Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansur, saat menggelar jumpa pers terkait putusan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan dua terpidana cessie Bank Bali yakni Joko Tjandra dan mantan Gubernur Bank Indonesia Sahril Sabirin | Republika/Edwin Dwi Putranto

Nasional

Usut Oknum Lain Kasus Lolosnya Djoko Tjandra

Kompolnas minta Polri kenakan pidana kepada oknum polisi pembantu Djoko Tjandra.

Jakarta -- Komisi III DPR meminta Polri mengusut tuntas kasus lolosnya buron kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, akibat difasilitasi oleh oknum petinggi kepolisian. Pada Rabu, Kepala Polri Jenderal Idham Azis telah mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo karena terbukti memberikan surat jalan kepada Djoko. 

Ketua Komisi III DPR Herman Herry meminta penyelidikan kasus itu tidak berhenti pada pencopotan Prasetyo. "Saya harapkan investigasi ini tidak berhenti sampai di situ saja," kata Herman dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (16/7). Polri, kata dia, harus memastikan mengusut seluruh oknum yang terlibat dalam pelarian Djoko sampai ke mastermind alias dalang utamanya. 

Politikus asal Ende, NTT, itu menyebut Komisi III menaruh perhatian khusus pada kasus yang menyita perhatian luas masyarakat tersebut. "Sejak awal pula kami fokus pada kasus Djoko Tjandra ini," ujarnya.

Pekan depan, Komisi III berencana menggelar rapat gabungan bersama institusi penegak hukum terkait kasus pelarian Djoko. Menurut Herman, kasus ini harus dituntaskan karena berkaitan dengan wibawah negara. "Kami berharap bisa menggelar rapat gabungan itu pekan depan," kata dia. Komisi III juga akan membicarakan terkait pembentukan panitia khusus (pansus) dalam rapat internalnya.  

photo
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman menunjukkan salinan paspor buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra. - (Istimewa)

Bebasnya Djoko Tjandra beraktivitas di Indonesia pada bulan lalu membuat geger mengingat dia merupakan buronan kakap penegak hukum selama 11 tahun terakhir. Di Indonesia, Djoko tidak hanya mengajukan peninjauan kembali kasusnya, tapi juga membuat KTP dan paspor. Belakangan terungkap, red notice Djoko Tjandra telah dicabut dan ada surat jalan berkop Bareskrim Polri. 

Pada Rabu (15/7), Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, surat jalan itu terbukti dikeluarkan Brigjen Prasetyo Utomo atas inisiatif sendiri. Prasetyo pun dicopot dari jabatannya dan ditahan selama 14 hari untuk pemeriksaan. 

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti menilai, Brigjen Prasetyo tidak cukup hanya dicopot jabatannya, tetapi harus dikenakan hukuman pidana. Kompolnas ingin ada penegakan hukum yang berjalan sesuai aturan yang berlaku.

"Selain dicopot, kami ingin yang bersangkutan diperiksa secara pidana dengan dugaan melindungi buronan koruptor. Ini adalah bentuk obstruction of justice, menghalang-halangi penegakan hukum, yang ironisnya yang bersangkutan adalah penegak hukum," kata Poengky kepada Republika, kemarin. 

Ia menilai, kasus tersebut sangat memalukan dan merusak citra Polri. Karena itu, harus ada sanksi tegas bagi anggota yang terlibat. "Saya heran, bagaimana mungkin ada surat jalan pada orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan Polri? apalagi digunakan untuk melindungi buron koruptor besar," kata dia.

Saat ini, kata dia, Propam terus berupaya mengungkap kemungkinan ada keterlibatan oknum lain dalam kasus itu. "Kompolnas akan terus memantau proses pertanggung jawaban tersebut. Sebab, hal ini menjadi catatan khusus terkait integritas perwira tinggi Polri," kata dia.

Red notice

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengungkapkan, red notice Djoko Tjandra dicabut oleh Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Wibowo. Neta meyakini ada kerja sama antara Bareskrim dan Interpol untuk melindungi Djoko Tjandra. 

photo
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyerahkan surat jalan buron korupsi Djoko Tjandra ke Komisi III DPR RI, Selasa (14/7). - ( Arif Satrio Nugroho/Republika)

"Ada dugaan suap menyuap di balik persekongkolan jahat melindungi buronan kakap Djoko Tjandra dan ini harus diusut tuntas. Lalu, Brigjen Nugroho Wibowo yang telah menghapus red notice Djoko Tjandra juga harus dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia," katanya lewat keterangan tertulis, Kamis (16/7).

Ia menjelaskan, melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi. Salah satu dasar pencabutan red notice adalah surat Anna Boentaran kepada NCB Interpol Indonesia yang meminta pencabutan tersebut. Anna merupakan istri Djoko Tjandra.  

Soal itu, Irjen Argo Yuwono mengonfirmasi Brigjen Nugroho Wibowo masih diperiksa Divisi Propam. Hasil sementara pemeriksaan itu, kata dia, diduga Nugroho melanggar kode etik. "Sampai saat (Kamis) ini Div Propam masih memeriksa pak NW. Belum selesai juga," katanya di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (16/7).

Ia melanjutkan, Propam juga sedang memeriksa saksi-saksi lain yang berkaitan dengan kasus tersebut. "Ya dilihat nanti ya hasilnya, penyidik kan tahu bagaimana detailnya untuk selidiki kasus tersebut," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat