Anggota Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung melakukan simulasi penanganan pasien Covid-19 di mobil Ambulans Khusus Covid-19 di Markas PMI Kota Bandung, Jalan Aceh, Kota Bandung, Rabu (22/7). | Abdan Syakura/Republika

Kabar Utama

Masih Krisis Covid-19

Presiden meminta nuansa krisis pandemi Covid-19 tak dihilangkan.

JAKARTA –  Merujuk penambahan kasus positif Covid-19 yang dilansir pemerintah kemarin, total kasus di Indonesia mencapai 100.303 orang. Dengan jumlah itu, Indonesia bertengger di urutan 24 sebagai negara dengan kasus Covid terbanyak di dunia.

Kasus positiv Covid-19 yang terkonfirmasi di Indonesia bertambah 1.525 orang pada Senin (27/7). Jumlah itu menempatkan Indonesia pada jajaran 24 negara dengan kasus terkonfirmasi menembus angka 100 ribu. 

Total ada 1.518 penambahan kasus sembuh sehingga angka kumulatif pasien sembuh sebanyak 58.173 orang. Selain itu, ada penambahan 57 pasien yang meninggal dunia dengan status positif Covid-19 dalam satu hari terakhir sehingga totalnya menjadi 4.838 pasien meninggal dunia di Indonesia.

Bagaimana Indonesia mencapai angka tersebut? Fluktuasi penularan Covid-19 di Indonesia secara garis besar bisa dibagi menjadi beberapa fase. Pada fase permulaan, sejak pasien pertama diumumkan pada 2 Maret hingga akhir bulan itu, belum ada langkah drastis diambil pemerintah. 

Regulasi pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diminta berbagai pihak baru dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Maret. Pada bulan ini, rerata penularan per hari mencapai 52,7 kasus. 

Pada awal April, PSBB berlaku di sebagian besar Pulau Jawa, Sumatra Barat, Riau, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan Papua dan Papua Barat memberlakukan PSBB mandiri. Rerata tercatat 286,3 kasus per hari pada bulan itu.

Meski peningkatan masih tercatat, pada Mei Pemerintah Pusat mulai menggaungkan pelonggaran. Pelarangan penerbangan dan transportasi di daerah zona merah dicabut, muncul wacana dibolehkannya warga usia muda bekerja di wilayah PSBB, hingga rencana relaksasi pembatasan di tempat ibadah. Rerata 527,6 kasus per hari diumumkan bulan ini.

Dorongan pelonggaran kian mengemuka meski belum ada tanda-tanda kasus melandai pada Juni. Jawa Timur dan Jawa Barat mencabut PSBB pada bulan ini, sementara DKI dan Bodetabek memasuki masa transisi. Istilah new normal alias kenormalan baru jadi pembicaraan. Kantor-kantor dan pusat perbelanjaan mulai dibuka di wilayah zona merah. Tak heran, rerata kasus per hari melonjak jadi 997 kasus per hari bulan ini.

Pada Juli, tekanan ekonomi memaksa warga beraktifitas seperti sedia kala sebelum pandemi. Pemeriksaan Covid-19 baik secara cepat (Rapid Test) maupun tes usap kian digencarkan. Rekor penularan per hari (2.657 kasus) dan kematian per hari (139) dicapai bulan ini.

Sehubungan angka terkini, epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Syahrizal Syarif, menilai Indonesia belum mencapai puncak penularan. Selain angka suspect yang masih tinggi (54.910 orang), angka positivity rate Indonesia masih tinggi (12,4 persen). Positivity rate ini menggambarkan rasio kasus positif berbanding total orang yang sudah dites. “dari 50.000-an (suspect), kalau diperiksa hari ini semua maka kita dapat kasus tambahan baru minimal 5.000 orang. Itu dengan positivity rate 10 persen," ujar Syahrizal, Senin (27/7).

 
Kalau setiap orang mampu mengontrol diri dan satu sama lainnya saling mengingatkan, maka proses penularan ini bisa kita kurangi bahkan kita bisa cegah. Apalabila satu sama lain betul-betul saling jaga jarak dan tidak mendekati ke tempat kerumunan.
DONI MONARDO, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 
 

Syahrizal tak yakin kapan Indonesia bisa melalui puncak penularan Covid-19. Kuncinya, ujar Syahrizal, adalah kemampuan pemeriksaan spesimen Covid-19. Semakin banyak spesimen yang diperiksa maka semakin baik positivity rate dan pemetaan penularan bisa dilakukan. 

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Doni Monardo menekankan, kunci menekan angka penularan Covid-19 ada pada masyarakat.  "Kalau setiap orang mampu mengontrol diri dan satu sama lainnya saling mengingatkan, maka proses penularan ini bisa kita kurangi bahkan kita bisa cegah. Apalabila satu sama lain betul-betul saling jaga jarak dan tidak mendekati ke tempat kerumunan," ujarnya, kemarin.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan, sejauh ini delapan provinsi di Indonesia menyumbang kasus positif covid hingga 74 persen. Ke delapan provinsi tersebut yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua.

Karena itu, ia meminta agar penanganan covid-19 diprioritaskan dilakukan di delapan daerah tersebut. Jokowi meminta Komite Penanganan Covid dapat menurunkan angka kematian, meningkatkan angka kesembuhan, serta mengendalikan laju pertumbuhan angka kasus covid. 

Upaya pelacakan, pemeriksaan, dan perawatan terhadap pasien covid pun harus dilakukan secara masif dan agresif. “Dan di lapangan jika masih ditemui peralatan tes mesin PCR, kemudian kapasitas lab, APD dan juga peralatan rumah sakit yang kekurangan segera selesaikan, segera bereskan,” kata Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/7).

Ia meminta agar penanganan covid-19 di Indonesia tak semakin menurun. “Tidak boleh mundur sedikitpun. Aura krisis kesehatan ini harus digaungkan sampai nanti vaksin tersedia dan bisa digunakan secara efektif,” ujar dia. 

Langkah daerah

Penularan Covid-19 yang masih terus meningkat membuat sejumlah daerah mengeluarkan regulasi sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Di Jawa Timur, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan atas Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat (Trantibum) disahkan pada Senin (27/7). 

Salah satu materi yang ada dalam Raperda ini adalah pengembangan jenis sanksi administratif dan atau penerapan sanksi pidana dalam pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat dan pemberlakuan protokol-protokol tertentu sesuai dengan jenis bencana yang terjadi.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berharap, dengan adanya Raperda ini, maka kepatuhan, kesadaran, dan kedisiplinan masyarakat dalam menerapakan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 semakin meningkat. Apalagi dalam Raperda ini juga diatur tentang pembatasan kegiatan masyarakat terutama dalam masa pandemi.

“Adanya Raperda ini kami harap bisa menjadi payung hukum dalam penegakan, tidak hanya tentang Trantibum dan perlindungan masyarakat, tapi juga penegakan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Selanjutnya akan dibuat Pergub, dan Perda ini akan menjadi payung hukum untuk Perbup dan Perwali,” kata Khofifah.

 
Tentunya sebelum ada sanksi tegas akan ada sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat. Namun bila kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih rendah, maka pemberian sanksi bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk menegakkan aturan ini.
KHOFIFAH INDAR PARAWANSA, Gubernur Jawa Timur
 

Khofifah mengatakan, dengan diaturnya jenis sanksi dalam pengaturan kegiatan masyarakat tersebut bukan untuk menakut-nakuti. Namun sebagai upaya meningkatkan disiplin masyarakat agar dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Jatim.

“Tentunya sebelum ada sanksi tegas akan ada sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat. Namun bila kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih rendah, maka pemberian sanksi bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk menegakkan aturan ini,” ujar Khofifah.

Khofifah mengatakan, dalam menegakkan aturan pendisiplinan ini tentunya dibutuhkan peran semua pihak. Tidak hanya pemerintah daerah, tapi juga TNI, Polri, Satpol PP, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan yang menjadi garda terdepan adalah masyarakat itu sendiri.

Selain pengembangan jenis sanksi dalam pembatasan kegiatan, diatur juga dukungan TNI dan Polri dalam memperkuat peran dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP). "Utamanya, dalam mendukung pemberlakuan protokol tertentu sesuai dengan jenis bencana yang terjadi," katanya. 

Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, juga menyatakan sudah menandatangani peraturan gubernur (pergub) mengenai sanksi dan denda bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker. "Saya sudah tandatangai Pergub sanksi dan denda tidak pakai masker, sebagai upaya bisa melaksanakan kembali ekonomi tapi menjaga kewaspadaan," ujar Ridwan di Bandung, Senin (27/7).

photo
Sejumlah calon penumpang kereta rel listrik (KRL) antre memasuki Stasiun Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (20/7/2020). PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memberlakukan aturan penggunaan pakaian lengan panjang bagi pengguna KRL mulai hari ini, untuk mengurangi risiko penularan COVID-19 di KRL - (Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO)

Menurut Emil, warga yang abai memakai masker di tempat umum akan dikenai sanksi denda sebesar Rp 100 ribu - Rp 150 ribu, atau sanksi bekerja sosial. Menurutnya, ia tengah mempersiapkan pergub untuk menaungi aturan pendisiplinan masyarakat tersebut. "Tidak ada yang namanya hukuman itu yang disukai, dulu waktu helm juga sama. Tidak nyamaan, lama-lama helm jadi suatu budaya," katanya.

Emil mengatakan, denda sebesar Rp100-150 ribu hanya salah satu opsi sanksi bagi masyarakat yang tak memakai masker. "Sanksi sosial tercantum. Jadi, pilihannya adalah bayar denda atau sanksi sosial, bukan hanya denda tapi dua-duanya kami persiapkan," katanya. 

Menurut Emil, Covid-19 ini bukan lagi urusan darurat kesehatan tapi darurat ekonomi. Sebab itu ia tak berniat memberlakukan kembali karantina wilayah. "Lockdown bisa menghancurkan ekonomi, tapi kalau pakai masker tidak, kalau ekonomi mau jalan kembali ya harus disiplin pakai masker," katanya.

 Sedangkan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Jakarta, Arifin mengungkapkan pihaknya telah memberi sanksi sosial kepada 1.125 orang yang melanggar protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker di tempat umum. Sanksi denda dengan total terkumpul mencapai Rp 1,1 miliar.

"Pada 26 Juli 2020, Satpol PP DKI Jakarta memberikan 10 sanksi teguran tertulis di tempat/fasilitas umum, serta bagi pelanggaran tidak memakai masker oleh perseorangan diberlakukan sanksi kerja sosial kepada 1.125 orang dan sanksi denda berupa uang tunai kepada 107 orang," imbuhnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat