Prajurit Satgas Pamtas RI menerima arahan sebelum naik ke KRI Banjarmasin 592 yang sandar di Pelabuhan Jayapura, Papua, Jumat (24/7). | ANTARA FOTO/Indrayadi TH

Nasional

Evaluasi Otsus Dinilai Perlu Kontinu

Dana otsus yang besar menuntut pengelolaan yang transparan dan akuntabel.

JAKARTA—Pemerhati Papua dan politik internasional, Imron Cotan, menilai perlu ada evaluasi bertahap terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Sebab, pada 2021 mendatang, pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua sudah berlangsung selama 20 tahun. 

Menurutnya, harus ada perubahan mendasar soal evaluasi pada penerapan program Otsus Papua. Yakni, dilakukannya peninjauan ulang atau evaluasi secara bertahap. "Setelah tiga tahun pertama diharuskan ada review, setiap tahun setelah tiga tahun pertama. Tapi yang terjadi sampai sekarang review itu tidak terjadi," ujar Imron dalam diskusi daring, Kamis (13/8).

Imron menambahkan, menurut perhitungannya, sejak dimulai hingga akan berakhir pada 2021, kurang lebih dana Otsus Papua yang sudah disalurkan mencapai angka Rp 100 triliun. "Kita harus review jujur dan coba memperbaikinya. Sehingga tujuan dari UU Nomor 21 Tahun 2001 itu bisa tercapai," kata dia. Imron menilai, pembahasan mengenai Otsus Papua selama ini terlalu terfokus pada alokasi dana otsus. 

Dana tersebut diberikan oleh pemerintah pusat kepada provinsi di Tanah Papua untuk mengembangkan empat sektor strategis, yakni kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan ekonomi kerakyatan dari dana alokasi umum sebesar dua persen.

"Ada beberapa hal penting lagi yang terkandung di dalam UU Otsus. Selain dana otsus, ada tiga hal penting lagi yang jarang sekali disentuh. Kalau disentuh hanya untuk dimanipulasi oleh kepentingan orang atau kelompok tertentu," ujar Imron.

photo
Wakil Bupati Keerom Piter Gusbager disambut tarian adat saat peringatan Hari Internasional Masyarakat Pribumi di Arso Kota, Keerom, Papua, Senin (10/8). Masyarakat Adat di Kabupaten Keerom, sejak 17 tahun pemekaran dari Kabupaten Jayapura, baru pertama kali menggelar Hari Internasional Masyarakat Pribumi secara sederhana yang jatuh 9 Agustus setiap tahunnya. - (Indrayadi TH/Pewarta)

Pertama, mengenai pendirian partai politik lokal. Kedua, pendirian pengadilan ad hoc HAM untuk mengadili dugaan kasus-kasus pelanggaran HAM. Ketiga, soal pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Mantan bupati Jayapura, Habel Suwae mengatakan, setelah hampir 20 tahun Otsus Papua tak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Dia menilai, tujuan mengejar ketertinggalan dari UU Otsus Papua tersebut tidak tercapai dengan baik. Menurut dia, jika melihat berdasarkan indikator makro seperti indeks pembangunan manusia, Papua terus tertinggal dari provinsi lain di Indonesia.

"Semangat dari perintah UU itu ternyata tertinggal terus. Paling sedikit tiga sampai lima besar (terbawah) tetap tertinggal. Ada kontradiktif. (Otsus Papua) hadir untuk mengejar ketertinggalan, faktanya tetap di nomor-nomor terakhir dari bawah," katanya.

Ia berpendapat, semua pihak harus berkata jujur bahwa permasalahan bukan hanya ada pada uang saja. Ada masalah lain yang ada di Papua pada pemerintah daerahnya maupun di sisi pemerintah pusat.

"Karena itu, marilah sekarang kita jujur berbicara kita punya komitmen untuk kita mulai bagaimana melangkah terus. Saran saya, evaluasi memang diperlukan supaya (ada pandangan) kehendak UU ini dengan kenyataan seperti apa," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajarannya untuk segera mengevaluasi penyaluran dana otsus untuk Papua. Evaluasi menyangkut tata kelola dan efektivitas penyaluran dana otsus selama ini.

Menurut Jokowi, angka dana otsus yang besar menuntut pengelolaan yang transparan dan akuntabel. "Apakah sudah tepat sasaran, output seperti apa, kalau sudah jadi barang, barang apa," kata Jokowi, Maret lalu. 

photo
Yonas Kedeikoto (15) (kiri) dan Jekson Pigome (12) mengikuti proses belajar mengajar secara daring di Kota Jayapura, Papua, Senin (10/8/2020). Dua pelajar kelas IX dan VIII SMP Yayasan Pembinaan Pendidikan Kristen (YPPK) Kristus Raja Jayapura tersebut mengaku mulai hari ini wajib mengenakan seragam sekolah saat mengikuti pelajaran daring. - (ANTARA FOTO/Indrayadi TH)

Suara dari Papua

Sebelumnya, sejumlah pemuka agama Katolik yang juga Administratur Diosesan Timika, Papua, Pastor Marthin Kuayo Pr meminta pemerintah pusat dan masyarakat Papua duduk bersama untuk membicarakan kelanjutan kebijakan Otsus Papua setelah kebijakan otsus tahap pertama yang berlaku selama 20 tahun berakhir pada 2021.

"Gereja Katolik mengajak supaya antara pemerintah pusat di Jakarta dengan masyarakat Papua perlu duduk bersama untuk membicarakan hal ini. Jangan sampai salah satu pihak memaksakan kehendak," kata Pastor Marthin, di Timika, pekan lalu.

Pastor Marthin yang juga merangkap tugas sebagai Vikaris Jenderal Keuskupan Timika itu mengemukakan bahwa jika sampai kebijakan otsus di Papua kembali dilanjutkan hanya karena atas keputusan salah satu pihak, maka bisa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Papua.

"Kami merasa dialog yang bermartabat antara pemerintah pusat di Jakarta dan masyarakat Papua merupakan solusi terbaik untuk membicarakan berbagai persoalan yang terjadi di Papua selama ini," ujarnya.

Secara terpisah, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw menilai ada banyak kemajuan yang dirasakan oleh masyarakat asli Papua semenjak wilayah ujung timur Indonesia ini kembali ke pangkuan NKRI pada periode 1960-an, apalagi setelah diberlakukannya kebijakan otsus semenjak 2001.

"Setelah kembali ke pangkuan NKRI, kita di Papua baru ada 12 kabupaten. Tapi semenjak otsus, sekarang sudah ada 40-an kabupaten/kota yaitu 29 di Provinsi Papua dan 12 di Provinsi Papua Barat. Dari sisi itu saja sudah ada lompatan-lompatan yang luar biasa," kata Irjen Waterpauw.

photo
Massa aksi yang tergabung dalam Solidaritas Pembebasan Tapol melakukan aksi damai di depan Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (15/6). Dalam aksinya massa menuntut pembebasan terhadap tujuh tahanan politik papua yang didakwa makar karena terlibat dalam aksi protes anti rasialisme pada akhir tahun lalu. - (Republika/Thoudy Badai)

Sedangkan dari sisi peningkatan SDM orang asli Papua, katanya, sekarang anak-anak muda Papua menyebar hampir di seluruh negara-negara di dunia memanfaatkan fasilitas beasiswa yang diberikan oleh pemerintah, belum terhitung pelajar dan mahasiswa Papua yang bersekolah di berbagai lembaga pendidikan dalam negeri.

Pada sisi pembangunan, katanya, hampir seluruh kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat kini mengandalkan dana dari sumber dana otsus untuk bisa membangun daerahnya lantaran potensi pendapatan asli daerah (PAD) belum bisa digarap secara maksimal.

"Bagi saya, mungkin pengelolaan dana otsus itu yang masih belum tepat. Tentu harus ada koreksi dan evaluasi bersama terhadap seluruh penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Pemda, DPRD maupun MRP (Majelis Rakyat Papua) harus berani duduk bicara uang besar ini dipakai untuk apa saja, harus transparan," kata Irjen Waterpauw yang juga merupakan putra asli Papua asal Pulau Lakahia, Kabupaten Kaimana itu.

Berdasarkan fakta-fakta itu, Kapolda Papua menegaskan tidak ada alasan untuk tidak meneruskan kebijakan otsus di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat.

"Saya sudah berkeliling di seluruh Indonesia, tidak ada daerah lain yang mendapatkan kekhususan seperti kita di Papua. Sayang kalau kebijakan yang baik ini ditolak. Kalau masih ada kekecewaan dari para tokoh, saya mengajak mari kita komunikasikan itu secara baik," ujar mantan Kapolda Sumatra Utara itu pula.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat