Pengunjuk rasa berlutut dalam aksi unjuk rasa menutup Interstate 395 di Washington, AS, Senin (15/6). Mereka memprotes kekerasan polisi terhadap warga kulit hitam AS | EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS

Kisah Mancanegara

Muslim AS dan Reformasi Kepolisian

Lebih dari 90 organisasi Muslim AS ikut menuntut reformasi kepolisian.

Lebih dari 90 organisasi Muslim Amerika Serikat (AS) ikut menuntut reformasi kepolisian. Mereka juga menuntut larangan pemprofilan berdasarkan ras, larangan memiting yang menghambat aliran oksigen ke otak, memudahkan tututan hukum terhadap aparat, dan mengalihkan sebagian anggaran polisi ke program "kesehatan masyarakat, pendidikan, lapangan kerja, dan perumahan."

"Viktimisasi terhadap Muslim kulit hitam tak bersenjata sudah menjadi bagian dari sejarah yang panjang dan menyakitkan," demikian pernyataan koalisi yang ditandatangani lebih dari 90 kelompok hak sipil, advokasi, organisasi massa, dan organisasi keagamaan. 

"Sebagai Muslim Amerika, kami ingin menampilkan keberagaman, kekuatan, dan ketahanan kami untuk menuntut reformasi ini karena hidup warga kulit hitam juga berarti." 

Lebih jauh, mereka juga menuntut dibentuknya standar federal dengan menggunakan kekuatan sebagai langkah terakhir, hanya jika memang terpaksa. 

"Tuntutan tersebut menjadi batasan dasar kelompok kami dan bukan batasan tertinggi. Mungkin akan ada lagi tuntutan berikut," kata Farhana Khera, direktur eksekutif Muslim Advocates, dalam pernyataan melalui surel kepada Associated Press. Lembaga ini termasuk yang menandatangani pernyataan sikap.

Seperti halnya lembaga keagamaan lainnya, banyak Muslim AS bergabung dalam aksi memprotes kematian George Floyd, yang tewas saat dibekuk polisi pada 25 Mei. 

"Organisasi Muslim Amerika bertekad untuk melakukan advokasi pada semua level, untuk mengakhiri penggunaan kekerasan berlebihan yang berakibat pada pembunuhan warga kulit hitam Amerika yang tak terhitung banyaknya," kata Imam Awad, direktur legislatif Emgage Action, salah satu penandatangan pernyataan. 

Sementara, negara-negara Afrika menyerukan Dewan HAM PBB untuk mengadakan sidang penting soal rasisme. Teks rancangan resolusi menunjukkan permintaan sejumlah negara Afrika untuk penyelidikan di AS mengenai rasisme sistemik dan kebrutalan polisi di AS serta tempat lain. Hal ini juga bertujuan untuk membela hak-hak orang-orang keturunan Afrika.

Teks tersebut beredar di antara para diplomat di Jenewa. Teks itu menyuarakan kekhawatiran tentang insiden kebrutalan polisi terhadap demonstran damai yang membela hak-hak orang Afrika dan orang-orang keturunan Afrika yang terjadi belakangan. Ini akan dipertimbangkan pada debat mendesak Dewan HAM PBB pada Rabu (17/6).

Pada Selasa (16/6), Dewan beranggotakan 47 negara sepakat untuk bersidang atas permintaan Burkina Faso atas nama negara-negara Afrika setelah kematian George Floyd bulan lalu, seorang warga kulit hitam Afrika-Amerika, dalam tahanan polisi di Minneapolis. Kematiannya telah memicu protes di seluruh dunia.

AS yang keluar dari Dewan dua tahun lalu dengan tuduhan bias terhadap sekutunya Israel, belum berkomentar. Teks tersebut dapat berubah setelah negosiasi di Dewan.

Teks menyerukan pembentukan komisi penyelidikan internasional independen untuk menetapkan fakta dan keadaan terkait dengan rasisme sistemik, dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional dan pelanggaran terhadap orang Afrika dan orang-orang keturunan Afrika di AS dan bagian lain dunia.

Panel harus memeriksa tanggapan pemerintah federal, negara bagian dan lokal terhadap protes damai termasuk dugaan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa, pengamat dan wartawan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat