
Kabar Utama
Ekonomi Pulih Kuartal III
Menkeu dan BPS menyebut pertumbuhan ekonomi kuartal II mengalami kontraksi.
JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan berfokus memulihkan ekonomi pada kuartal III dan IV. Hal ini mengingat pertumbuhan ekonomi Tanah Air hampir dipastikan mengalami kontraksi pada kuartal II seiring adanya restriksi aktivitas ekonomi dan sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Menurut prediksi Sri, pertumbuhan ekonomi kuartal II bakal minus 3,1 persen setelah pada kuartal I tumbuh 2,97 persen. Dampak pandemi Covid-19 terhadap laju pertumbuhan ekonomi bakal lebih terasa karena pada kuartal II, khususnya April dan Mei, sedang gencar-gencarnya penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Adapun perekonomian sepanjang tahun diperkirakan tumbuh pada kisaran minus 0,4-1 persen. Batas atas proyeksi mengalami penurunan dari prediksi semula yang sebesar 2,3 persen seiring adanya kontraksi pada kuartal II.
Sri berharap, perekonomian pada kuartal II merupakan kondisi terburuk dan akan ada perbaikan pada kuartal tersisa. "Momentumnya jadi bisa terjaga di kuartal ketiga dan keempat. Ini fokus langkah pemerintah dalam menggunakan instrumen kebijakan saat ini," kata Sri dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (22/6).
Pada kuartal III, pertumbuhan diperkirakan berada pada rentang minus 1,6 persen hingga 1,4 persen. Prediksi ini berkaca pada biaya penanganan Covid-19 dari APBN yang sudah tersalurkan dan pelonggaran PSBB. Tapi, Sri menekankan, pemerintah berupaya keras untuk menahan laju pertumbuhan di atas nol persen. Di antaranya dengan memastikan bantuan sosial sebagai pengungkit konsumsi rumah tangga disalurkan secara tepat sasaran. Apabila ekonomi masuk ke ranah negatif pada kuartal ketiga, Sri menyebutkan Indonesia secara teknis masuk ke zona resesi.

Situasi yang lebih baik diharapkan dapat terjadi pada kuartal IV. Harapan ini sejalan dengan akselerasi belanja pemerintah dan insentif dunia usaha serta berbagai program UMKM yang sudah mulai berjalan. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV bisa berada di atas 3,4 persen. Tapi, apabila menggunakan skenario sangat buruk, pertumbuhannya hanya di tingkat satu persen. "Sehingga, outlook kami untuk sepanjang 2020 adalah minus 0,4 persen sampai satu persen," ucap dia.
Untuk mengejar pemulihan ekonomi, pemerintah bakal melibatkan Bank Indonesia (BI). Sri mengatakan, keterlibatan BI dari sisi moneter diharapkan dapat mengakselerasi pemulihan dan bisa menimbulkan kepercayaan diri untuk mencapai pertumbuhan 4,5 persen hingga 5,5 persen pada tahun depan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang juga hadir dalam rapat kerja dengan Komisi XI optimistis pertumbuhan ekonomi kembali meningkat pada kuartal III dan IV. Perry menjelaskan, perekonomian bakal menguat seiring adanya relaksasi PSBB sejak pertengahan Juni 2020.
Selain itu, kata Perry, karena ada stimulus kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait. "Namun, risiko pandemi Covid-19 tetap perlu terus dicermati agar tidak terjadi gelombang kedua," katanya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kondisi permodalan atau likuiditas perbankan masih aman. Berdasarkan data Bank Indonesia, likuiditas sebesar Rp 440 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 940 triliun. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, kuatnya likuiditas perbankan tersebut masih cukup membiayai pemulihan perekonomian dalam negeri.
Namun, risiko pandemi Covid-19 tetap perlu terus dicermati agar tidak terjadi gelombang kedua.PERRY WARJIYO, Gubernur Bank Indonesia
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyampaikan, sejumlah indikator menunjukkan perekonomian Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal II. Merujuk pada data Trading Economics, kata dia, kontraksi dapat menyentuh hingga minus 4,8 persen. "Bahkan ada yang prediksi minus tujuh persen," kata Suhariyanto.
Suhariyanto memaparkan, indikator yang menjadi pertanda ekonomi mengalami kontraksi adalah anjloknya penjualan. Penjualan mobil sepanjang April-Mei 2020 tercatat turun 93,21 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan penjualan motor yang lebih merepresentasikan pengeluaran golongan menengah ke bawah, anjlok hingga 79,31 persen pada April. "Jadi, memang dampaknya dalam sekali," katanya.
Gambaran buram juga terlihat dari sisi pengeluaran dengan seluruh komponen yang telah mengalami penurunan cukup dalam sejak kuartal I. Khusus konsumsi rumah tangga, terjadi penurunan signifikan dari 5,02 persen pada kuartal I 2019 menjadi 2,84 persen pada kuartal I 2020. "Dengan memperhatikan indikator-indikator ini, kita bisa perkirakan akan cukup dalam kontraksi pada kuartal kedua," katanya.
Anggota Komisi XI DPR RI Soepriyatno menilai, pemerintah harus memiliki program pemulihan ekonomi secara konkret. Pemerintah juga harus mempercepat realisasi belanja agar bisa menjadi pengungkit pertumbuhan. "Oleh karena itu, penyelesaiannya harus cepat, dari perlindungan sosial hingga penanganan kesehatan," ujar anggota fraksi Gerindra ini.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Misbakhun menilai, ekonomi pada semester kedua masih dirundung ketidakpastian. Sebab, vaksin Covid-19 yang dinilai bisa menjadi pengubah keadaan belum ditemukan. Misbakhun mengingatkan pemerintah untuk menjalankan program yang realistis. Menurut dia, pemerintah belum menyiapkan jalan yang harus dirintis untuk dapat mencapai pertumbuhan 4,5 persen sampai 5,5 persen pada 2021.
Daya beli menurun
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut, daya beli masyarakat hilang hingga ratusan triliun rupiah selama periode 30 Maret hingga 6 Juni akibat pandemi Covid-19. Hal itu dipicu oleh hilangnya jam kerja selama 10 pekan pada sektor-sektor yang menjadi penggerak perekonomian mulai dari industri manufaktur, pariwisata, hingga investasi.
“Pandemi ini mengakibatkan 10 pekan jam kerja hilang pada 30 Maret-6 Juni 2020. Ini menghilangkan daya beli sekitar Rp 362 triliun,” katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (22/6).
Suharso menuturkan, hilangnya jam kerja menyebabkan pendapatan masyarakat berkurang. Akibatnya, daya beli pun tertekan dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tidak mendapat pemasukan. Ia menambahkan, utilitas industri manufaktur yang turun hingga 30 persen selama mewabahnya Covid-19 juga menyebabkan banyak pekerja dirumahkan.
“Ini yang menjelaskan kenapa tidak ada pembeli sehingga UMKM mendapatkan penghasilan yang turun drastis dan menyebabkan utilitas manufaktur turun sampai 30 persen,” katanya.
Suharso menyatakan, langkah pemerintah dalam menyiapkan anggaran sebesar Rp 203,9 triliun untuk jaring pengaman sosial merupakan upaya agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Kendati demikian, ia tak menyangkal bahwa dalam menyalurkan bantuan sosial ke daerah masih banyak terjadi ketidakcocokan data. Bahkan, hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran.
“Bersama menteri sosial dan kepala daerah, kami mendiskusikan bahwa memang ada data yang missing. Ibu Menkeu juga mengatakan dari hasil survei hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran,” katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, pemerintah akan fokus untuk melakukan reformasi sistem kesehatan nasional, perlindungan sosial, ketahanan bencana, ataupun pemulihan ekonomi. Atas alasan itu pula, pemerintah mengusung tema, fokus, dan strategi prioritas nasional 2021 untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi sosial.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, kinerja ekonomi masih memiliki tantangan yang berat untuk pulih dalam waktu yang cepat. "Faktor utama terletak pada penanganan Covid-19 yang masih belum optimal," ucapnya.
Menurut Bhima, dibukanya pusat perbelanjaan belum sejalan dengan daya beli konsumen. Hal ini mengingat faktor daya beli masyarakat yang rendah dan gelombang PHK yang telah menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga.
Kinerja ekspor yang menjadi salah satu penggerak pertumbuhan juga belum bisa diandalkan. Sebab, permintaan global masih melambat.
Ia mengatakan, kinerja ekspor nonmigas pada April turun 14,8 persen dibandingkan April. "Dengan kondisi ini, industri mau beroperasi secara maksimal juga percuma karena permintaan masih lemah," katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa kembali ke level lima persen pada tahun ini. Kendati demikian, ia sepakat dengan pemerintah bahwa akan ada perbaikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III. "Tapi, tentu bukan membaik kembali seperti sebelum wabah yang bisa tumbuh positif lima persen," kata Piter.
Piter mengakui, dilonggarkannya aktivitas ekonomi memberikan peluang pulihnya ekonomi. Namun, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 masih akan negatif meski tidak sedalam kuartal II yang diprediksi oleh Kementerian Keuangan bakal minus 3,1 persen.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.