Pengunjung saat akan melihat pameran komik dan ilustrasi di Museum Basoeki Abdullah, Cilandak, Jakarta, Ahad (21/1). Pameran komik dan ilustrasi bertajuk | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Jejak Basoeki Abdullah, Sang Maestro Pelukis Indonesia

Ruang memorial merupakan saksi pilu meninggalnya pelukis Basoeki Abdullah di tangan pencuri yang beraksi dibantu tukang kebunnya.

MEILIZA LAVEDA

Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, membuat museum kembali dapat dikunjungi warga. Pun dengan Museum Basoeki Abdullah yang sudah dibuka untuk umum sejak Selasa (16/5). Terletak di Jalan Keuangan Raya Nomor 19, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, museum ini menyimpan segudang mahakarya milik Basoeki Abdullah. Sang maestro pelukis Indonesia ini dikenal beraliran romantisme dan naturalisme.

Memang Museum Basoeki Abdullah tidak seperti museum pada umumnya, yang berlokasi di pusat kota atau di pinggir jalan raya. Sebab, museum ini bukan sebuah gedung baru, melainkan rumah kediaman peninggalan sang maestro. Karena masih masa pandemi, pengunjung yang datang wajib mematuhi protokol kesehatan, seperti menggunakan masker. 

Museum ini terdiri atas dua gedung, yakni rumah asli Basoeki Abdullah yang menjadi gedung pertama dan gedung kedua yang baru diresmikan pada 2016. Setiap pengunjung diarahkan menuju gedung pertama terlebih dahulu, dan diperlihatkan ruang tamu tempat museum ini diresmikan pada 25 September 2001. Berdasarkan arahan dari surat wasiat Basoeki, ia menyerahkan seluruh karya beserta rumahnya kepada negara, yang sekarang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Tertata meja dan kursi di ruang tamu yang dilengkapi dengan gorden hijau di sebelah kanan dan kiri. Di antara gorden, terdapat lukisan keluarga sang maestro. Di bagian kiri terdapat lukisan anaknya, Cecilia Sidhawati, di bagian tengah portrait diri Basoeki. Sementara itu, di bagian kanan lukisan istri keempat, yaitu Nataya Nareerat.

Di bagian depan ruang tamu, terpajang salah satu mahakaryanya, yaitu lukisan Ratu Juliana. Petugas edukator museum menjelaskan lukisan Ratu Juliana yang ada di sini merupakan replika karena yang asli berada di Belanda. Lukisan ini juga merupakan bukti seniman Indonesia sangat berbakat. Melalui karya tersebut, Basoeki mengalahkan 87 pelukis Eropa dalam sayembara melukis yang diadakan saat penobatan Ratu Juliana pada 1948.

Selain itu, salah satu ruangan yang menarik perhatian pengunjung adalah ruang memorial. Tempat sang maestro dijemput ajalnya. “Ini kamar beliau, Bapak Basuki. Di kamar ini juga menjadi tempat terakhir beliau saat dibunuh tragis tahun 1993,” kata petugas edukator museum Tuty S saat ditemui Republika, Selasa (23/6).

photo
Pengunjung mengamati karya dalam Pameran Re-Mitologisasi di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, Rabu (25/9/2019). Pameran Re-Mitologisasi menampilkan 40 karya perupa muda hasil kompetisi Basoeki Abdullah Art Award #3 yang mengungkap ekspresi dari karya-karya Basoeki Abdullah utamanya karya yang mengangkat tema atau berseri mitologi - (ANTARA FOTO)

Ruang memorial merupakan saksi pilu meninggalnya Basoeki di tangan pencuri yang beraksi dibantu tukang kebunnya. Penataan letak meja, buku, tempat tidur, lemari, meja kecil, bahkan senjata masih disesuaikan dengan keadaan aslinya sampai sekarang.

Selesai berkelana di lantai satu, pengunjung menaiki tangga menuju lantai dua. Di ruangan ini, sisi lain seorang Basoeki diperlihatkan. Selain sebagai pelukis, ia merupakan penari. Basoeki kerap menari bersama almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Basoeki sering tampil dalam pertunjukan sendratari Ramayana.

Dia pun tampil di beberapa pertunjukan di Jakarta ataupun di Eropa sebagai Hanoman dan Rahwana. Selain sebagai penari, rasa cintanya terhadap budaya wayang juga hadir dalam diri Basoeki. Terpampang berbagai macam wayang yang dimilikinya, seperti bima, semar, rama, dan rahwana.

Koleksi lukisan lainnya kerap dipajang di lantai tersebut. Termasuk sketsa pertama yang ia hasilkan saat berumur 10 tahun, menggambar sang ayah, yaitu Abdullah Suryo Subroto. Di lantai dua juga terdapat karya Basoeki yang dihasilkan sebulan sebelum ia meninggal.

photo
Pelajar mengamati deretan lukisan pahlawan kemerdekaan karya Basoeki Abdullah di arena Pameran Sejarah dan Budaya Indonesia di Pendopo Pengayoman Temanggung, Jateng, Selasa (28/8). Pameran Sejarah Sepuluh Museum Nasional bertema Lestari Budayaku Bersatu Bangsaku tersebut bertujuan menanamkanan nilai-nilai persatuan dan pelestarian budaya untuk penguatan karakter jati diri bangsa - (ANTARA FOTO)

Lukisan itu berjudul 'Dari Goresan Pertama Ibu Tien Soeharto'. “Karya ini merupakan karya terakhir Pak Basoeki sebelum meninggal. Awalnya pas pameran, Ibu Tien Soeharto mengambil kanvas lalu mencoretnya. Selanjutnya, dari coretan itu dilanjutkan oleh beliau sehingga menghasilkan lukisan ini,” tutur Tuty.

Di lantai dua, gedung ini terlihat masih rapi dan apik. Terdapat lukisan kepala negara Gerakan Non-Blok (GNB) saat Presiden Soeharto menjabat. Demi merekam peristiwa GNB berlangsung, Basoeki melukis sejumlah potret wajah para pembesar dan tokoh bangsa-bangsa yang terkumpul menjadi satu bagian di atas kanvas berukuran 7x2 meter.

Salah satu pengunjung, Muhammad Helmi (22 tahun), mengatakan, kunjungannya ke museum karena kagum terhadap pelukis Basoeki.

“Saya suka banget sama sosok beliau. Apalagi dengan self branding Pak Basoeki,” ujarnya.

Bersama temannya, Helmi berkeliling museum menikmati karya sang maestro. Kebetulan Museum Basoeki merupakan objek tugas akhirnya di kampusnya. Meski begitu, ia mengaku memang suka mencintai karya seni. Dia menuturkan, lukisan sang maestro menakjubkan, apalagi masih dirawat dengan baik. Dari semua karya dan koleksinya, yang paling disukainya adalah lukisan yang bertemakan bencana.

Selain rasa kagum terhadap karya sang maestro, ia pun kagum terhadap tampilan museum yang apik dan bersih. Menurut Helmi, pihak museum sudah merawat semua koleksi dengan baik. Selain itu, prosedur memasuki museum sangat jelas sehingga pengunjung yang datang dapat menikmati karya sang maestro dengan baik. 

“Semoga ya ke depannya tetap terawat, bersih, dan tertata ya. Jadi, pengunjung yang datang juga enak,” katanya.

Salah satu petugas keamanan, Heru menjelaskan, sejak sepekan lalu, pengunjung yang datang masih dapat dihitung dengan jari. Hal itu dapat dipahami karena masa pandemi Covid-19 belum berakhir. Saat situasi normal, ia meyakini, pengunjung yang datang pasti bertambah.

Heru menjelaskan, dalam keadaan normal, museum ini dikunjungi berbagai siswa sekolah yang datang dengan rombongan bus. Hal itu juga berkat pengelola museum yang aktif mengundang sekolah. “Dari museum juga aktif ngundang sekolah-sekolah, makanya biasanya ramai,” ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat