Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan bahwa POP perlu dirapikan. | ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA

Kabar Utama

Muhadjir: POP Perlu Dirapikan

KPK akan mendalami dan mengawal POP Kemendikbud.

JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy ikut buka suara soal program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Ia menekankan, masih ada yang perlu dibenahi dari program tersebut.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu memandang, seluruh lembaga yang masuk dalam program ini bisa saling bertukar informasi mengenai pembinaan dan pengembangan kompetensi guru dan tenaga pendidik. "Maksud program itu bagus. Mungkin perlu lebih dirapikan dan Mendikbud sudah berjanji akan melakukan evaluasi terlebih dulu," ujar Muhadjir kepada Republika, Ahad (26/7).

Terkait hal-hal apa saja yang perlu dirapikan dalam POP ini, Muhadjir menolak menjelaskan lebih jauh. Pada prinsipnya, Kemenko PMK memberi ruang bagi Kemendikbud untuk melakukan evaluasi terlebih dulu terhadap program tersebut.

Sementara, langkah Nadiem Makarim menjanjikan evaluasi terhadap POP masih ditanggapi dingin LP Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kedua ormas besar yang mundur dari POP tersebut enggan memberikan jaminan akan kembali bergabung setelah evaluasi.

Hal yang dipertanyakan pihak LP Ma’arif NU dan Muhammadiyah senada. Yakni soal jaminan Nadiem bahwa seluruh organisasi yang telah dinyatakan lolos tak perlu khawatir soal keberlangsungan program tersebut. Hal ini berseberangan dengan keberatan prinsipiel LP Ma’arif NU dan Muhammadiyah yang mempertanyakan kredibilitas sejumlah organisasi yang diloloskan dalam pengumuman awal Juli lalu. 

"Kemarin kan ada janji menteri yang mengatakan bahwa organisasi yang sudah terpilih, jangan khawatir ini akan berlanjut. Ini maksudnya apa? Apakah organisasi yang sudah diputuskan akan tetap diberi tugas atau bagaimana?" kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno, yang dihubungi Republika, Ahad (26/7).

Ia menilai, banyak organisasi yang lolos seleksi tidak berhak mendapatkan bantuan dari program ini. Program yang dinilainya tidak relevan juga turut mendapatkan bantuan dari pemerintah. "Kalau saya mestinya itu keputusannya direvisi dulu, dipilih yang memang betul-betul berhak kemudian baru ada revisi tentang sistem," kata dia lagi.

Kasiyarno mengusulkan, Kemendikbud harus melakukan seleksi organisasi penggerak dengan lebih ketat. Ia mengatakan, organisasi yang boleh mengajukan kategori gajah, macan, dan kijang harus memiliki kriteria khusus. Usia sebuah organisasi dan rekam jejak juga menjadi penting.

Selain itu, penting juga agar organisasi bersangkutan pernah diaudit oleh kantor akuntan publik. "Kalau dia belum pernah ya repot. Maka dibuktikan dengan dia punya audit keuangan dia," ujar Kasiyarno.

Selanjutnya, sumber daya manusia organisasi harus cukup baik untuk menjalankan program dengan dana bersumber dari pemerintah. "Kemudian berapa frekuensi mengerjakan program yang sifatnya nasional. Kerja sama dilakukan mana saja, sudah pernah dengan pemerintah atau belum. Mungkin syaratnya apakah organisasi itu punya satuan pendidikan. Itu perlu juga," kata dia lagi. 

Keberatan serupa disampaikan LP Ma’arif NU. "Untuk apa evaluasi tiga hal itu kalau yang sudah lolos dinyatakan tidak perlu khawatir?" kata Ketua LP Ma’arif NU KH Arifin Junaidi dalam diskusi daring, akhir pekan ini. Ia menegaskan, jika POP tidak dievaluasi secara tepat, LP Ma’arif NU tetap pada pendiriannya untuk mundur.

Arifin menjelaskan, pihak otoritas Kemendikbud sudah berkali-kali menghubunginya untuk meminta masukan, termasuk Mendikbud Nadiem Makarim. Arifin sudah mengatakan kepada Kemendikbud bahwa organisasi yang lolos seleksi harus benar-benar profesional. "Jangan ada Muhammadiyah, ada NU hanya biar kelihatannya bagus. Jadi, kami ingin programnya betul-betul bagus. Bukan hanya kelihatannya bagus," kata dia.

Mendikbud sebelumnya mengatakan, akan mengevaluasi tiga hal, yakni soal integritas dan transparansi sistem seleksi, integritas dan kredibilitas organisasi yang dinyatakan lolos, dan efektivitas program yang dilaksanakan selama pandemi. Hal tersebut menyusul mundurnya LP Ma’arif NU, Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Indonesia (PGRI) dari program tersebut.

Dalam POP, organisasi penggerak memang dikelompokkan sesuai sasaran dalam proposal, terlepas dari rekam jejak organisasi terkait. Kategori 'gajah' yang menyasar lebih dari 100 satuan pendidikan berhak mendapatkan dana Rp 20 miliar per tahun. Sementara kategori 'macan' yang menyasar 21 sampai 100 satuan pendidikan mendapatkan Rp 5 miliar per tahun. Kemudian kategori kijang, yang menyasar kurang dari 21 satuan pendidikan mendapat jatah Rp 1 miliar per tahun.

Pengategorian tersebut memungkinkan lembaga-lembaga filantropis milik keluarga konglomerat, seperti Yayasan Bhakti Tanoto dan Yayasan Putera Sampoerna masuk dalam kategori 'gajah'. Meski belakangan, Yayasan Tanoto menyatakan, mereka akan melakukan program dengan dana pribadi, sementara Yayasan Putera Sampoerna menjanjikan gabungan dana pribadi dan pemerintah.  

Sementara dari yang mengundurkan diri, LP Ma’arif dan PGRI masuk kategori 'gajah' dan Muhammadiyah masuk kategori 'macan'.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai sebaiknya program Organisasi Penggerak (POP) ditunda tahun depan. Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, evaluasi yang dilakukan harus benar-benar menyeluruh dari segi kebijakan.

photo
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) menyapa para guru saat menghadiri puncak peringatan HUT ke-74 PGRI di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). - (ANTARA FOTO)

Ia khawatir jika POP tetap dilaksanakan tahun ini, evaluasi yang dilakukan tidak maksimal. "Menurut saya sebaiknya ditunda. Apa pun ditunda karena nggak akan efektif. Kalau mau dievaluasi sebulan, sebulan waktu sudah habis. Kami berharap ditunda tahun depan sambil evaluasi," kata Unifah saat dihubungi Republika, Ahad (26/7).

Evaluasi yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus berupa evaluasi kebijakan secara holistik. Unifah mengatakan, pihaknya telah memberi masukan kepada Kemendikbud bahwa evaluasi yang dilakukan harus komprehensif.

"Mulai dari tujuan itu seleksi, program pemonitoran, perancangan programnya, seleksinya, materi yang akan di-training-kan itu apa. Jadi, ada akuntabilitas publik yang kuat, begitu," kata dia melanjutkan. 

KPK kawal POP

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan akan mengawal program Organisasi Penggerak (POP) yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). KPK juga mengapresiasi organisasi-organisasi yang mundur dari program itu dengan dalih kehati-hatian. 

“KPK akan mendalami program dimaksud, bisa dalam bentuk kajian sebagaimana yang dilakukan terhadap program lain, seperti BPJS, Kartu Prakerja, dan lain-lain,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada Republika, kemarin. Ia menjelaskan, salah satu tugas dan fungsi KPK yang diamanatkan dalam Pasal 6 Huruf C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK memang melakukan pengawasan alias pemonitoran. 

Nawawi juga mengapresiasi langkah NU dan Muhammadiyah yang mengundurkan diri dari program Organisasi Penggerak dengan alasan ada ketakjelasan dalam program tersebut. Sikap itu dapat dipandang sebagai cerminan sikap hati-hati dan wujud nilai 'pencegahan' yang tentu lahir dari nilai-nilai mendasar yang tumbuh dalam organisasi-organisasi tersebut,” kata Nawawi.

Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriawan Salim sebelumnya mengatakan, KPK harus turun tangan menyikapi persoalan program Organisasi Penggerak (POP). Itu karena ia melihat adanya ketidakproporsionalan terkait uang dalam program tersebut.

 
Saya tidak mau kawan-kawan saya guru-guru yang notabene kawan-kawan aktivis guru masuk penjara gara-gara ini. Kita akan bersedih kalau kawan-kawan guru kena KPK.
 
 

"Saya tidak mau kawan-kawan saya guru-guru yang notabene kawan-kawan aktivis guru masuk penjara gara-gara ini. Kita akan bersedih kalau kawan-kawan guru kena KPK," ujar Satriawan dalam diskusi daring, Sabtu (25/7).

Dia mengatakan, program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu tidak proporsional. Itu ia sebut sesudah melihat surat keputusan penetapan lembaga penerima POP. Menurut dia, ada lembaga yang hanya memiliki sasaran di satu provinsi mendapatkan kelas yang sama dengan lembaga yang memiliki sasaran di belasan atau puluhan provinsi.

"Saya cek barusan dapat ‘gajah’ ini nomor 112. Mereka hanya melakukan di Kota Ternate, sasarannya guru-guru di Kota Ternate. Muhammadiyah dapat ‘gajah’, sama dengan nomor 112 tadi. Namun, Muhammadiyah sasaran utamanya di 25 provinsi, puluhan kota kabupaten," ujar dia.

Menurut dia, dana yang digelontorkan untuk program tersebut hampir setengah triliun. Tidak banyak guru atau aktivis pendidikan yang pernah mengelola dana sebesar itu. Ia khawatir, guru-guru akan meninggalkan kewajibannya sebagai pengajar karena sibuk proyek atau akan terjerat oleh KPK.

Satriawan juga mengatakan, secara substansi pihaknya mendukung dilakukannya pelatihan terhadap guru. Bahkan, pihaknya sudah sejak lama menyatakan pendidikan guru itu yang terpenting karena uji kompetensi guru memang masih rendah.

"Pada 2015 kita masih rendah rata-ratanya (kriteria kualitas minimal/KKM) 56,69. KKM-nya waktu itu ditargetnya kalau nggak salah 70. Guru memang ada masalah dalam hal kompetensi. Namun, modelnya atau metodenya yang kami kritisi dalam hal ini ada ketidakadilan," katanya.

Dalam program Organisasi Penggerak, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat yang mempunyai kapasitas meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan. Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan ratusan organisasi terpilih. 

Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menegaskan bahwa anggaran untuk POP belum ditetapkan. "Itu pagunya untuk 2021 tapi seleksinya dilakukan sekarang dan pembahasan baru soal pendahuluan. Jadi, kita belum menetapkan pagu definitifnya nanti sesudah nota keuangan," ujar politikus PKS tersebut, saat dihubungi Republika akhir pekan lalu. Menurut Ledia, selain akan membahas pagu definitifnya, termasuk di dalamnya anggaran POP Kemendikbud, konsepnya juga bakal dibicarakan lagi. 

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan juga menilai adanya sejumlah permasalahan dari POP Kemendikbud yang berbuntut mundurnya sejumlah organisasi. Untuk itu, ia meminta adanya kajian ulang terkait program tersebut. "Ini momentum untuk memperbaiki. Kami Komisi X persilakan Kemendikbud mencari penyelesaiannya sebelum nanti sidang dengan Komisi X," ujar Dede saat dihubungi, Ahad (26/7).

Permasalahan tersebut, kata Dede, harus segera ditemukan dan diselesaikan oleh Kemendikbud. "Apakah memang ada kesalahan pada faktor kriteria atau karena terburu-buru atau mungkin faktor ada sisi ketidakadilan atas terpilihnya lembaga-lembaga atau perusahaan, kami belum tahu," ujar politikus Partai Demokrat itu.

Ia memahami, program Organisasi Penggerak mempunyai tujuan yang baik untuk mencetak para guru yang berkualitas. Namun, programnya harus disertai dengan prosedur yang jelas. "Bukan tiba-tiba langsung membuka lembaga organisasi mana yang mau melatih guru dan kriterianya ada gajah, macan, kijang," ujar Dede. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat