Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (tengah) bersama Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad (kanan) mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/6). | PUSPA PERWITASARI/ANTARAFOTO

Nasional

Aturan Pemilu Diminta untuk Jangka Panjang

RUU Pemilu harus dirampungkan pada awal periode.

JAKARTA –- DPR diminta membuat Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) untuk kepentingan jangka panjang dan keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Revisi UU Pemilu selama ini dinilai sekadar menjadi tradisi lima tahunan dan hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik.

Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas mengakui, saat ini pembahasan Rancangan UU Pemilu yang berkembang di DPR hanya untuk jangka pendek. “Terus terang saya harus katakan bahwa DPR sekarang ini hanya bicara paling jauh itu hanya sampai ke Pemilu 2024,” kata dia dalam diskusi virtual "Menimbang RUU Pemilu ke Depan", Rabu (1/7).

Yaqut mengaku telah mengingatkan para koleganya di Komisi II DPR RI agar merancang UU Pemilu yang berkelanjutan. Bukan semata-mata soal kursi ataupun partai politik agar bisa lolos parlemen atau tidak, melainka lebih jauh soal nasib bangsa dan negara beberapa tahun ke depan.

“Saya ingatkan kepada kawan-kawan revisi ini harus sebisa mungkin ini sustain. Jadi, setidaknya kalau tidak bisa selamanya, minimal dalam dua atau tiga periode ke depan tidak akan ada revisi UU Pemilu, tentu ini tantangan tidak mudah,” ujar Gus Yaqut.

Dalam diskusi yang sama, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana mengingatkan, perubahan aturan terkait pemilu akan berimbas terhadap elemen lain dalam sistem ketatanegaraan, mulai dari sistem kepartaian, komposisi kabinet ataupun format koalisi, serta relasi badan eksekutif dan legislatif.

Sampai saat ini, ia masih mempertanyakan terkait hal-hal apa saja yang akan diubah dalam RUU Pemilu. Berkaca pada revisi UU Pemilu yang sudah dilakukan sebelumnya, terakhir UU Nomor 7 Tahun 2017, revisi terjadi sangat drastis, seperti perubahan sistem pemilu. “Ini ada semacam siklus tahunan bahwa setiap lima tahunan, pemilu kita itu selalu direformasi. Dalam bayangan saya, reformasi pemilu kita itu selalu sifatnya drastis, besar, cakupannya sangat besar,” ujar Aditya.

 
Kedua, menghapus presidential threshold sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
Guru Besar FISIP UI Valina Singka Subekti 
 

Pada kesempatan yang berbeda, Komisi II DPR RI juga sedang membahas RUU Pemilu. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI (FISIP UI) Valina Singka Subekti memberikan lima rekomendasi terhadap RUU tersebut. Pertama, mengusulkan sistem pemilu proporsional daftar calon tertutup dengan memperkecil besaran daerah pemilihan dan alokasi kursi dari 3-10 menjadi 3-8 dan parliamentary threshold (PT) menjadi 5 persen.

“Kedua, menghapus presidential threshold sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden,” ujar Valina dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi II DPR.

Selanjutnya, mengatur pendanaan partai oleh negara. Untuk mengurangi dominasi oligarki dan praktik politik kartel dalam sebuah partai. “Lewat regulasi dengan memperhatikan proporsionalitas dan keadilan semua partai politik,” kata Valina.

Keempat, mereformasi sistem demokrasi di internal partai politik. Agar partai dikelola secara demokratis, tak lagi oligarkis, sentralistik, dan personalistik. “Terakhir, jika sistem proporsional tertutup, harus diimbangi dengan proses pencalonan dan penyusunan nomor urut calon yang terbuka dan demokratis,” ujar Valina.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyatakan, pihaknya telah sepakat bahwa RUU Pemilu harus dirampungkan pada awal periode. Menurut dia, Komisi II akan memiliki cukup banyak waktu untuk menyosialiasikan UU Pemilu yang baru apabila diselesaikan pada 2021. “Kami ingin UU Pemilu ini tidak kita bahas lima tahun sekali. Kami mencoba agar UU ini berlaku paling tidak 15 hingga 20 tahun ke depan sehingga tidak trial and error terus,” ujar Doli.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat