugas Kepolisian saat penandatanganan berita acara penyerahterimaan kepada Kejaksaan Agung di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7). | ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT

Nasional

Oknum Imigrasi Dibidik dalam Kasus Djoko Tjandra

Polri cekal para tersangka kasus Djoko Tjandra agar tidak ke luar negeri.

JAKARTA -- Skandal pelarian Djoko Sugiarto Tjandra telah menjerat sejumlah petinggi di Polri dan Kejaksaan Agung. Namun, Bareskrim Polri mengindikasikan kasus tersebut masih jauh dari kata selesai. Saat ini, Polri membidik adanya oknum lain di luar institusinya, yaitu Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM. 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, Polri akan memeriksa oknum yang merupakan petinggi Imigrasi yang diduga terlibat pelarian Djoko Tjandra. Dugaan ini masih terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra di Imigrasi pada Mei 2020. "Nanti akan diselidiki. Tunggu saja perkembangannya," kata Argo saat dihubungi Republika, Ahad (16/8).

Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Sabtu (15/8), mendesak Polri juga memeriksa oknum atau petinggi Imigrasi yang terlibat dalam penghapusan data red notice Djoko Tjandra di Imigrasi.

"Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa Dirjen Imigrasi, Jhony Ginting, sebelumnya adalah seorang Jaksa, tentu yang bersangkutan mestinya mengetahui bahwa Djoko Tjandra merupakan buronan Kejaksaan yang belum tertangkap," kata Peneliti, ICW Kurnia Ramadhana. 

Pada Jumat pekan lalu, Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus penghapusan red notice, yaitu Brigjen Prasetijo Utomo, Irjen Napoleon Bonaparte, Djoko Tjandra, dan rekan bisnis Djoko, Tommy Sumardi. Kedua perwira Polri itu diduga menerima dana sekira 20 ribu dolar Amerika dari Djoko dan Tommy. 

Kepala Bareskrim Polri, Komjen Listiyo Sigit Prabowo mengatakan, dalam skandal Djoko tersebut, ada tiga klaster peristiwa pidana. Pertama, terkait penyalahgunaan kewenangan yang terjadi pada 2008 dan 2009. Kasus ini belum menetapkan tersangka. Listyo berharap supervisi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa membantu menuntaskan kasus itu. “Di mana nanti, akan kita dalami bersama-sama (KPK), terkait dengan penyalahgunaan kewenangan pada saat itu,” terang Listyo. Jakarta, Jumat (14/8).

Klaster kedua terjadi pada November 2019. Ini adalah kasus pertemuan antara Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari di Malaysia yang diperantarai oleh pengacara Anita Kolopaking. Listyo mengatakan, kasus itu kini ditangani Kejakgung dan Jaksa Pinangki telah ditetapkan sebagai tersangka. 

Klaster ketiga, penghapusan nama Djoko Tjandra sebagai buronan di DPO interpol, dan pembuatan serta penggunaan surat jalan dan dokumen palsu. Dalam kasus surat jalan palsu, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.

Dari enam tersangka, dua diantaranya belum ditahan, yaitu Tommy dan Napoleon. Namun, Bareskrim telah mencekal ke luar negeri terhadap keduanya. "Surat permohonan pencekalan sudah dikirim ke Kemenkumham," kata Argo, Ahad (16/8).  

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono yang dikonfirmasi kemarin mengatakan, Djoko dan Tommy akan diperiksa pada Senin (24/8). Sementara, dua Napoleon dan Prasetijo akan diperiksa sehari setelanya, Selasa (25/8).  

Dampingi Pinangki

Meski telah tersangka dan ditahan, Jaksa Pinangki Sirna Malasari masih berstatus sebagai pagwai Korps Kejaksaan. Status itu mengharuskan Kejakgung memberikan hak pendampingan hukum terhadap Pinangki. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejakgung, Hari Setiyono mengatakan, Pinangki pun masih tercatat sebagai anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). 

“Kepada yang bersangkutan (tersangka Pinangki), tetap diberikan haknya untuk didampingi penasehat hukum oleh PJI,” kata Hari, Senin (17/8). 

Pinangki ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (11/8). Hasil penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) menuding Pinangki terlibat skandal upaya pembebasan Djoko Tjandra. Mantan kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung itu diduga menerima uang senilai 500 ribu dolar Amerika, atau setara Rp 7 miliar. n ed: ilham tirta

TERSERET SKANDAL DJOKO:

- Djoko Tjandra (surat jalan dan red notice)

- Jaksa Piangki Sirna Malasari (skenario PK)

- Brigjen Prasetijo Utomo (surat jalan dan red notice)

- Irjen Napoleon Bonaparte (red notice)

- Tommy Sumardi (red notice)

- Anita Kolopaking (surat jalan)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat