Suasana kantor Kelurahan Grogol Selatan di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (7/7). | Republika/Putra M. Akbar

Kisah Dalam Negeri

Mendadak Offline Setelah ‘Keramaian’

Kemendagri enggan disalahkan soal Djoko Tjandra

OLEH RIZKYAN ADIYUDHA, MIMI KARTIKA 

"Mohon maaf pelayanan Dukcapil sedang offline". Pemberitahuan tersebut terpampang di atas kertas di loket pengurusan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di kantor Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Selasa (7/7).

Kantor kelurahan tersebut sudah tidak melayani pembuatan KTP-el per tanggal 7 Juli 2020. “Sedang offline karena mau tutup buku tahunan,” kata salah seorang petugas yang enggan menyebutkan namanya saat ditemui di kantor Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan, Selasa (7/7).

Tidak sedikit warga yang terpaksa memutarbalikkan arah kendaraan mereka dari yang sebelumnya ingin memasuki kantor kelurahan. Baru sampai di gerbang sudah ada petugas yang berteriak bahwa pelayanan KTP-el sedang offline.

Berdasarkan pantuan Republika, kantor Kelurahan Grogol Selatan tetap aktif seperti biasa. Petugas tetap melakukan pelayanan seperti biasa kecuali proses pembuatan KTP-el. Terakhir pelayanan pembuatan kartu identitas bagi masyarakat dapat dilakukan pada Senin (6/7).

Terlihat paling tidak dua petugas di meja depan untuk melayani kebutuhan warga terkait pencatatan sipil. Kebanyakan warga yang datang juga untuk mengambil kartu identitas mereka yang telah dibuat sebelumnya.

Petugas yang mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam itu juga merupakan salah satu yang ikut melayani kebutuhan warga. Dia menjelaskan, proses pelayanan pembuatan KTP-el biasanya memerlukan waktu satu hari.

“Ada, Mas, proses bikin satu hari jadi itu KTP. Jadi, bikin pagi, sore sudah bisa diambil,” kata dia menjelaskan.

Dia mengungkapkan, proses pembuatan KTP satu hari jadi tidak berbeda dengan proses pembuatan kartu identitas biasanya. Biaya yang dikeluarkan juga sama karena itu merupakan layanan normal yang diberikan kelurahan.

Namun, dia enggan menjawab saat disinggung proses pembuatan KTP-el yang hanya kurang lebih satu jam seperti yang dilakukan buron kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. Dia hanya menolehkan pandangan sambil berbicara tidak mengetahui proses pembuatan singkat tersebut.

photo
Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi (tengah) memimpin sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/7/2020) - (RENO ESNIR/ANTARA FOTO)

Salah seorang warga yang telah mengambil KTP, Tari, mengatakan, ia membuat kartu identitas pada Senin (6/7) lalu. Dia mengaku telah memasukkan data-data terkait identitas diri pada pagi hari. Dia mengatakan, proses pembuatan KTP sudah rampung sore hari, tapi dia baru mengambilnya keesokan harinya atau pada Selasa (7/7).

Kedatangan Djoko Tjandra yang tak terpantau aparat penegak hukum jadi pertanyaan di masyarakat. Terlebih, ia dilaporkan dengan leluasa membuat KTP yang digunakannya mendaftarkan peninjauan kembali kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

KTP tersebut diketahui dibuat pada 8 Juni lalu di kantor kelurahan Grogol Selatan. Lurah setempat, Asep Subhan mengaku sempat mengantar Djoko ke Suku Dinas Kependudukan Catatan Sipil untuk mengurus KTP elektronik.

Dalam kesempatan itu, Asep mengaku melihat Djoko Tjandra dalam keadaan sehat. Dia mengatakan, Djoko dapat berjalan sendiri dari pintu masuk kelurahan ke PTSP. Dia mengatakan bahwa Djoko saat itu juga tidak pakai tongkat dan tidak dipapah.

"Jadi dia jalan dari pintu masuk kelurahan ke PTSP jalan sendiri, tidak pakai tongkat, tidak dipapah, sehat-sehat saja," kata Asep Subhan saat ditemui Republika di Jakarta, Selasa (7/7).

Dia mengatakan, saat itu Djoko Tjandra datang dengan rombongan empat orang, termasuk dirinya dan pengacaranya Anita. Namun, dia mengaku tidak mengetahui identitas dua orang lainnya.

photo
Djoko Tjandra - (Antara)

Dia mengungkapkan, Djoko juga tidak terlihat panik atau memiliki rasa takut saat datang ke kantor kelurhaan. Saat itu, dia mengaku melihat, terpidana dua tahun penjara itu layaknya warga biasa.

Dalam kesempatan itu, Asep mengaku tidak sempat berkomunikasi langsung dengan Djoko Tjandra yang datang mengenakan jas. Dia hanya berbicara dengan kuasa hukumnya yang datang menanyakan status kependudukan Djoko di Indonesia.

"Saya sama sekali nggak berbicara dengan beliau, saya hanya mengantarkan sampai ke pintu kelurahan, saya juga nggak perhatiin mobilnya apa," katanya.

Asep mengklaim dirinya tidak mengetahui status hukum buronan yang saat ini diketahui tengah berada di Malaysia tersebut. Dia mengatakan, karena berdasarkan sistem Djoko masih tercatat sebagai warga Grogol Selatan, Kebayoran Lama.

 "Kalau saya tahu itu buronan, saya minta advice dulu ke pimpinan. Kita kan bicaranya by sistem, dia tinggal di RW 08, Simprug Golf I," katanya.

 
Jadi dia jalan dari pintu masuk kelurahan ke PTSP jalan sendiri, tidak pakai tongkat, tidak dipapah, sehat-sehat saja.
ASEP SUBHAN, Lurah Grogol Selatan
 

Asep Subhan, mengaku tidak memiliki rekaman kamera pengawas atau CCTV saat kedatangan Djoko Tjandra. Kamera pengawas disebut telah rusak sejak tiga bulan lalu. “Memang sudah rusak jadi sebelum 8 Juni itu sampai sekarang belum diperbaiki,” kata Asep.

Dia mengatakan, kantor kelurahan Grogol Selatan memiliki empat kamera pengawas. Tidak semua kamera pengawas mengalami kerusakan namun karena menimbulkan suara maka dinonaktifkan seluruhnya. “Itu mengganggu aktivitas saya makanya saya cabut itu. Kurang lebih tiga bulan (kerusakan),” katanya.

Enggan disalahkan

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh enggan disalahkan terkait penerbitan KTP elektronik untuk Djoko Tjandra. Dia menyebut tak pernah ada pemberitahuan bahwa Djoko masuk daftar pencarian orang (DPO).

“Sampai saat ini Dukcapil tidak memiliki data tentang data cekal dan buronan. Dan belum pernah mendapatkan pemberitahuan tentang subjek hukum yang menjadi buronan atau DPO dari pihak yang berwenang,” ujar Zudan dalam siaran persnya, Selasa (7/7).

Zudan mengatakan, sampai saat ini Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil DKI Jakarta juga belum pernah menerima informasi tentang pelepasan kewarganegaraan Djoko. Dalam database kependudukan, pemilik nama lengkap Joko Soegiarto Tjandra tercatat sebagai warga negara Indonesia (WNI).

Djoko Tjandra menjadi buronan setelah Mahkamah Agung (MA) pada 2009, memvonisnya bersalah dalam kasus cessie Bank Bali yang merugikan negara Rp 904 miliar. MA menghukumnya 2 tahun penjara. Namun, sehari sebelum putusan, Djoko kabur ke Papua Nugini. Djoko disebut berpindah kewarganegaraan di sana.

photo
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh - (Yogi Ardhi/Republika)

Djoko mengajukan upaya hukum atas kasus yang menjeratnya, yakni melakukan peninjauan kembali (PK) ke PN Jakarta Selatan. Persidangan PK, seharusnya dimulai pada 29 Juni lalu, dan hari ini (6/7). Akan tetapi, dua kali persidangan, Djoko Tjandra tidak hadir.

Ditjen Dukcapil, kata Zudan, pernah menonaktifkan kependudukan Djoko, karena sembilan tahun tidak melakukan transaksi administrasi kependudukan dan belum melakukan perekaman KTP-el. Akan tetapi, data kependudukan Djoko secara otomatis aktif ketika yang bersangkutan datang dan melakukan perekaman KTP-el.

Proses pembuatan KTP-el Djoko Tjandra cukup cepat sekitar satu jam. Zudan mengeklaim, sudah banyak pembuatan KTP-el yang selesai kurang dari satu jam. Dari database Dukcapil dapat diketahui, perekaman KTP-el dilakukan pada pukul 07.27 WIB, dan pencetakan KTP-el dilakukan pada pukul 08.46 WIB.

“Saat ini, sudah ada perbaikan sistem perekaman dan saat ini dari perekaman sampai pencetakan KTP-el 94,34 persen selesai dalam waktu kurang dari 24 jam,” ujar dia.

Zudan mengungkapkan history dalam database kependudukan atas nama Djoko Tjandra. Djoko tercatat melakukan pencetakan KTP pada tanggal 21 Agustus 2008, kemudian melakukan pencetakan kartu keluarga (KK) pada 11 Januari 2011, lalu terakhir melakukan perekaman KTP-el pada tanggal 8 Juni 2020.

 
Sangat tidak masuk akal sehat Djoko Tjandra bisa datang ke pengadilan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali.
ARTERIA DAHLAN, Anggota Komisi III DPR
 

Sejak terdata dalam database kependudukan tahun 2008, Djoko Tjandra merupakan WNI yang lahir di Sanggau pada 27 Agustus 1951. Dia diketahui tidak pernah melakukan transaksi perubahan data hingga tahun 2020, seperti perubahan nama, alamat maupun tempat dan tanggal lahir.

Dalam histori data, Djoko Tjandra tidak pernah mengajukan pindah ke luar negeri, sehingga Surat Keterangan Pindah Luar Negeri (SKPLN) tidak pernah diterbitkan. Berdasarkan database kependudukan, kata Zudan, Djoko Tjandra tidak pernah keluar negeri.

Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR RI Arteria Dahlan menilai, kasus masuknya buron korupsi Djoko Tjandra tidak masuk akal. Ia mempertanyakan kinerja aparat hukum terkait masuknya buron kasus korupsi Bank Bali ini. “Sangat tidak masuk akal sehat Djoko Tjandra bisa datang ke pengadilan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali,” kata Arteria.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono menyatakan akan membantu Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk menangkap Djoko Tjandra. Ia mengaku saat ini kepolisian sedang berkoordinasi dengan Kejakgung dengan bertukar informasi tentang Djoko Tjandra.

“Kami akan membantu apa yang diminta Kejagung,” ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat